67. The Games

1.5K 209 12
                                    

"Manusia itu seringkali berubah Bella. Mereka tidak menetap selalu sama. Ada banyak titik krusial yang membuat manusia kerap berubah. Ntah perasaannya atau isi pikirannya."

Perkataan ibu di penghujung musim dingin kala itu tetiba saja melintas dalam pikiranku. Lantas dengan getir mencoba untuk bernafas tenang tatkala netraku bersinggungan dengan Jay yang kini balas menatapku.

"Kenapa menatapku seperti itu?" Tanyanya dengan nada heran dan berjongkok di hadapanku yang terduduk tak berdaya di kursi roda.

Obat ntah racun yang sering ia suntikkan padaku membuat tubuhku melemah bahkan kedua tungkaiku tak mampu menompang beban tubuhku.

"Ssttt jangan menangis." Katanya yang kemudian menghapus air mataku yang ntah sejak kapan jatuh berkelindan.

"Aku ingin pulang."

"Nanti ya." Imbuhnya sambil mengusap puncak kepalaku dengan sayang. "Kalau waktunya sudah tepat. Kita pasti pulang ke rumah. Rumah dimana hanya ada kita berdua."

"Kalau begitu lepaskan Jongseong." Kataku getir berusaha berbicar dengan jelas dalam isak tangisku yang kian membesar. "Kumohon Jay, lepaskan Jongseong dan aku akan tetap bersamamu."

Aku mengamit kedua tangannya susah payah dan menatapnya penuh permohonan. "Lepaskan Jongseong." Kataku dengan jantung kian berdebar cemas akan keadaan Jongseong yang mungkin kian memburuk.

Ini sudah hari ketiga dimana Jay mengurung Jongseong dalam satu ruang kamar villa sialan ini.

"Ohh sayang, dengar ya." Ia merangkum wajahku dan aku melihat rupanya yang sama persis seperti Jongseong membuat dadaku mencelos sakit. "Jongseong pantas mati. Makanya aku memasungnya di dalam kamar itu tanpa kuberi sedikitpun makanan dan minuman."

Aku semakin terisak dan ia tersenyum menyeringai bak psikopat yang puas melihat mangsanya menderita dalam genggamannya. "Teruslah menangis Bella. Itu memang hukuman karna kau mengabaikanku dan melupakan pengorbananku."

Ia menyentak wajahku kasar dan berdiri dengan ponggah lantas menunjuk wajahku penuh kebencian. "HARUSNYA KAU BERTERIMA KASIH PADAKU SIALAN! KALAU BUKAN KARNA AKU, KAU SUDAH MENJADI SAMPAH BELLA!"

"KALAU BUKAN KARNA PENGORBANANKU KAU SUDAH MENJADI PELAMPIASAN NAFSU MEREKA BERDUA!"

Ia menyentak kerah kemeja yang kupakai erat, "Kau ingat tidak huh? Dimana kau bisa meloloskan diri dari mereka setelah mereka menghabisiku dan membuat wajahku hancur?"

Aku menggeleng tak mengerti. Tak ingat ada ingatan mengerikan itu dalam hidupku. "AH SIAL!" Ia menyentakku lagi dan menendang barang sekitar membuatku gemetar.

"Maaf, maafkan aku Jay-ya." Kataku tersendat oleh isak tangisku dan tubuhku yang kian gemetar.

Jay perlahan berhenti dan menatapku redup, "Kalau saja kau ingat. Mungkin mencintaiku bukanlah hal yang sulit Bella." Katanya yang kemudian memelukku.

Aku stagnan. Tetap tak pernah bisa mengerti akan jalan pikiran yang Jay miliki. "Aku mencintaimu Bella, sangat.." Ucapnya serak dan semakin memelukku.

Sampai netraku terpaku pada siluet tubuh seseorang yang sedang mengintip. Namun meskipun begitu aku tetap mengenal presensi itu.

Yang Jungwon.

Seperti oasis dalam padang pasir yang terik. Aku tersenyum lega luar biasa. Seolah secercah harapan di kuapkan.

Jungwon memberi isyarat untuk tetap diam yang persekon kemudian ia berjalan mengendap pada bagian utara villa ini.

Kekeh kecil Jay bergema di dekat telingaku membuatku terkesiap. Memberi afeksi teror masif yang membuatku mual dalam satu waktu.

"Kau tahu Bella, aku tidak bisa di bodohi." Ia menyeringai lebih lebar membuatku semakin di rundung teror, jangan kumohon.

"Aku tahu ada tikus kecil yang menyelinap sekarang."

Doorr

Suara selongsong pistol tetiba saja mengudara membuat jantungku seperti jatuh ke dasar perut. Menatap dengan pandangan basah pada Jay yang tertawa penuh kemenangan.

"Kau sepertinya ingin melihat Jongseong tersayangmu mati tepat di kedua mata birumu yang cantik itu Bella Kim."

SWEET AND SOUR


"Aku bersumpah untuk tetap di sampingnya suka maupun duka. Miskin ataupun kaya. Sehat ataupun sakit."

Sumpah pernikahan yang pernah di gaungkan tetiba saja terlintas memberi kegetiran yang kian mengental tatkala netra ini bersitatap dengan netra kuyu Jongseong.

Ia duduk di sebrang sana dengan tangan dan kaki terikat erat. "Tak apa yeobo." Ia bersuara lirih yang kemudian terbatuk darah membuatku menjerit ingin sekali berlari memeluknya.

"SIALAN! LEPASKAN AKU!" Aku berusaha menyentak melepas cengkraman Jay pada kedua tanganku dan ia dengan cepat mengikat kedua tangan serta kakiku.

"Yeobo?" Kekeh Jay dengan nada mengejek. "Kau lupa huh? Dia milikku."

"Aku bersumpah di hadapan Tuhan dan mendaftarkan pernikahanku di negara. Apa itu tak cukup membuatmu sadar bahwa Bella adalah milikku."

"OMONG KOSONG!" Jay berteriak geram dan memberi isyarat pada sekertaris Joan untuk memukuli Jongseong sampai tubuhnya terjatuh dari kursi membuatku terisak nyeri.

Berteriak memohon untuk sekertaris sialannya itu berhenti memukuli Jongseong yang terus terbatuk darah.

Jungwon yang berada tak jauh berusaha menggapai untuk menghentikan tapi tubuhnya yang terluka oleh tembakan tak bisa bertindak lebih banyak.

Ia tersungkur lagi menahan nyeri membuatku kian merasa bersalah, "Kumohon hentikan Jay-ya." Kataku terisak semakin perih, "Aku memilihmu. Aku akan bersamamu selamanya sampai aku mati asal lepaskan Jongseong dan Jungwon."

"Tak semudah itu sayang." Kata Jay mengecup bibirku lamat. "SIAL! BERHENTI JAY PARK!" Suara penuh kemarahan Jongseong terdengar dan Jay tetap memangutku lebih dalam.

Jika saja kedua tangan ini tidak terikat aku ingin sekali menendangnya mati.

"Jay, kau berhutang satu permainan." Suara Jongseong tampak membujuk sekarang. "Kau tidak lupakan?" Tuntutnya membuat Jay perlahan melepas pangutan.

"Tentu saja aku tak lupa kak." Ia berbalik dan mendekat pada Jongseong yang sudah luar biasa babak belur oleh pukulan sekertaris Joan. "Mau di lanjutkan sekarang?"

"Ayo." Jongseong menukas cepat membuat Jay terbahak senang luar biasa yang kemudian melepas tali yang mengikat di kedua tangan dan kaki Jongseong.

Jay menyeret Jongseong seperti anjing peliharan yang tengah sekarat membuatku membuang wajah. Tak tega melihat Jongseong yang di perlakukan begitu.

"Jika kau kalah, seperti yang kau janjikan. Kau akan memberikan segalanya padaku."

Jongseong mengangguk kecil. Terlihat menahan rasa sakit di sekujur tubuh dan melirikku dengan satu senyuman seolah semua akan baik-baik saja.

Aku tergugu. Sedikit banyak merasa bersalah karna pernah berpikir bahwa ia tak pernah mencintaiku.

Keduanya mulai berkelahi membuatku terkesiap dengan jantung kian bertalu. Besar kemungkinan Jay yang akan menang. Kumohon hentikan, kumohon siapapun tolong kami.

Jay membanting Jongseong dan melayangkan tinju bertubi-tubi sampai Jongseong membalik keadaan yang persekon kemudian bisa kulihat Jay mengeluarkan pistol di sakunya.

"Jongseong awas!!"

Jongseong berusaha berkelit yang membuatku semakin gencar berusaha melepas ikatan tali di kedua tanganku untuk bisa memisahkan keduanya.

Dorrrr

Suara selongsong itu terdengar memekakan kedua telingaku membuatku stagnan dan tercekat tatkala melihat darah mulai merembes membasahi lantai.

"J-Jongseong..." []

_____________

Maaf banget baru bisa up🥺

SWEET & SOURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang