49. Blurp

1.9K 268 19
                                    

Seulhae menatap Jay yang sedang sibuk membuat kincir angin buatan di taman kota. "Untuk Bella?" Terkanya ikut berjongkok.

Jay melihat Seulhae sekilas dan mengangguk. "Bella sepertinya suka dengan kincir angin." Katanya merentangkan kincir angin buatannya ke atas lalu berlarian di sekitaran taman untuk mencoba kincir angin buatannya berfungsi atau tidak.

Sementara itu Seulhae memperhatikan dengan satu senyuman lantas beranjak kembali ke rumah dengan sepedanya sampai tak sengaja berpapasan dengan satu orang lain.

"K-kau?"

Lelaki yang sepantaran dengannya itu tersenyum memberikan ikat rambut miliknya. "Ini milikmu sepertinya terjatuh di jalanan tadi."

SWEET AND SOUR

Aku pergi ke kampus kembali setelah meyakinkan pada ibu bahwa aku baik-baik saja. Aku tidak ingin tertinggal kelas lebih jauh yang sebentar lagi akan ujian semester akhir dan mendapatkan nilai E.

Minhye sudah dengan hebohnya menyambutku dan menangis mendengar semua curhatanku.

"Kau memang harus segera bercerai dengannya Bella." Katanya menggebu sambil membuang ingus di tisu. "Aku ingin kau segera bercerai dengannya, bagaimana mungkin kau sudi di sentuh oleh lelaki brengsek tukang selingkuh sepertinya?!"

"Bisa saja kelaminnya bermasalah karna suka tusuk sana sini."

"Minhye." Tegurku melihat sekeliling restoran takut ada teman sekampus yang menguping. "Pokoknya aku dukung kakakmu titik. Kalau perlu aku juga akan menyewa pengacara lagi."

"Iya tapi--" Aku ingat ruang persidangan keluarga Park. Jika perceraian itu benar terjadi, apa yang akan terjadi pada Jay?

"Kak Taehyung juga sudah membicarakan ini dengan temannya." Kataku dan Minhye menatapku dengan menyipit. "Aku khawatir kau yang goyah Bella."

"Ti-tidak." Kataku tergagap menatap kearah lain dan Minhye berdecak sebal. "Kau itu harus membuka mata Bella. Dia bukanlah lelaki baik dan sekarang kak Heeseung juga kembali."

"Iya tapi sudah terlambat."

"Terlambat apanya? Kalian itu saling mencintai sebelum ada pernikahan mendadak sialan itu."

"Tapi--"

Bunyi bel pintu khas cafe berdenting setiap terbuka pun terdengar dan memperlihatkan Heeseung yang semakin tampan dari terakhir kali kulihat. "Aku kira kau sibuk ternyata sibuk saling menggosip disini." Katanya setelah duduk di samping kursiku yang kosong.

Aku diam dengan menatap kesal pada Minhye. "Sunoo yang memberitahuku kau disini Bella." Katanya seolah mengetahui apa arti tatapanku pada Minhye yang kini membuang muka.

"Ohh aku lupa ada janji kencan dengan Jungwon." Kata Minhye segera beranjak membuatku tambah kesal. "Sudah kalian disini saja. Nikmati lepas rindu kalian okay, bye..."

Minhye dengan gesit pergi tanpa mendengar tanggapanku atau pun Heeseung yang kini mengulum senyum dan memberiku satu kotak.

"Ini pesananmu nona." Katanya membuatku tak enak hati tapi senang juga mendapati miniatur attack on titan. "Levi mendarat dengan sempurna ke tangan nona yang cantik."

"Sudah cukup kak." Kataku geli. "Terima kasih aku suka." Sambungku dan Heeeseung mengusak puncak kepalaku.

"Apapun untuk adik kecilku." Katanya yang kemudian memelukku. "Maaf pergi dan pulang secara mendadak seperti ini pasti membuatmu marah sekali sampai tak ingin menjemput di bandara."

"Sunoo yang menggantikan. Itu sama saja kan?"

"Tidak. Aku ingin di jemput olehmu Bella." Katanya melonggarkan pelukan dan aku segera melepasnya. Duduk memberi jarak karna bagaimana bajingannya Jay aku tetap menghargainya untuk tidak terlalu dekat dengan lelaki lain.

"Bagaimana kuliah kakak disana?"

"Menyenangkan. Aku juga bertemu teman baik disana." Katanya membuatku mengulum senyum tanpa ada percikan api di hati seperti dulu.

"Siapa? Apa itu akan jadi calon kakak iparku?"

Heeseung bersemu yang kemudian membuatku terkekeh. "Aku tebak itu pasti ya. Aku akan mendapati calon kakak ipar?"

"Mungkin." Katanya semakin bersemu. "Tapi aku butuh persetujuanmu."

Kami pun saling bertukar cerita dan aku masih tetap menyembunyikan fakta pernikahanku dengan Jay.

Sampai sore menjelang aku pun di antar pulang oleh Heeseung ke rumah dan di sambut heboh oleh ibu sampai menyiapkan makan malam begitu banyak.

Heeseung yang sudah kekenyangan mengajakku berkeliling komplek yang katanya untuk menurunkan kadar lemak. "Kau itu sudah kurus kering begitu kak." Cerocosku ntah keseberapa kalinya dan ia tergelak menggandengku lagi.

Pohon mapple yang berderet di musim gugur seperti ini seolah memberiku ingatan lama. Dimana Heeseung dulu menangis terpojok oleh segerembolan bocah lainnya.

Kak Taehyung yang sok super hero pun mengusir anak-anak perundung itu dan Heeseung yang merasa punya hutang budi pun berjanji akan terus melindungiku.

Bersikap seperti seorang kakak dan aku yang tak tahu diri malah menyimpan perasaan dalam diam.

"Besok Aikoo juga akan kesini."

"Teman mesramu itu?" Tanyaku menatapnya yang kembali bersemu.

"Yah bisa dibilang begitu." Katanya berdeham. "Dia juga ingin bertemu dengan teman lamanya disini."

"Dia punya teman disini? Memangnya sempat tinggal di Seoul juga?"

"Tidak, katanya si teman pernah di rawat di Jepang tempat rumah sakit ayahnya bekerja."

"Temannya sakit apa?" Aku bertanya sambil melihat dedaunan yang jatuh dan memikirkan Jay yang tak ada kabar apapun seharian ini.

"Kalau tidak salah sakit kulit." Kata Heeseung dengan wajah berpikir keras. "Tapi aku lupa kronologis jelasnya. Yang pasti mereka berteman karna Aikoo sering ke rumah sakit juga saat itu."

"Kasihan, gadis yang malang." Kataku prihatin.

"Dia lelaki, namanya Jay." []

SWEET & SOURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang