Aku duduk termenung dengan serial drama favoritku masih terputar di televisi yang aku abaikan karna pikiranku penuh akan Jay yang belum juga pulang.
Tadi siang ia memilih pergi bersama kak Beomgyu dengan alasan kerja kelompok mendadak yang begitu klise padahal aku tahu dari konversasi keduanya yang akan mencari Seulhae.
Sampai kemudian aku jatuh tertidur di atas sofa dan terbangun tatkala mendengar suara pin pintu aparteman terbuka menampilkan Jay yang tampak begitu semeraut segera masuk ke dalam kamarnya tanpa berkata apapun padaku membuatku menghela nafas.
Padahal baru satu malam kemarin kami berdua melalui malam panas tapi ia sudah bisa mengacuhkanku begitu saja membuatku tertawa lirih menertawakan kebodohanku.
Mengapa bisa dengan mudah jatuh memberikan segalanya pada satu lelaki yang sudah jelas hatinya bukanlah milikku. Aku dengan getir pun mematikan televisi dan masuk ke dalam kamarku.
Bersyukur bahwa tadi malam tidak melakukannya di dalam kamarku jadi aku tidak terlalu terbayang oleh kejadian kemarin dan tadi pagi.
"Bella." Pintu kamarku tetiba saja terketuk. "Kau sudah makan?"
Aku tak menjawab dan berusaha untuk tidur sampai suara pintu kamarku terbuka membuatku mengutuk diri sendiri kenapa tadi tidak mengunci pintu. "Aku tahu kau belum tidur." Katanya membuatku berdecak dan berbalik menatapnya.
"Apa? Kau mau apa?" Ketusku.
Ia tersenyum kecil. "Kenapa jadi kucing galak lagi." Katanya ikut berbaring di sampingku dan memelukku yang berusaha aku lepas tapi tenaganya lebih besar membuatku akhirnya tak bisa berkutik. "Kau benar sudah makan?"
Aku mengangguk dan merasakan bibirnya mengecup puncak kepalaku berulang kali. "Aku bawa kue kering dari rumah, kau mau coba?"
"Nanti saja. Aku mengantuk."
"Araseo." Jay pun membalik tubuhku dan memelukku erat yang perlahan kubalas bersandar nyaman di dadanya yang berdetak biasa saja.
Tanpa debaran anomali yang aku rasakan membuat perasaanku terkepal erat. "Jay-ya.."
"Kenapa hm?"
Tidak bisakah kau mencintaiku?
"Kenapa? Kau lapar?"
"Aniya." Aku menggeleng pelan dan semakin melesakkan wajahku pada perpotongan lehernya yang beraroma musk pekat. "Bisakah kau menyanyikanku lulaby Jay-ya."
"Apapun untuk istriku." Katanya yang kemudian menyanyikan lulaby sambil mengusap punggungku lembut membuatku segera jatuh terlelap.
Sayup aku mendengar ia bebisik lirih, "Aku ingin mencintaimu Bella, sangat. Tapi ternyata sulit sekali untuk melupakan Seulhae."
••••
Aku berusaha fokus dengan materi yang tengah dosen Cho jelaskan di depan sana dan berusaha mengenyahkan segala hal tentang Jay.
Sampai akhirnya kelasku pun berakhir dan aku tidak mengerti materi apapun membuatku menggersah kesal.
"Mau sampai kapan mendengus seperti kuda begitu Bella." Kata Minhye sambil menatapku tak habis pikir.
Aku mencebik dan menyandarkan kepalaku di atas buku paket yang bertumpuk di mejaku. "Aku lelah."
"Lelah karna uangmu tak habis-habis ya." Kata Minhye dengan nada menggoda membuatku sebal. "Bukan itu."
"Terus apa?"
Aku pun menceritakan perkara Seulhae membuat Minhye ikut mendengus sepertiku beberapa waktu lalu. "Ya ampun, itu bencana Bella." Katanya heboh. "Kalau dia kembali tentu saja kau yang kalah." Katanya yang sama seperti si Jungwon. Kalau bicara selalu benar sesuai fakta tanpa memandang perasaan si pendengar.
"Yah jangan di perjelas juga."
"Oh come on Bella, kau harus bisa mengambil hati suamimu sebelum si Seulhae kembali."
"Ya bagaimana caranya? Kau tahu sendiri kan kalau perasaan itu tak bisa berubah dengan cepat?"
"Iya sih. Tapi jangan menyerah begitu saja." Katanya penuh semangat menggebu. "Ayo." Minhye menarik lenganku cepat keluar dari kelas yang memang sudah kosong hanya ada kami berdua.
"Kita mau kemana?"
"Ke salon. Kau harus perawatan untuk mempercantik diri." Katanya dengan nada tak sabaran. "Kau tahu kan kalau lelaki itu penganut visualisasi."
"Iya, iya. Tapi satu jam lagi kita ada kelas berikutnya Minhye." Kataku mengingatkan. "Dan kita juga belum makan siang."
"Ah iya." Ia menepuk dahi dramatis. "Aku juga lupa ada rapat untuk seminar minggu depan di ruang BEM." Katanya yang segera berlari menjauh dengan heboh membuatku menatapnya prihatin.
Sudah pasti Minhye akan di omeli habis-habisan oleh si perfek Jungwon karna telat rapat. Sementara aku berjalan ke cafetaria sendiri karna tidak punya aktivitas lain.
Aku memang tidak mengikuti organisasi apa-apa karna malas bersosialisasi apa lagi harus rapat atau latihan terus menerus di sela waktu jam kampus.
Itu menyita waktu dan tenaga.
Cafetaria seperti biasa selalu ramai seperti dengungan lebah. Sampai netraku melihat Jay bersama teman-teman elitnya tengah makan siang sambil mengobrol dengan hebohnya tanpa menyadari semua tatapan para gadis yang memuja mereka.
Aku berani bertaruh kalau hampir semua para gadis itu kesini karna ingin melihat mereka. Terutama Sunghoon.
Aku pun mengambil baki tempat makan dan memberikannya pada petugas pembagian makanan. Setelah selesai mendapatkan makan siangku aku pun memilih duduk di meja yang jauh dari Jay dkk.
Ia juga sepertinya tak menyadari eksistensiku membuatku sadar diri dan merasa begitu kecil. Kalau dunianya bersamaku berbeda sangatlah jauh.
Aku mendadak jadi tak selera makan dan beranjak pergi menuju taman belakang kampus sampai jam kelasku selanjutnya mulai.
Minhye datang telat dan tidak di perbolehkan masuk karna dosen Im yang galak itu selalu mengangungkan perihal waktu. Aku kembali berusaha fokus tapi tak bisa karna pikiranku terus penuh akan Jay dan Jay.
Menghela nafas begitu frustasi dengan diriku sendiri dan menatap hamparan langit yang begitu mendung di luar jendela kelas sampai kelas selesai. "Kau tak pulang?" Tanya Jaemin membuatku tersentak.
"I-iya." Kataku segera membereskan buku dan peralatanku ke dalam tas ranselku. "Kau bawa payung?" Tanyanya yang kubalas berupa gelengan dan tanpa di sangka ia menyodorkanku payungnya.
"Sepertinya akan hujan. Pakai saja."
"Ta-tapi-" Jaemin malah membawa satu tanganku untuk menerima payungnya. "Pakai saja. Aku kan naik mobil jadi tak akan apa-apa."
"Gomawo." Aku menunduk berterima kasih dan ia terkekeh kecil. "Kau ini selalu saja bersikap canggung padahal kita teman sekelas sejak semester awal."
Aku tersenyum kikuk dan kami pun berjalan keluar kelas bersama sampai keluar gedung fakultas. "Atau kau mau pulang bersamaku?" Tanyanya saat melihat hujan turun begitu derasnya sekarang.
"Dia pulang bersamaku." Kata seseorang di belakang kami membuatku berbalik ke arah suara yang ternyata orang itu Sunghoon. []
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEET & SOUR
FanficBella tidak pernah berencana menikah dalam kehidupannya setelah perceraian kedua orangtuanya. Baginya hubungan romantisme adalah lelucon paling lucu dalam kehidupan. Sampai takdir membelitnya bersama Park Jongseong yang tidak akan pernah melepasnya...