"Katon!!!" teriak Stefani histeris saat tahu perut Katon telah tertusuk belati milik Hendery.Namun James segera menarik tubuh Stefani agar perempuan itu tidak terkena mantra pagar pembatas yang telah dibuat Katon.
"Kamu mau mati?!" seru James. Stefani sekuat tenaga melepaskan tubuhnya dari James.
"Lepaskan aku, James! Kamu tidak tahu belati itu belati mematikan milik Hendery?" Stefani meronta.
Hendery memandangi Stefani yang tampak sangat panik dengan senyuman puas. Darah tak berhenti mengalir dari jantungnya, namun seperti mantra yang telah diucapkan Katon, Hendery memiliki waktu satu jam untuk akhirnya mati kehabisan darah.
"Aku tidak akan mati sendirian kali ini," ucapnya dengan mulut penuh darah.
Katon merintih memegangi perutnya. "Jadi ini alasan kenapa kau sangat membanggakan belatimu. Sungguh perangai keluarga Damon yang licik,"
Hendery tertawa menggelegar. "Setidaknya kami menggunakan otak untuk membunuh musuh. Tidak sepertimu yang hanya mengandalkan kemampuanmu saja,"
"Memang kau tidak akan pernah menang tanpa cara kotor ini," tukas Katon.
Semakin dia rasakan, tubuhnya semakin lemas dan terasa sangat sakit. Racun yang ada di belati itu perlahan menggerogoti tubuhnya.
"Katon?!" Stefani berlari sangat cepat setelah Katon melepas mantra pembatas yang dia pasang sendiri.
Stefani segera meraih tubuh Katon, mendekapnya. Dia menatap Hendery dengan tatapan tajam penuh amarah.
"Kamu akan mati! Tak ada yang akan menolongmu," sumpah Stefani. "Kamu janji hanya akan menyakiti gadis itu, tapi kenapa kamu melakukan ini pada kekasihku?"
"Bukankah sejak dulu tujuanku memang membunuh Katon? Kamu tahu itu, Stef. Kamu hanya dibutakan kebencian akan Karin, dan akhirnya lupa kalau sesungguhnya aku memang musuh sejati Katon," Hendery tertawa puas.
Melihatnya yang terus menerus tertawa dengan kondisinya yang berlumuran darah membuat penampakannya sungguh mengerikan.
Tanpa banyak bicara lagi, James dan Stefani segera membawa pergi tubuh Katon yang mulai lemas. Meninggalkan Hendery yang masih tertancap pedang Katon di tengah pohon. Meski dia berteriak, tak ada seorang pun yang akan datang menolongnya.
* * *
"Rin?" Erna datang menjenguk Karin dengan membawa makanan kesukaan Karin.
Dia tak buru-buru masuk, melainkan menunggu respon Karin terlebih dahulu. Dia tahu Karin sudah pasti tak akan memaafkannya, namun Erna akan terus mencoba. Masa hidupnya hanya enam bulan lagi, dan dia merasa dia harus meminta maaf pada Karin.
"Masuk, Er," Karin akhirnya mempersilahkan Erna masuk setelah pertimbangan cukup lama.
Mereka berdua saling menatap canggung, tak tahu harus memulai obrolan seperti apa, karena kejadian yang menimpa Karin adalah jebakan dari Erna.
"Rin, gimana keadaanmu?"
Karin mengangguk datar. "Lumayan udah baikan kok,"
Erna lalu meletakkan bawaannya di meja samping ranjang Karin. Dia memainkan jarinya, kikuk.
"Aku tidak memintamu untuk memaafkanku, tapi tetap aku minta maaf,"
Karin terdiam. Dia tak ingin gegabah merespon permintaan maaf Erna begitu saja.
"Aku memang bodoh. Kenapa aku harus iri padamu, padahal sejak awal memang kita sudah berbeda," ucap Erna. "Kurasa apa yang akan terjadi pada Hendery hari ini adalah konsekuensi yang pantas untuknya,"
"Memang apa yang terjadi?" tanya Karin.
"Katon pasti sudah membunuhnya sekarang," Erna memandang keluar langit yang berwarna abu kelam, melalui jendela lebar di dekat ranjang Karin.
"Aku harap tidak ada yang terbunuh ... "
Ucapan Karin membuat Erna terperanjat. Dia melebarkan bola matanya menatap Karin.
"Kamu ... Kamu tidak ingin membalaskan dendam pada Hendery?"
Karin memandang pias selimut yang menutupi tubuhnya.
"Meski apa yang dilakukan Hendery padaku tidak benar, tapi berkat Hendery, sikap Katon padaku berubah," jawab Karin. "Katon, dia menangis di sampingku. Hal yang tak pernah kubayangkan sebelumnya,"
Erna terdiam sebelum melanjutnya ucapannya. "Apa yang dilakukan Hendery sungguh bejat,"
"Tidak, Er ... "
"Rin? Dia sudah menodaimu!"
Erna tak tahan lagi. Dia tak bisa terus menerus bersikap kikuk di depan Karin.
Mendengar ucapan Erna saja sudah membuat air mata Karin menggenang.
"Kenapa harus Hendery yang melakukan pertama kali," isaknya.
Erna segera merangkul tubuh lemah Karin, menangis bersama. Jika jadi Karin, Erna mungkin sudah membunuh Hendery dengan tangannya sendiri.
"Rin? Katon ... " Rama tiba-tiba saja membuka pintu kamar Karin dengan raut panik.
"Ada apa Ram? Katon sudah kembali?"
"Katon kritis!" seru Rama terburu-buru.
Tanpa sadar Erna langsung bangkit berdiri. "Apa yang terjadi?" tanyanya.
Rama berjalan cepat mendekati Erna dan Karin. Nafasnya memburu, sangat cepat seakan dia baru saja berlari ke sana kemari tanpa henti.
"Tak ada yang menang kali ini. Katon tertusuk belati milik Hendery yang sudah dilumuri racun, sedangkan Hendery tertancap pedang milik Katon tepat di jantungnya. Sekarang dia bergelantungan di pohon besar di sana," terang Rama, beradu dengan kecepatan nafasnya yang ngos-ngosan.
Erna membelalak tak percaya, meski dia berusaha tetap bersikap tenang. Lalu dia menawari Karin untuk membantu temannya itu menemui Katon, meski setelah Rama berlalu pergi, James dengan panik masuk ke ruangan dan segera menyiapkan kursi roda untuk Karin.
"Er, biar aku saja yang bawa Karin menemui Katon," ucap James.
Dia lalu mengajak Erna untuk berbicara sedikit menjauh dari Karin.
James mendekatkan mulutnya ke telinga Erna."Hendery ... dia masih di sana, kehabisan darah ... " bisik James, lalu segera membantu Karin turun dari ranjang.
Erna awalnya tiak paham dengan maksud James, namun dia segera tersadar jika para bangsawan iblis sudah kembali bisa membaca pikirannya. Tanpa banyak bicara, Erna segera berlari pergi, secepat yang dia bisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Devil's Love Trap [END]
FantasyMenikah atau ibunya mati. Karin harus memilih salah satu. Katon Bagaskara telah menandainya sebagai calon pengantin, semenjak Karin masih dalam kandungan ibunya. Dan kini, demi menyelamatkan hidup sang ibu, Karin terpaksa pergi meninggalkan kehidup...