Bab 7

3.8K 210 0
                                    


Karin berusaha keras untuk menjauh dari Katon, namun cengkeraman lelaki itu lebih kuat dari apapun. Bahkan tubuh Karin tidak bisa bergerak dan hanya bisa pasrah. Katon sendiri sepertinya enggan untuk melepaskan Karin dan ingin Karin tetap duduk dipangkuannya. Dia memandangi gadis itu lamat-lamat hingga membuat Karin jengah.

"Bisakah kamu lepaskan aku?" suruh Karin.

"Tidak,"

"Apa maumu?"

"Aku sedang meneliti calon istriku,"

Diam-diam Karin mencuri pandang pada mata hijau zamrud milik Katon yang indah. Dia amati struktur wajah Katon, begitu tegas dan dingin. Tidak ada yang membedakannya dengan warga Alfansa biasa, kecuali warna matanya yang bisa berubah.

"Kenapa kamu memilihku?"

"Kenapa kamu tanya itu lagi?"

"Karena aku ingin tahu. Kamu tidak mungkin memilihku begitu saja, pasti ada alasan dibalik semuanya."

Katon tersenyum, "Terkadang kami memang memilih calon pengantin kami secara acak. Makanya ada beberapa calon pengantin yang berakhir mati karena ditolak oleh kami."

"Kamu memilihku secara acak?"

Katon terdiam dengan sedikit menundukkan kepalanya. Saat Karin perhatikan, bola matanya telah berubah hitam legam.

"Kamu marah?"

"Aku, Katon Bagaskara, tidak mungkin memilih istriku secara acak," ucap Katon tegas. "Tapi kamu tak perlu tahu kenapa."

Dia melepaskan tubuh Karin dan beranjak berdiri. Sepersekian detik ada perasaan kecewa dari Karin karena Katon telah melepaskan Karin dari pangkuannya. Mata Katon mendelik mengawasi Karin, dengan senyum tipis yang dingin dan penuh maksud.

"Kamu kecewa?"

"Kamu membaca pikiranku?!" protes Karin tak terima bercampur malu. Dia tak menyangka Katon akan membaca isi hatinya secara gamblang.

"Tapi aku harus pergi. Sampai jumpa lagi," Katon berjalan menuju pintu kamar Karin.

"Sampai kapan?" tanya Karin tanpa diduga.

"Entahlah. Jangan menungguku. Cukup persiapkan saja dirimu untuk pernikahan kita nanti," jawab Katon. "Namun perlu kuingatkan, cobaanmu disini akan lebih berat. Kamu harus bertahan."

"Apa maksudmu?"

"Kamu akan tahu," jawab Katon singkat sembari tak lupa melempar senyum tipis nan misterius.

Dan kali ini dia benar-benar pergi, meninggalkan Karin yang di lubuk hatinya yang terdalam masih ingin Katon berada disini.

* * *

Karin berjalan melewati koridor sekolah saat dia mulai menyadari jika para siswa mulai berbicara di belakangnya. Saat Karin melintas, mereka berbisik-bisik dengan tatapan tajam ke arahnya, seakan Karin baru saja terlibat skandal yang tak termaafkan. Apakah ini yang dimaksud Katon dengan cobaan?

"Karin!" panggil Tanya yang berlari menuju arah Karin. Senyumnya sangat lebar pagi ini.

"Mana Erna?" tanyanya.

Karin menggeleng, tanda tak tahu.

"Karin Nevada?" tegur seorang siswa bertubuh jangkung dengan kacamata. Dia membawa sebuah bingkisan dengan paper bag warna coklat.

"Iya."

"Aku Aldo, ketua OSIS di sekolah ini," Dia menawari Karin untuk berjabat tangan.

"Disini juga ada OSIS?" tanya Karin terkagum-kagum.

"Well, ya," Aldo menjawab ragu. "Memang kenapa?"

Karin menggeleng kuat karena dia dengan cepat menyadari jika Aldo adalah salah satu bangsawan iblis.

"Ini ada titipan untuk kamu dari Katon.," Aldo menyerahkan bingkisan itu pada Karin.

"Ini apa?" Karin mengamati bingkisan itu di setiap sudut untuk menebak isinya.

"Sepertinya ponsel?" tebak Tanya.

"Yap. Katon memberimu ponsel supaya kalian bisa mudah berkomunikasi."

Karin lagi-lagi terkagum karena tak menyangka kehidupannya di Alfansa sama saja dengan disini. Aldo menawari Karin untuk membuka bingkisan itu dan mengatur ponsel baru Karin supaya bisa langsung dipakai.

"Ngomong-ngomong, kamu yang mengaku jadi pengantin Katon, kan?" tanya Aldo pada Tanya dengan muka datar tanpa rasa bersalah.

Tanya yang semula wajahnya penuh senyum berubah kecut dan merah karena malu. Dia gelagapan hingga salah tingkah.

"Kamu tidak malu sama Karin?" seloroh Aldo lagi tanpa beban.

"Aldo, stop. Aku tidak ada masalah dengannya," pinta Karin.

"Oke, maaf ya Rin," Aldo kembali fokus pada ponsel baru milik Karin sambil sesekali melirik Tanya.

"Siapa calon pengantinmu?" tanya Aldo sekali lagi pada Tanya. 

"Apa pedulimu?" sambar Tanya ketus.

Aldo angkat bahu, "Aku cuma penasaran kenapa kamu malu mengakuinya."

"Kalau kamu siapa, Do?" seloroh Karin nimbrung.

"Tidak punya. Aku masih menikmati kebebasan dan memang itulah enaknya jadi bangsawan biasa sepertiku. Kita tidak punya beban untuk segera mencari calon pengantin."

"Do... aku boleh bertanya?" Karin bertanya pada Aldo dengan wajah serius.

"Kenapa?" Aldo masih sibuk mengutak-atik ponsel Karin. Dia adalah salah satu murid yang merangkap sebagai asisten Katon. James dan Aldo menjadi satu-satunya orang kepercayaan Katon.

"Kamu mau ... "

"Tidak!" Belum sempat Karin menyelesaikan kalimatnya, Aldo dengan cepat menyela. "Aku tahu kamu ingin aku berkenalan dengan dia, kan?" Kepala Aldo menunjuk pada sosok Erna yang berjalan cepat menuju ke arah Karin.

Karin hanya bisa nyengir, lupa kalau Aldo bisa membaca pikirannya. Dan Aldo tentu tahu siapa Erna. Sahabat baru Karin yang kontroversial. Persahabatan yang sangat konyol, antara calon pengantin Katon yang notabene sosok paling disegani dengan calon pengantin yang ditolak pasangannya.

"Ada apa Rin?" tanya Erna setelah dia mendekat. Erna menatap Karin dan Aldo bergantian.

"Kenapa kamu di sini?" tanyanya.

"Kamu tidak lihat?" Aldo ketus, sembari melanjutkan kesibukannya mengatur ponsel Karin.

"Kasihan sekali calon istrimu nanti," gerutu Erna.

"Dan untungnya aku tidak punya," sambar Aldo mencibir.

Setelah beres, Aldo segera menyerahkan ponsel itu dan bergegas pergi. Dia hanya pamit pada Karin dan tak menghiraukan Erna maupun Tanya. Mereka berdua menggerutu dongkol pada sikap Aldo yang memang terkenal culas pada siapapun.

Karin mengamati ponsel barunya yang entah bagaimana, telah terpasang wallpaper wajah Katon di sana. Sepertinya Aldo sengaja mengerjai Karin atau memang disuruh oleh Katon. Dalam hati Karin mengomel, namun tersirat senyum tipis di bibirnya.

"Gila ya, kenapa dia pasang foto Katon di wallpaper ponselmu?!" seru Erna, membuyarkan lamunan singkat Karin yang indah.

"Masa sih?" Tanya ikut nimbrung ingin melihat wallpaper itu.

Karin segera memasukkan ponselnya ke saku. Tidak ingin teman-temannya makin menggodanya.

The Devil's Love Trap [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang