24. Tear

2.8K 344 102
                                    

"Okay. Im not single." Minhye mengucapkan hal itu dengan gamblang sementara Sunghoon menatapnya aneh.

"Tunggu. Kau mengira aku ini naksir denganmu?"

"Yups." Kata Minhye menompang dagu dengan percaya diri. "Aku ingin memperjelas saja kalau aku ini sudah punya kekasih Jungwon dan dia sudah bersuami." Katanya menunjukku.

"Ohh well," Aku jadi yang malu sendiri. "Bukankah kita perlu memesan makanan dulu?"

"Okay." Minhye memanggil pelayan dan memesan makanan yang dia inginkan begitupun denganku.

"Kau mau apa?" Tanya Minhye pada Sunghoon. "Aku samakan saja dengan Bella." Katanya membuat Minhye menyipitkan mata.

"Tunggu. Kau tidak menyukai sahabatku kan?"

"Hye." Aku menyikutnya keras. "Dia adik Jongseong." Bisikku pada akhirnya sementara ia terperanggah dan pelayan selesai mencatat semua pesanan kita.

"Wow. Jadi kalian saudara ipar?"

Aku mengangguk dan Minhye tetap menatap Sunghoon tak percaya. "Tapi kalian tak mirip." Komentarnya.

"Dan bukankah keluarga Park hanya punya dua anak lelaki? Park Jimin dan Park Jongseong?"

Oh sial. Mulut Minhye memang terkadang sangat menyebalkan.

"Simpan itu di kepalamu Minhye." Bisikku pelan.

Sementara ia masih terlihat bergelut dengan pikirannya. Okay. Lupakan dengan otak Minhye yang terkadang suka jadi detektif conan.

"Bella."

"Ya?!" Aku menyahut kelewat keras dan Sunghoon mengulum senyum. "Aku tak apa. Wajar jika temanmu menanyakan hal itu." Katanya kalem.

Aku semakin tak enak. "Maaf."

"Not problem." Sahutnya ringan. Sampai kami berdua hanya bersitatap dan suara deringan bel khas pintu cafe terbuka terdengar.

Ironisnya yang datang itu Jongseong dan Seulhae.

"Kau kenapa disini?" Tanya Jongseong pada Sunghoon dengan suara tak suka.

"Tentu saja berkencan denganku." Sahut Minhye dan menepuk punggung tangan Sunghoon untuk menyelamatkanku.

Jongseong mengangkat alis, "Aku kira kau tipe pria setia."

"Iya tidak sepertimu." Kataku menatapnya tajam yang kini bergandengan mesra dengan Seulhae.

Pesananan pun datang dan Jongseong memilih ikut bergabung dengan meja kami bersama Seulhae tanpa tahu malunya. "Well, haruskah kita pergi?" Minhye bersuara dengan nada sebal.

"Kenapa? Ini bisa disebut reuni kecil kita Minhye." Sahut Seulhae senang dan memeluk lengan Jongseong mesra.

Oh sial. Aku ingin sekali menyiram wajah sok manisnya dengan jus apel milikku. "Oh aku ingat. Bukankah kita pernah satu kelompok di proyek musim panas kelas dua SD?" Jongseong menjentikkan jari.

Aku selalu mengingatnya. Itu kenangan lama yang akan selalu membekas dalam ingatanku.

"Persetan dengan itu." Minhye menarik lenganku keluar dari cafe dan aku menurutinya dengan pandangan kian memburam.

"Fuck you Bella!" Desis Minhye marah. "Kau seharusnya mengamuk disana melihat suami sialanmu bersama gadis lain."

"Aku tak bisa..." Aku tercekat dengan pandangan kian buram oleh air mataku. "Aku tak bisa karna Seulhae memang berhak atas Jongseong."

"Fuck! Kenapa kau bisa berpikir begitu huh?!" Ia menyentak bahuku keras. "Kau mau sampai kapan lemah begini Bella? Kau ingin Seulhae merebut Jongseong seperti ayahmu?"

"Mereka memang menginginkan Seulhae. Bukan aku Minhye." Kataku dan Minhye terdiam menjitak kepalaku sesaat membuatku tergugu yang kemudian ia memelukku erat.

"Oh sial. Dunia memang sialan." Umpatnya menepuk punggungku selagi aku masih terisak.

••••

Aku tidak pulang ke aparteman dan memilih pulang ke rumah tanpa menjawab segala pertanyaan yang ibu suguhkan padaku.

Aku ingin bercerai. Tapi bagaimana caranya?

Suara Jongseong di lantai bawah tetiba saja terdengar membuatku sontak bangkit dari atas ranjang.

Mencoba berpikir keras bagaimana caranya melarikan diri darinya.

Lantas tanpa babibu lagi aku segera keluar dari rumah lewat jendela kamarku dengan mudah karna rumahku hanyalah rumah biasa. Kemudian membawa sepeda Sunoo yang ada di halaman.

Aku mengayuh sepeda dengan kecepatan luar biasa tanpa tentu arah asal aku bisa pergi menjauh dari si Jongseong, "Bella." Suara Jongseong tetiba saja terdengar.

Oh sial.

Aku semakin mengayuh cepat dan sialnya ban sepeda tergelincir oleh batu runcing yang membuatku jatuh berguling dari sepeda.

Jongseong datang mendekat mencoba membantuku berdiri dengan benar, "Hei, mana yang sakit?" Tanyanya dengan air muka penuh khawatir dan berusaha menyingkirkan tanah di sekitaran pakaianku.

Aku berdecak. Ini rasanya seperti di paksa pulang saat tengah bermain di musim panas oleh ibu.

"Tinggalkan aku."

"Apa?"

"Aku bilang. Tinggalkan aku Park Jongseong." Desisku.

Sementara ia menatapku sulit dan terkekeh senggau. "Jangan besar kepala Bella." Desisnya.

"Apa?"

"Kau pikir selama ini aku mencintaimu?"

Oh fuck. Ingatan semalam tentang pernyataan cintanya tetiba saja terbayang semakin merobek hatiku.

Aku terkekeh senggau juga sepertinya dan mengusap air mataku kasar. "Aku tahu kau memang pembohong sialan."

"Yah aku memang sialan." Katanya membuat melayangkan satu tamparan keras padanya. "Itu untuk satu kebohonganmu tentang semalam." Desisku.

"Jangan lagi. Kau mengatakan pernyataan cinta busukmu Jongseong."

"Fine." Desisnya.

"Aku juga tidak ingin kau menyentuhku lagi." Kataku dan ia mengeraskan rahang menarik lenganku semakin mengikis jarak. "Lantas keturunanku lahir dari mana Bella?"

"Itu bisa kau pikirkan sendiri Jongseong. Kau bisa menyentuh Seulhae atau wanita manapun yang sudi melahirkan keturunanmu."

Ia menatapku kelewat tajam dan menyentak lenganku kasar. "Kau tidak mengerti Bella." Katanya dengan nafas yang kian memburu menatapku.

"Kita di awasi. Kau harus tahu itu."

"Ohh..." Kekehku. "Jadi keluargamu juga pasti tahu kau sudah sering menodai pernikahan kita dengan perselingkuhanmu."

"Ya mereka tahu." Desisnya. "Kalau aku tidak lahir dari keluarga Park yang penuh aturan kolot. Aku sudah pasti akan bisa menceraikanmu detik di saat Seulhae kembali."

Okay. Aku benar-benar terluka oleh mulutnya yang penuh racun itu.

Ini seperti luka proses dimana robekan itu kian menggangga yang membuatku menatapnya getir dan meninju dadanya berulang kali sekuat tenaga yang aku bisa.

Ia terdorong beberapa kali yang dengan paksa memelukku erat. "Kau tahu ini menyakitiku Jongseong."

"Kalau begitu jangan mencintaiku Bella. Dengan begitu kau tidak akan terluka terlalu banyak." []

SWEET & SOURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang