Aku terbangun dengan perasaan buruk yang menggelegak. Rasanya di mulut terasa pahit seperti baru saja di jejalkan oleh lusinan besi berkarat.
"Nona." Satu pelayan menyambut dan membungkuk hormat. Sementara ruangan masih temaram karna gorden belum di singkap.
"Ini sudah siang nona, apa nona ingin sarapan atau langsung makan siang?"
Kalau dalam keadaan normal mungkin aku akan malu setengah mati mendapati diri terbangun kesiangan di rumah mertua. Tapi tubuhku saja sudah seperti rengsekkan rapuh membuatku tak bisa berkutik banyak hanya mengangguk lemah.
Satu pelayan itu menatap heran. Mungkin tidak mengerti aku mengangguk untuk apa. "Aku ingin bubur saja bibi. Makasih ya." Kataku dan satu pelayan itu mengangguk hormat lagi sebelum undur diri.
Menatap sekeliling kamar dan aku yakin bahwa ini adalah kamar dari si Jongseong saat ia tinggal di rumahnya.
Lihat saja beberapa figura foto dirinya bersama teman-temannya tersemat di meja nakas. Aku meraih satu figura fotonya yang masih kecil dan menjentikkan jariku untuk menyentilnya kesal. Sok imut.
"Kalau kesal langsung pada orangnya saja." Kata Jay yang membuatku terkesiap ntah sudah sejak kapan berada di dekat ambang pintu kamar.
Ia mendekat dan aku melempar figura miliknya kearahnya sampai jatuh ke lantai. Ada hening yang begitu membeku. "Pergilah Jay."
"Aku tidak ingin berdekatan denganmu barang sedikit pun."
Jay berjongkok membereskan kaca yang berserak tanpa mengatakan apapun lantas pergi. Sementara aku masih dengan nafas tak beraturan. Tercenung tak menyangka aku begitu emosional sekali.
Lantas dengan sedikit sempoyongan berusaha masuk ke dalam kamar mandi untuk segera membersihkan diri. Aku ingin segera pergi dan pulang ke rumah.
Setelah keluar dari kamar mandi aku menemukan pakaian baru untukku dan satu mangkuk bubur panas di dekat meja nakas lengkap dengan susu coklat kesukaanku.
Sampai satu note terlihat.
Makanlah. Sunghoon sudah menunggu di bawah yang akan mengantarkanmu pulang Bella.
Aku sedikit banyak lega. Jadi tidak perlu berhadapan dengan Jay untuk sekarang.
Rasanya melihatnya maupun mencium aromanya dari jauh pun membuatku mual dan sebal.
••••
Aku menatap jalanan di luar tanpa berkata apapun sementara Sunghoon menjalankan mobil juga sama diamnya. Syukurlah. Lagi pula aku tidak sedang memiliki tenaga untuk berbasa basi sekarang.
Semua tenagaku sudah terkuras habis setelah salam pamit dengan tante Wendy beberapa saat lalu.
"Jay belum memberitahu ibu tentang kehamilanmu." Kata Sunghoon tetiba ssja berbicara.
"Sementara kau tahu?" Decakku tak habis pikir.
"Kebetulan aku ada di tempat." Katanya sambil kemudian menepikan mobil membuatku menatapnya heran sekaligus kesal. "Kenapa berhenti?"
"Kita perlu bicara."
"Tidak ada yang perlu di bicarakan."
"Bella." Ia meraih tanganku membuatku terkesiap menepisnya. "Apa-apaan kau Sunghoon?!"
"Bella tenanglah." Katanya berkata begitu lembut sementara aku menatapnya masih dengan tatapan lurus penuh rasa kesal.
Apa ini bawaan bayi membuatku sangat emosional begini?
"Hei, hei, kenapa menangis?" Ia mengusap air mataku sesaat tanpa bisa kutahan menangis begitu saja.
Ah sial. Ini sungguh salah.
Aku mundur untuk menciptakan jarak, "Apa? Kau ingin bicara apa?"
"Tidak, nanti saja." Katanya membuatku mendengus keras. Kesal. Ingin sekali menjabaknya sampai botak. "Seperti wanita pms saja. Labil." Ketusku sementara ia malah terbahak seolah aku mengatakan lelucon lucu.
"Bagaimana kalau makan es krim dulu? Sampai mood kamu baik, eotte?"
Aku mengangguk kecil. Rasanya mungkin bisa mengurangi rasa pahit di kerongkongan yang semakin menjadi-jadi.
Sunghoon kembali menjalankan mobilnya ke salah stau kedai es krim.
Ia menuntunku dengan hati-hati setelah kutolak keras dan ia beralasan takut aku jatuh membahayakan bayiku.
Padahal jika itu terjadi lebih baik. Anak ini tidak perlu lahir ke dunia yang akan membuatnya menderita.
Ah. Memikirkannya membuatku kembali menangis sementara Sunghoon masih sibuk memesan di depan sana.
Satu anak kecil datang menyodorkanku permen. "Kakak cantik jangan nangis. Ini permen buat kakak."
Aku menerima dengan satu senyuman simpul yang terasa begitu berat sekali, "Gomawo..." Kataku dan ia melambai setelah mengecup pipiku setelah berbisik. "Kata kakak ganteng jangan menangis nanti bayinya ikut sedih."
Ah. Anak ini pasti suruhan si Jay.
Aku melirik ke belakang dan menemukan mobilnya tak jauh dari sini yang mengindikasikan bahwa ia memang mengikutiku.
"Bella.." Sunghoon datang membawa satu cup es krim bertumpuk padaku sesuai yang aku inginkan.
"Gomawo Hoon." Kataku sambil menerima dan mulai memakannya sambil menatapnya yang sudah lebih dulu menatapku.
"Kenapa menatapku terus?"
"Matamu sembab sekali Bella.." Ia akan mengulurkan tangan untuk mengusap namun aku segera membuang muka.
"Kau tahu Hoon, meski kita saudara ipar tapi ada jarak tertentu yang tidak boleh melampaui batas." Kataku mengingatkan dan menatapnya kelewat bingung atas sikapnya yang selalu di melewati batas.
"Maaf, aku hanya--" Ia menjeda sesaat, "Terlalu khawatir." Sambungnya getir yang terasa janggal.
"Sudahlah. Lupakan." Kataku mendadak lelah dengan suasana memberat yang membuatku mual.
"Kau tidak memesan juga?" Tanyaku dan ia menggeleng sambil tersenyum simpul. "Aku tidak suka es krim."
"Lho kok bisa?"
"Iya tidak suka saja."
"Mana ada seperti itu." Kataku segera menyodorkan es krimku, "Ayo coba, kalau jijik bekas mulutku sendok di sisi ini saja." Kataku menunjuk sisi es krim yang belum tersentuh.
Alih-alih menyendok satu sisi es krim yang kutunjuk. Sunghoon malah mengusap sudut bibirku yang ternoda es krim dan menjilat jarinya membuatku terkesiap menatapnya tak habis pikir.
Ia tersenyum dengan satu sisi yang baru kulihat, "Aku menyukaimu Bella, sudah sejak lama."
Belum sempat aku akan berkata apapun Jay sudah datang mendekat menarikku pergi dalam satu sentakkan kuat membuatku tak bisa berkutik. "Memang benar, buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya." Kata Jay dengan tatapan begitu tajam siap menguliti pada Sunghoon.
"Kalau bukan karna para tetua selalu mengawasi. Aku sudah pasti akan menghabisimu sekarang Sunghoon."
"Coba saja." Sunghoon bangkit menantang. "Toh. Kau sudah pasti akan selalu menjadi pewarisnya meski sudah menjadi pembuat onar berulang kali."
"Kau--" Jay maju dan aku menahannya untuk tidak mencipatkan keributan besar. "Berhenti Jongseong." Kataku keras membuatnya perlahan mengendur dan menarikku pergi menuju mobilnya.
Ia memukul stir kemudi keras dan menatapku nyalang, "Kenapa kau membiarkannya menyentuhmu?"
"Aku membiarkanmu pulang dengannya tapi tidak dengan hal seperti itu Bella."
"Kau bertingkah sebegininya hanya karna hal itu? Lalu bagaimana jika jadi aku Jongseong?"
Ia terdiam dengan menatapku getir sepersekon yang menyesakkan. "Aku tahu aku salah." Katanya dan mulai menjalankan mobil ntah kemana.
"Tapi aku tidak bisa melepasmu atau pun Seulhae." []
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEET & SOUR
FanfictionBella tidak pernah berencana menikah dalam kehidupannya setelah perceraian kedua orangtuanya. Baginya hubungan romantisme adalah lelucon paling lucu dalam kehidupan. Sampai takdir membelitnya bersama Park Jongseong yang tidak akan pernah melepasnya...