06. Fever

4.9K 448 39
                                    

Keesokan paginya aku jatuh sakit. Demam dan absen ke kampus. Sementara si Jongseong tak mempedulikanku sejak konversasi sengit semalam.

Aku juga tidak berminat keluar kamar untuk menyiapkan sarapan untuknya. Biar saja ia memasak sarapan sendiri sampai bisa kucium aroma masakannya yang semerbak membuat perutku keroncongan.

Sial. Tahan Bella.

Aku memejamkan kedua mataku erat saat pintu kamar di ketuk. "Aku tahu kau sudah bangun Bella." Katanya dan aku tetap bungkam.

"Aku sudah menyiapkan sarapan." Lanjutnya yang kemudian suara derap langkah menjauh dan suara pintu aparteman terbuka tertutup pun terdengar yang mengindikasikan bahwa si Jongseong telah pergi dari aparteman.

Aku pun bergegas keluar yang meski dalam keadaan sakit atau demam sekalipun aku tidak pernah kehilangan selera makanku. Apa lagi dari aromanya saja sudah pasti enak membuatku tak sabar ingin segera sarapan.

"KAU KENAPA MASIH ADA DISINI?!" Jeritku kaget saat melihat presensinya duduk di kursi meja makan menungguku. "Aku tahu kau pasti akan keluar setelah aku pergi."

"Ja-jadi--" Gagapku tak habis pikir. Pasti ia berpura-pura pergi tadi dan menipuku.

"Sudahlah. Duduk dan ayo makan." Katanya yang aku dengan menahan malu juga kesal pun duduk di depannya. Ia memberiku nasi dan lauk di piringku dengan telaten.

"Aku sudah menghubungi kak Yeri untuk memeriksamu."

"Hm." Aku menyahut dengan gumaman. Masih marah dan malas berbicara dengannya.

"Nanti malam kita perlu ke rumah nenek lagi."

"Lagi?" Keluhku. "Aku kan sakit." Protesku kemudian.

Sungguh. Aku masih belum siap kembali datang bersosialisasi dengan seluruh keluarga ningratnya yang penuh aturan memuakkan.

"Juan sakit. Kau perlu menjenguknya untuk memperlihatkan diri sebagai menantu yang baik."

"Hm."

"Jadi sekarang istirahatlah agar nanti malam kau punya tenaga." Katanya dan aku dengan berat hati mengangguk. Sadar dengan tak ikhlas bahwa sebagai istri aku harus menurut pada suami sesuai nasihat ibu.

Kemudian ia pun diam dan mulai memakan sarapannya. Aku habis duluan sih tapi sebagai bentuk penghormatan dan kesopanan untuk si suami aku tetap menunggunya sampai selesai.

Ia mengusap bibirnya dengan serbet tanda bahwa ia sudah selesai. Aku pun mengambil semua piring kotor dan membawanya ke westafel yang segera aku cuci.

"Yak!!" Aku kaget saat ia tetiba saja memelukku dari arah belakang hampir saja aku menjatuhkan piring. "Maaf tentang semalam." Katanya mengecup pipiku lamat membuatku terdiam lama. "Aku terlalu emosi sampai berani menamparmu dan membuatmu sakit seperti ini."

"Hm."

"Kau mau memaafkanku?" Pintanya dengan tatapan mata anak anjing yang membuatku menghela nafas menepuk pipinya, "Maaf diterima."

Tawa kecilnya pun mengudara dan memelukku erat, "Gomawo yeobo.."

Okay. Apa si Jongseong ini tengah berlatih bersandiwara jadi suami potensial?

••••

Setelah kepergian Jongseong yang menghadiri kelas tiga mata kuliahnya hari ini. Aku pun menghabisakan waktu di dalam kamar dan kak Yeri yang adalah salah satu dokter keluarga Park pun benar datang memeriksaku.

Aku setelah memakan pesanan online dan minum obatpun beralih duduk di sofa untuk menonton film karna bosan. Lantas beranjak terbaring di atas karpet karna ingin lebih leluasa menonton serial drama sampai akhirnya jatuh tertidur.

Sampai terbangun oleh gerakan di sampingku yang membuatku terkesiap di bawah rasa kantukku dan menyadari itu Jongseong.

Ia memelukku sampai dahi kami bersentuhan, "Kau panas sekali Bella." Lirihnya yang membuatku mengusap sisi wajahnya dan pandangan kami beradu. "Kita ke rumah nenek jam berapa?" Tanyaku saat menyadari hari sudah gelap.

Jongseong mengusap satu tanganku yang ada di pipinya lamat, "Tak perlu. Kau masih demam Bella." Katanya dan membawaku semakin dekat.

"Jangan terlalu dekat Jongseong nanti kau tertular demamku." Kataku menahan dadanya tapi kekuatannya jauh lebih besar sampai aku berada di dalam pelukannya sepenuhnya.

"Tak apa. Biar kau cepat sembuh Bella." Katanya dan aku melesakkan wajahku pada ceruk lehernya dengan hati yang perlahan menghangat. "Gomawo Jay-ya." Kataku dan ia terkekeh kecil.

"Akhirnya kau memanggil nama kecilku."

"Kau tidak suka?" Aku mendongak menatapnya yang sudah lebih dulu menatapku. "Tentu saja aku suka Bella." Katanya yang perlahan menunduk dan tanpa terduga memangut bibirku.

Aku perlahan membalas ciumannya membuatnya semakin mensesap bibir atas dan bawahku bergantian. "Hhh.." Aku mencengkram kemeja depannya erat saat ia melesakkan lidahnya.

Bunyi kecipak ciuman basah kami pun terdengar sampai beberapa kali berhenti untuk mengais nafas dan kembali berciuman seolah tak ada hari esok. "Bella..." Ia terenggah bersahutan denganku dan menatapku sayu.

"Boleh ya?" []

SWEET & SOURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang