Musim gugur selalu menjadi musim favoritku. Ntah karna daun mapple yang berguguran memberi kesan sendu tapi menenangkan. Atau garis warna di musim ini selalu mengaburkan kesedihan?
"Katanya daun mapple yang belum jatuh ke tanah dapat mengabulkan satu permintaan." Jongseong tetiba saja bersuara membuatku tanpa sengaja menatap matanya.
Sial. Seribu sial. Padahal aku sudah sekuat tenaga untuk tidak bertukar pandang dengannya.
Suara kekeh gemanya terdengar lagi. Membuatku senang dan sedih dalam bersamaan. "Jangan kaku begitu." Katanya yang ntah keseberapa kalinya dalam dua jam terakhir ini.
Ia lantas menyodorkanku daun mapple yang sedari tadi ia pegang, "Ini buatmu saja."
"Ke-kenapa?" Aku bertanya tanpa menatapnya dan hanya melihat pada Jay yang sedang fokus berburu di depan sana bersama Joan yang katanya adalah sekertaris pribadinya.
"Kau terlihat lebih membutuhkannya." Katanya dengan kemudian satu hela nafas kembali terdengar. "Kau seperti kehilangan arah Bella-ssi."
Aku sudah lama tak memiliki arah kehidupan sejak kau meninggalkanku Jongseong.
"Terlihat jelas ya." Kataku getir dan kemudian memilih menyelipkan daun mapple pemberiannya ke saku mantelku.
Percuma membuat harapan kalau takdir selalu mempermainkan hidupku.
"Belum membuat harapan?"
"Sudah." Kataku dengan tanpa sadar mencebik dan ia tertawa lepas begitu saja membuatku mendongak menatap bagaimana ia tertawa yang akan aku rekam dalam repetisi ingatanku sebagai obat kepalan rinduku.
Aku tersenyum tanpa terhankan dengan kedua pipi memanas begitu saja, "Kau tak pandai berbohong Bella." Katanya dengan satu langkah mendekat dan meronggoh saku mantelku begitu saja.
"Aku ajarkan membuat harapan dengan benar." Ia membawa satu tanganku untuk ikut memegang daun mapple yang kini berpindah pada genggaman tangannya.
"Nah sekarang katakan harapanmu."
"Aku ingin hidup bersama dengan orang yang teramat aku cintai sampai ajal yang memisahkan."
Ia memandangku lamat dengan tatapan yang begitu kurindukan, mungkinkah Jongseong tak melakukan hipnoterapi itu?
"Jong---"
DOORRR
Aku berjengkit kaget dengan teriakan tertahan segera berjongkok dan menutup kedua telingku. Tubuhku bergetar hebat dengan kilas bayang keliman teror sampai kurasakan seseorang menyentakku pada kesadaran penuh.
"Bella, hei sayang tenanglah.."
"Apa? Kau mengatakan apa?" Aku menuntut penjelasan pada Jongseong yang berusaha menenangkanku.
"Kau tenanglah, itu suara selongsong tembakan Jay pada buruannya."
"Tidak, bukan itu yang kau katakan tadi." Kataku dengan suara meninggi, "Kau memanggilku sayang, apa maksudmu?"
Jongseong memalingkan wajah sesaat dan kembali menatapku dengan satu tatapan yang aku kenali dengan jelas bahwa ia menyimpan satu kebohongan. "Kau salah dengar Bella."
Ia berdiri dan akan berjalan menjauh yang dengan cepat aku segera mencekal lengannya untuk menahannya. "Aku tidak melakukan hipnoterapi itu." Kataku cepat dengan jantung bertalu gelisah.
Kalau pradugaku tak benar mungkin Jongseong akan menganggapku gila sekarang. Tapi aku tidak peduli. Aku hanya ingin mengurai semua teka teki gila ini.
"Aku menolak hipnoterapi itu. Aku mengingat semuanya. Tentang kau dan Noa. Aku tidak--" Aku tercekat oleh nafasku sendiri yang kian tak beraturan sampai Jongseong mendorongku cukup kasar.
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEET & SOUR
FanfictionBella tidak pernah berencana menikah dalam kehidupannya setelah perceraian kedua orangtuanya. Baginya hubungan romantisme adalah lelucon paling lucu dalam kehidupan. Sampai takdir membelitnya bersama Park Jongseong yang tidak akan pernah melepasnya...