Bab 3

4.2K 238 0
                                    


Elsa berkali-kali melongo, mengingat ucapan Bondan sebelumnya. Mereka memang gagal bertemu dengan si anjing misterius, tetapi pertemuan tak terduga dengan Bondan malah membuka fakta mengejutkan: Karin akan segera menikah. Dengan siapa? Elsa tidak tahu, tetapi pikirannya sudah liar membayangkan berbagai kemungkinan absurd.

"Rin, jangan-jangan kamu calon pengantin bangsawan iblis?!" serunya tiba-tiba, suaranya melengking.

Karin, yang sejak tadi diam, akhirnya melirik kesal. "El, jangan percaya omongan pria brengsek seperti Bondan. Dia cuma mau menakut-nakuti kita."

"Tapi, Rin, gimana kalau benar? Jangan-jangan si anjing itu penjagamu? Suruhan Tuan Katon?" Elsa terus mendesak.

Karin mendesah panjang, menggeleng kuat. "Aku nggak mungkin calon pengantin iblis, El. Lagipula, apa yang mereka mau dari orang sepertiku? Aku bukan siapa-siapa. Mereka pasti cari yang sempurna, seperti Erna."

Elsa terdiam sejenak. Apa yang dikatakan Karin memang masuk akal. Sebagai sahabat sejak kecil, Elsa tahu betul kehidupan Karin yang sederhana. Ayahnya sudah tiada, ibunya pun hanya memiliki toko kecil untuk bertahan hidup.

* * *

Erik, si pria populer yang selalu percaya diri, mendekati meja Karin dengan langkah cepat, diiringi tatapan penasaran teman-teman sekelas. Dia menghentak meja Karin, membuat seluruh kelas kaget.

"Karin! Mau kamu apa, sih?!" bentaknya. "Kamu sengaja mempermalukan aku, ya?!"

Karin mengangkat kepala, ekspresinya datar. "Aku nggak ngerti apa maksudmu, Rik."

"Jangan pura-pura bodoh! Bilang aja siapa yang kamu suka, biar semua selesai!" Erik berteriak. Namun sebelum Karin sempat menjawab, suara Elsa memecah ketegangan.

"Karin! Gawat!" Elsa muncul di depan pintu kelas, terengah-engah. Dia langsung berlari ke arah Karin, wajahnya penuh kepanikan.

"Elsa, kenapa?" tanya Karin, bingung.

"Mereka ... pria-pria berjas hitam itu ... mereka datang buat jemput kamu!" suara Elsa hampir tak terdengar karena gemetar.

Kelas mendadak sunyi. Bahkan Erik yang barusan meluapkan emosinya langsung diam. Semua tahu siapa yang dimaksud Elsa. Pria-pria berjas hitam itu adalah utusan dari keluarga bangsawan iblis, datang untuk menjemput calon pengantin mereka.

"Karin Nevada," panggil pria itu, suaranya berat namun ramah. Dua pria berjas hitam lain berdiri di sampingnya. Dia melangkah masuk, membuat semua siswa mundur perlahan.

"Akhirnya kita bertemu lagi," katanya dengan senyum bijaksana. "Aku James, tangan kanan Tuan Katon."

"Katon siapa?" Karin bertanya dengan alis terangkat. Dia tidak suka arah percakapan ini.

"Tuan Katon Bagaskara," jawab James tenang. "Calon suamimu."

Ucapan itu membuat semua orang di kelas, termasuk Elsa dan Erik, terdiam membeku.

"Hari ini adalah harinya, Karin. Kami akan mengantarmu pulang untuk berpamitan pada ibumu," lanjut James. "Oh, dan aku turut berduka atas kematian ayahmu."

"Tunggu!" Elsa memegang lengan Karin erat. "Kalian nggak akan menyakitinya, kan?"

James tersenyum tipis. "Bagaimana mungkin kami menyakiti istri Tuan kami?"

* * *

Saat James dan anak buahnya mengantar Karin pulang, ibunya, Laksita, langsung keluar dari kamar dengan mata terbelalak.

"Jangan bawa anakku!" Laksita memeluk Karin erat, wajahnya penuh ketakutan. "Dia satu-satunya yang aku punya!"

"Karin tak punya pilihan, Laksita," James berkata lembut. "Tuan Katon memilihnya bahkan sejak dalam kandunganmu."

Laksita membeku. "Apa maksudmu?"

James menatap Karin. "Sepertinya ibumu belum pernah cerita, ya? Tuan Katon adalah ahli waris keluarga Bagaskara. Dia telah memilihmu sebagai calon pengantin sejak dia melihat ibumu mengandungmu."

Karin ternganga. "Kenapa dia memilihku?"

"Alasannya hanya Tuan Katon yang tahu," jawab James singkat. "Tapi kamu harus ikut kami. Tinggal di sini hanya akan membuat ibumu dalam bahaya."

"Kenapa?" Karin menantang. "Aku bisa melindungi ibuku."

"Seperti ayahmu melindungimu?" James menatap Karin tajam. "Albert mati karena tugasnya terlalu berat—menjaga calon pengantin Tuan Katon. Semua pria secara alami akan tergila-gila padamu. Itulah kutukanmu, Karin. Kalau kamu tetap tinggal, ibumu mungkin akan mati seperti ayahmu."

Karin terdiam, dadanya sesak. Semua mulai masuk akal, meski dia tidak ingin percaya. Kehidupannya yang tak pernah tenang, semua pria yang mengincarnya ... itu semua karena takdir yang telah ditentukan sejak dia lahir.

"Aku akan ikut ... tapi jangan sakiti ibuku."

James tersenyum puas. "Pilihan bijak, Nona Karin."

The Devil's Love Trap [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang