Aku melihat Jay yang berdiri di sebrang sana melambai kearahku membuatku tersenyum dengan sebuket bunga mawar putih dalam genggamanku namun ntah mengapa setiap langkah yang kuambil aku malah melihat presensi Jay menjadi sosok kecil di usia sekitar sepuluh tahun begitu pun denganku. "Bella."
Satu suara memanggilku dari arah belakang membuatku menoleh ke asal suara dan menemukan Jay lain dengan satu senyuman redup. Ia seperti ingin mengatakan sesuatu namun aku merasa tertarik dan terbangun terenggah menatap neon lampu yang menyala menyilaukan netraku.
Aku terpejam berusaha membiasakan kedua netraku sampai satu suara menelisik menyambutku bersamaan dengan rengkuhan hangat. "Akhirnya kau sadar juga Bella."
"Jay..."
"Iya sayang, mana yang sakit huh? Katakan?" Katanya terisak membuatku mengernyit menatapnya masih membiasakan kedua netraku.
"Aku dimana?"
"Rumah sakit." Katanya mengecup keningku sesaat, "Tunggu aku panggil dokter dulu."
Aku melihat sekeliling ruangan dan berdecak menyadari bahwa ini bukanlah rumah sakit pada umumnya. Ini paviliun di mansion keluarga Park lagi yang di dekorasi sedemikian rupa seperti rumah sakit.
Pintu ruang terbuka dan menampilkab dokter Yeri yang kembali memeriksaku mengatakan bahwa aku hanya perlu bedrest selama dua minggu.
Okay. Itu masalah besar.
"Aku ingin pulang." Kataku menyanggah dan di anggap angin lalu oleh keduanya. Sampai dokter Yeri memberi suntikan obat pada labu infusku sebelum benar-benar pergi dari ruangan.
"Aku. Ingin. Pulang." Kataku penuh penekanan pada Jay yang menatapku dengan kedua mata sembabnya. "Tidak. Kau disini saja." Katanya serak dan akan mengamit tanganku namun segera kutepis.
"Jangan sok peduli dasar muka dua."
"Maaf.." Lirihnya dan aku membuang muka tak ingin melihatnya kalau tidak ingin goyah. "Aku ingin pulang Jongseong. Atau pindahkan aku ke rumah sakit betulan jangan disini."
"Para tetua sudah menitahkan kau di rawat disini Bella."
Aku berdecak. Mual. Marah dan ingin sekali menonjok wajah Jay sampai jelek. "Kenapa masih disini?" Ketusku.
"Pergilah. Aku muak melihat wajah muka duamu Park Jongseong." Kataku meliriknya dengan tatapan sinis sesaat. "Aku tahu kau sudah gatal ingin kepelukan gadis yang teramat kau cintai itu kan."
"Bella, tolong jangan begini."
"TERUS AKU HARUS APA?!" Bentakku keras. "Kau ingin aku apa Jongseong? Tetap bersamamu dengan pernikahan gila ini? Dimana kau bisa seenaknya berselingkuh dengan Seulhae? Begitu?"
Ia membuang wajah mengusap surai frustasi tanpa menatapku. "Aku juga tidak ingin seperti ini Bella. Aku sungguh tidak menduga akan sepelik ini mencintaimu."
"Jangan mengumbar kata cinta busukmu Jongseong. Aku muak."
Jay malah tersenyum redup seperti dalam mimpi dan terkekeh getir yang menyakitiku, "Aku benar mencintaimu Bella."
"Cukup sialan." Desisku. "Pergi sebelum aku mencabut jarum infus ini."
"Araseo." Katanya menghela nafas berat dan mengecup keningku sesaat sebelum benar-benar pergi dari ruangan.
Setelah kepergiannya aku pun menangis terisak begitu frustasi ingin lepas darinya yang realitas kembali menamparku bahwa aku tak bisa lepas darinya.
"Hiksss.." Aku terisak semakin banyak dan mengusap perutku lamat. Apa bayiku juga ikut bersedih sepertiku?
Kata dokter bukannya si bayi merasakan apa yang ibunya rasakan?
"Aegi, mianhae..."
Aku merasa buruk dan menahan isak tangisku dengan tersendat sampai mendengar sayup lantunan melodi dari luar ruangan membuatku mengantuk.
Perlahan di ambang batas akan jatuh tertidur sampai pintu ruangan terbuka menampilkan sosok itu.
Seseorang yang kukejar semalam mendekat dan aku berusaha untuk meraih kesadaran tapi tak bisa.
Jay, tolong...
Apa dia akan menyakitiku?
Jemarinya yang kasar kurasakan mengusap pipiku dan ia menunduk membuatku gemetar.
"JAY!!"
Aku berteriak terenggah merasakan diri terbangun seorang diri dan pintu terjeblak terbuka menampilkan Jay yang masuk dengan nafas terenggah menghampirku. "Kenapa? Kau kenapa?" Tanyanya yang segera memelukku erat.
"Tadi ada monster Jay! Ada monster!" Kataku menunjuk pintu dengan gemetar dan Jay semakin memelukku erat. "Hiksss tadi dia menyentuhku hiksss..."
"Aniya, itu hanya mimpi Bella." Katanya lembut dan mengecup puncak kepalaku. "Itu hanya bunga tidur." Katanya merangkum wajahku dengan lembut menghapus keliman air mataku. "Tenanglah ada aku disini.."
Aku mengangguk memeluknya lagi melupakan kemarahanku untuk sementara sampai Jay ikut berbaring di sampingku. Membuaiku kembali agar tertidur.
"Jangan pergi.." Kataku mengamit satu tangannya untukku genggam. "Jangan pergi Jay-ya.."
"Jongseong."
"A-apa?"
"Bisakah kau berhenti memanggilku dengan nama itu?"
"Apa maksudmu? Bukankah kau ingin aku memanggil dengan nama kecilmu?"
"Tidak lagi. Aku ingin kau memanggilku dengan Jongseong saja." Katanya membuatku heran sekaligus janggal tapi tak bisa berpikir lebih banyak.
Jongseong sudah memangut bibirku ke dalam ciumannya yang membuatku tak bisa berpikir dengan benar. "Bella.." Ia terenggah sesaat melepas pangutan dan menciumku kembali.
"Aku sudah bersumpah di hadapan Tuhan bahwa aku akan tetap bersamamu. Kau pun juga, jadi jangan pernah tinggalkan aku Bella." []
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEET & SOUR
FanfictionBella tidak pernah berencana menikah dalam kehidupannya setelah perceraian kedua orangtuanya. Baginya hubungan romantisme adalah lelucon paling lucu dalam kehidupan. Sampai takdir membelitnya bersama Park Jongseong yang tidak akan pernah melepasnya...