39. Square One

2.4K 334 59
                                    

Jay membawaku ke satu rumah besar bertingkat tiga gaya modern di gangnam. "Ini rumah kita Bella, sudah selesai hari ini omong-omong." Katanya sambil tersenyum hangat.

Kalau saja rentetan kejadian Seulhae tak ada. Mungkin aku akan berjingkrak kesenangan mendapati rumah masa depan yang begitu megah begini.

"Oh rumah yang tadinya akan kau tinggali dengan Seulhae ya." Komentarku sementara air muka Jay sudah berubah muram.

"Kenapa membahas itu?" Ketusnya.

Aku tak menanggapi dan memilih berjalan berkeliling rumah tanpa minat. "Kenapa tak sekalian bawa Seulhae saja kesini? Kan ini rumah impian kalian."

"Bella Park." Jay memanggilku penuh tekanan dan intimidasi. Aku mendengus keras dengan sengaja, "Jangan merubah nama seenaknya. Lagi pula sejak awal aku sudah memutuskan tak mengganti margaku. Aku tetap Bella Kim, jika kau lupa Jongseong."

Ia lantas menghela nafas dan mengurut pelipis. Terlihat berusaha keras menahan luapan emosi. "Kalau begitu aku buat rumah lain lagi. Sesuai yang kau inginkan Bella."

"Ohh hhahaha tidak perlu. Lagi pula aku dan kau juga akan berpisah cepat atau lambat." Kataku sambil tertawa kering sampai Jay memojokanku di dinding yang menghadap pada halaman belakang.

"Tak ada perpisahan Bella." Desisnya dengan rahang mengeras. "Jangan menguji kesabaranku."

"Oh jadi kau mau marah? Mau menghukumku? Seperti apa? Dengan penis sialmu?"

"Bella!" Bentak Jay keras dan aku tetap stagnan menatapnya lurus-lurus. "Kau tahu Jay, aku pernah kehilangan ayahku. Aku juga sudah sejak lama sekali tidak mendapati figur ayah dalam kehidupanku," Aku menjeda sesaat. Menahan isak tangis yang di ujung kerongkongan.

Aku ingin berbicara jelas tanpa isak tangis menyedihkan. "Rasanya sangat tidak enak. Begitu menyedihkan. Hal-hal menyakitkan seperti itu aku tidak ingin anakku rasakan Jay."

"Maka dari itu sudah sejak lama sekali aku bertekad tidak ingin menikah karna aku takut ayah dari anakku seperti ayahku sendiri."

"Aku tidak-" Jay akan menyahut dan segera kusanggah, "Tapi sudah jelas. Kau akan seperti ayahku. Mana mungkin aku mau melahirkan anak ini jika nantinya kau akan menyakitinya."

"Lebih baik ia tak lahir atau mendapati ayah baru yang lebih baik." Kataku dengan nada final yang tanpa terduga Jay menghantamkan satu tinju keras di dinding sisi kepalaku.

Bertubi-tubi membuatku gemetar membeku di tempat seolah di paku dalam udara. "Dengar ini baik-baik Kim. Sekarang, selanjutnya atau pun selamanya kau tidak akan pernah aku lepaskan."

"Kau masih tidak mengerti?" Kekehku serak dalam keliman air mata yang sudah membasahi wajahku perlahan. "Aku tidak akan pergi jika kau memilih Jay."

"Aku hmphhhh.."

Jay merangkum wajahku dan memangutku ke dalam ciuman panas yang tak bisa kulepas berulang kali.

Ia terus menciumku rakus sampai aku memukul dadanya keras bertubi-tubi perlahan mengendur saat merasakan isak tangisnya yang terselip terdengar.

Jay perlahan melepas pangutan dan menempelkan keningnya dengan keningku, "Jangan pergi, kumohon... aku mencintaimu Bella bahkan melebihi diriku sendiri."

"Kau tahu dengan benar cara bagaimana aku tidak akan pergi di sisimu Jay." Kataku dan segera beranjak menjauh darinya yang terlihat sudah sibuk dengan pikirannya.

••••

Aku tercenung menatap plafon kamarku dengan bosan. Beberapa puluh menit lalu Jay sudah pamit dari rumah dengan alasan ia menitipkanku disini karna akan pergi ke luar kota.

Ibu tidak curiga. Bersikap seperti biasanya yang mungkin kabar buruk tentang kehamilan Seulhae juga belum terdengar olehnya.

Aku juga belum memberitahu kehamilanku. Bahkan mengusap perutku pun rasanya berat sekali tapi dengan perlahan aku mencoba.

"Kenapa? Lapar?"

Aku berjingkat kaget dan terduduk menemukan Sunoo sudah berada di dalam kamarku menatap keheranan, "Dari tadi kulihat kakak mengelus perut terus. Lapar ya?"

"Sedikit." Sahutku malas dan kembali berbaring lagi.

"Toko klontong paman Hoseok sudah buka lagi lho."

"Jinjja?" Aku bangkit duduk kegirangan. Soalnya hanya ada di toko klontong paman Hoseok yang menjual kue kering kesukaanku. Di tambah harganya juga murah apa lagi dapat diskon jika datang dengan senyuman sumringah.

"Ayo kesana." Ajakku cepat meraih lengan Sunoo yang segera mengiyakan.

Sedikit heran sih. Karna biasanya ia perlu bersungut-sungut dulu sebelum mau mengantarku kemana pun itu.

"Tumben kau baik. Ada apa? Kau mau sesuatu ya?" Tudingku curiga. Saat ia membawa sepeda baru pemberian dari Jay karna sepedanya waktu itu rusak karna acara kaburku.

Sunoo hanya memutar mata malas tanpa menanggapiku membuatku mencebik segera duduk di bangku boncengan sambil memeluk perutnya. "Kakak ada masalah?"

"Aniyaa.." Kataku sambil menyandarkan sisi wajahku di punggung Sunoo. "Hanya lelah saja."

Lelah dengan semua sikap labil Jay dan sifat manipulatifnya.

"Ini sedikit menggelikan, tapi kalau kau butuh teman bicara aku siap mendengarkan." Katanya membuatku terkekeh menepuk perutnya sekilas.

"Aigoo, Sunoo ini mau jadi adik yang menggemaskan ya sekarang."

"AH LUPAKAN! TARIK UCAPANKU!"

Aku terkekeh dan semakin memeluknya erat terus mengusilinya sampai tiba di toko klontong paman Hoseok yang sepertinya sedang ada pelanggan baru.

"Ohh Bella lama tak bertemu sayang.." Paman Hoseok menepuk punggungku riang lantas mengangguk pada seseorang di dekatnya, "Ini Jake, dan Jake ini Bella." Katanya saling memperkenalkan aku dan satu orang lelaki di dekatnya.

Rasanya tak asing tatkala netra kami bertemu. Belum lagi perasaan tak nyaman tetiba saja berderak seolah seperti alarm bawah sadarku.

Pertanda seperti lonceng bahaya.

"Senang bertemu denganmu lagi Bella." []

_______________

Makasih ya vomentnya♡

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Makasih ya vomentnya♡

SWEET & SOURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang