Setengah kesadaranku yang semakin di ambang batas aku merasakan seseorang merengkuh tubuhku dalam gendongan.
Jay yang terbaring tak sadarkan diri juga mulai di bopong ntah kemana sampai pandanganku menggelap sepenuhnya.
Suara ngengat dan hujan terdengar. Aku kecil yang menunggu di salah satu podium sekolah terlihat. Mimpi ini lagi.
Aku mencoba menggapai diriku saat kecil itu tapi tak bisa. Seolah aku hanya layak menjadi penonton yang tak bisa mengetahui kejadian selanjutnya.
Sampai seseorang memanggilku dan membuat diriku yang kecil itu menoleh ke belakang. Aku pun terbangun dengan nafas memburu yang ntah kesekian kalinya tak mengetahui siapa sosok yang memanggilku dalam mimpi itu.
"Kau sudah bangun?"
Aku dengan susah payah melirik ke asal suara dan menemukan tante Wendy yang berdiri di dekat jendela ruang rawat inap ini.
"Iya ibu." Sahutku seadanya. Kemudian ia tampak menatapku lurus tanpa terbaca dan aku yang sudah lelah dengan segala kelumit tidak ingin menduga banyak hal lebih jauh.
"Bagaimana keadaan Jay, bu?"
"Dia di ruangan sebelah." Kata tante Wendy yang kemudian menghela nafas dengan netra redup. "Aku harap ini terakhir kalinya kalian berdua berbuat ulah."
Setelah berkata begitu tante Wendy pun pergi dari ruangan. Aku menilik segala hal yang ada dalam ruangan seperti ruang rawat inap pada umumnya.
Sampai dokter Yeri datang memeriksaku tanpa banyak bicara seperti biasanya. Hanya menanyakan kondisi yang aku rasakan seperti dokter pada umumnya.
Namun kali ini terasa janggal. Aku pun dengan tertatih keluar ruangan sambil membawa tiang infusku. Ternyata ini bukan rumah sakit seperti dugaanku di awal.
Ini seperti satu bagian rumah yang di modifikasi sedemikian rupa seperti bangsal rumah sakit. Aku pun setelah lelah berkeliling segera masuk ke ruang dimana Jay di rawat.
Ia tampak duduk merenung di kursi roda yang menghadap keluar jendela dengan kepala di lilit oleh perban. "Kau baik-baik saja Jay?" Tanyaku tanpa mendekat hanya berdiri tak jauh dari pintu ruangan.
"Hn." Ia menyahut kecil tanpa menoleh. Suasana pun terasa begitu dingin yang menyesakkan.
"Kau marah?"
"Tidak." Ia melirikku sesaat, "Kemarilah Bella." Katanya yang membuatku berjalan mendekat dan melihat pohon mapple yang berguguran di bawah sana memberikan kesan sendu seperti hubunganku dengan Jay.
"Apa kata dokter Yeri?"
"Kandunganku baik-baik saja." Kataku melirik perutku tanpa mengusapnya yang masih berat sekali aku lakukan.
Jay membawa satu tanganku untuk mendekat dan mengusap perutku dengan lembut yang kemudian mengecupnya sesaat. "Jaga dia baik-baik Bella."
Aku hanya mengangguk dan membuang wajah tak ingin memasukkan momentum ini terpatri mati dalam ingatan.
Sampai aku merasakan kedua lengannya merengkuh pinggangku memelukku dengan wajahnya ia sengaja sandarkan pada perutku.
Aku yang tak tega pun mengusap puncak kepalanya dengan hati-hati membuatnya terkekeh serak. "Kau tahu cerita ini tidak?"
"Apa?"
"Kisah dimana seorang penculik menyukai tawanannya?"
"Tidak." Kataku dengan heran, "Kenapa mengatakan hal itu?"
Jay akan mengatakan sesuatu namun suara ketukan terdengar dan pintu pun terbuka menampilkan sekertaris Joan yang kemudian memberitahu satu hal yang menjemukan.
"Para tetua menyesal atas insiden tadi jadi ini tiket berlibur bulan madu untuk kalian berdua ke Italia dan Norwegia." Katanya yang dengan satu senyuman miring terpeta jelas memberikan rasa janggal itu lagi.
"Mungkin dengan pergi berbulan madu kalian bisa menjadi pasangan terbaik di keluarga Park ini."
••••
Aku memilih tidur di ruangan rawat inap Jay karna ntah mengapa merasa takut dan di awasi. Mereka menyetujui dengan membawa ranjang rawat tambahan di samping ranjang Jay.
Meski sebetulnya aku ingin tidur satu ranjang dengannya karna takut tanpa alasan jelas. Tapi karna sama-sama punya infusan di tangan membuatku tak ada pilihan lain selain tidur di ranjang lain.
Sementara Jay tampak lebih diam sekali. Seolah banyak sekali yang ia pikirkan.
"Jay-yaa.." Aku mulai bosan dan belum mengantuk sama sekali.
"Iya sayangg..." Ia menoleh menatapku sepenuhnya tanpa melamun lagi. "Aku bosan sekali.." Keluhku dan ia terkekeh kecil yang benar-benar tawa yang menyentuh kedua matanya.
Ia pun dengan hati-hati turun dari ranjang membuatku heran, "Ayo.." Katanya menarik tanganku untuk turun juga.
Aku menurut dan kami pun berjalan keluar dari ruang rawat inap ke suatu tempat yang ternyata berupa atap dari rumah ini dengan dekorasi seperti taman kecil membuatku mengulum senyum.
Lantas duduk di salah satu bangku sambil menikmati bentangan langit malam tanpa bintang sama sekali. "Sudah tak bosan lagi?" Tanyanya yang ikut duduk di sampingku.
"Iya Jay..." Kataku sambil meliriknya ke samping dan terdiam saat jarak wajah kita dekat sekali. Sampai perlahan ia semakin mengikis jarak memangutku ke dalam ciuman lembutnya.
Aku membalasnya tanpa bisa kutahan lagi dan mengusap sisi wajahnya lamat. Beberapa kali ciuman kami terlepas untuk mengais nafas dan berciuman lagi.
Sampai suasana semakin panas dan Jay dengan nafas memburu mendekapku erat. Yang kemudian ciumannya turun ke leher dengan satu tangannya meremas dadaku.
Aku berusaha mengais akal sehatku. Mengingat janji pada diriku sendiri untuk tidak membiarkan ia menyentuhku lagi. Tapi tak bisa.
Sentuhannya membuatku semakin terlena dan perlahan pasrah saja dengan apa yang akan ia lakukan
"Jayyy..." Ia membuka kancing kemeja pasien yang kupakai dan mulai menghisap putingku seperti bayi yang tengah menyusu. "Sshhh pelann..."
Tubuhku masih ngilu dan sakit sampai Jay berhenti menatapku penuh kabut, "Sakit?" Tanyanya dengan khawatir.
Aku mengangguk kecil, "Jangan terlalu keras.."
"Mianhae..." Ia mengusap sisi wajahku sesaat dan mencium keningku tanpa nafsu menggebu seperti tadi lagi lalu turun mengecup cuping telingaku, "Mau berhenti atau berlanjut sayang?"
"Berhenti, kumohon Jay..." Kataku yang membuatnya perlahan menjauhkan diri dengan aku segera membenahi pakaianku.
Lama kami saling diam tanpa ada yang bersuara sampai netraku terpaku pada satu hal. "Itu bukankah mainan kincir angin milikku? Kenapa ada di situ Jay?" Tanyaku kaget sekaligus heran karna seingatku kincir angin pemberian dari Jihoon itu hilang dari rumahku. []
___________
Pengen banget bisa up terus tapi kegiatan di real life aku akhir-akhir ini padet banget ;((
.
See next chap^^
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEET & SOUR
FanfictionBella tidak pernah berencana menikah dalam kehidupannya setelah perceraian kedua orangtuanya. Baginya hubungan romantisme adalah lelucon paling lucu dalam kehidupan. Sampai takdir membelitnya bersama Park Jongseong yang tidak akan pernah melepasnya...