Bab 14

2.8K 142 0
                                    


"Aku tidak menyangka ada juga yang mengintip kita," sindir Stefani dengan pandangan ditujukan pada Tanya yang mematung ngeri.

Tanya menggigit bibirnya, "Maaf, Stef ... "

Stefani berjalan mendekati Tanya dengan kedua tangan dilipat di depan dada. Matanya menelusuri tubuh Tanya dari atas sampai bawah.

"Oh, jadi kamu yang mengaku sebagai calon pengantin Katon?" Kemudian dia balik menatap Karin, "Dan kamu berteman dengan calon pengantin Katon yang asli?" Dia menunjuk Karin dengan jari lentiknya.

Stefani tersenyum licik penuh maksud, sambil melambaikan tangan dia kembali menghampiri Katon yang semenjak tadi masih duduk santai di tempatnya. Tak ada kata yang keluar dari mulut maupun penjelasan yang ingin dia lontarkan pada Karin.

Sedangkan Karin, tubuhnya panas dingin, menahan kecewa dan marah menjadi satu namun tak bisa dia lampiaskan. Dia hanya ingin respon dari Katon, respon apapun. Mungkin terkejut atau panik. Tapi Katon tidak merespon, dan hanya balik merengkuh tubuh indah Stefani seakan kehadiran tiga onggok manusia biasa Alfansa tak berarti baginya.

"Ayo!" Erna, si pemberani segera menarik tangan Karin untuk pergi dari kelas itu. Disusul Tanya di belakang mereka.

Karin manut saja kemana pun Erna akan membawanya pergi. Karena setelah sedikit memaki Tanya untuk tak membuntuti mereka, Erna mengajak Karin menuju tempat persembunyiannya yang tak pernah dia beritahu ke orang lain sebelumnya. Erna berlari mengelilingi Rooftop, sekedar memastikan tak ada kehadiran Hendery di sana untuk menguping.

"Kamu harus kuat Rin!" Erna mengguncang bahu Karin, berusaha membuat tegar temannya itu.

Tatapan Karin kosong. Seakan baru kemarin mereka menghabiskan malam bersama, saling bercerita dan bahkan sikap manis Katon masih sangat membekas di ingatan Karin. Dia yang semula sangat membenci Katon karena semua keapesan yang terjadi dalam hidupnya di Alfansa, kemudian berbalik mendambakan lelaki itu. Dia yang memiliki secercah harapan untuk bisa mencicipi kebahagian dalam hidup bersama seorang bangsawan iblis yang merebut kebahagiaannya.

"Aku tidak tahu harus bagaimana, Er?"

* * *

Karin membuka matanya perlahan dan mendapati Katon yang sedang duduk di sofa yang terletak di seberang tempat tidurnya. Mata tajam milik Katon tak berkedip menatap Karin, sambil menyesap kopinya sedikit demi sedikit. Karin mengucek mata, berusaha untuk bangun dan tersadar jika dia sedang tidur di dalam kamar Katon. Pembicaraan intim di halaman belakang adalah ingatan terakhir yang dia tahu, karena setelah ciuman itu Karin tak lagi ingat apa yang setelahnya terjadi. Dia tiba-tiba sudah tidur di sini, dengan Katon yang mengawasi.

"Apa yang terjadi semalam?" tanya Karin.

Katon meletakkan kopinya, "Kamu tertidur setelah kita berciuman,"

Karin mengernyitkan dahi, "Bagaimana bisa?"

Katon beranjak berdiri dan berjalan menghampiri Karin, "Karena itu adalah ciuman pertamamu, dan apesnya kamu langsung dicium oleh bangsawan iblis sepertiku,"

Tanpa sadar wajah Karin memerah, sangat malu dengan perkataan jujur Katon. Dia memang tak pernah berciuman sebelumnya, tapi tak menyangka Katon akan terang-terangan berbicara langsung padanya.

"Apakah beda?"

Katon mengangguk mantap sambil tertawa, "Tentu! Kekuatanku terlalu kuat untuk seorang amatir sepertimu,"

"Aku tidak paham," Karin menggeleng, tak bisa membedakan ucapan Katon hanya sekedar lelucon atau serius.

"Kamu bisa bertanya pada Serena, istri Ken," pungkas Katon, "Aku akan mengajakmu bertemu dengannya,"

"Serena?"

Katon kembali tertawa lalu mengacak lembut rambut Karin, "Sebaiknya kamu bangun dan mandi, dasar manusia!"

Setelah Karin selesai mandi dan berpakaian rapi, James sudah menyambutnya hangat di halaman depan lengkap dengan mobil hitam yang biasa mengantar Karin kemana pun. Karin menyambut kedatangan James dengan perasaan yang sangat baik, mungkin ini adalah hari terbaik yang pernah terjadi dalam hidupnya. James mengisyaratkan Karin untuk segera masuk ke mobil, karena Katon sudah menunggunya di dalam. Mereka akan menuju kediaman Serena, istri Ken yang tadi sempat disinggung oleh Katon.

"Siapa Serena?" tanya Karin.

"Kamu akan tahu setelah bertemu,"

Katon tak ingin bicara lebih panjang dan sepanjang perjalanan dia memilih untuk diam dan memalingkan mukanya dari Karin, menatap pemandangan dari luar jendela mobil. Sayangnya Karin bukanlah Katon, jadi dia tak bisa membaca apa yang sedang dipikirkan Katon sekarang.

Mereka disambut oleh sepasang suami istri dengan wajah ramah saat mobil James parkir di halaman depan sebuah rumah. Pasangan suami istri itu tampak masih muda, berumur awal 30-an. Sang suami memiliki rambut panjang sebahu yang dikuncir rapi, wajahnya sangat tegas namun lembut di satu waktu dan sang istri berambut panjang sepinggang, sangat cantik dan elegan.

"Dia Serena," jelas Katon pada Karin, "Serena, ini Karin,"

Serena tersenyum sangat ramah pada Karin dan mengulurkan tangannya.

Dia mengelus pelan tangan Karin, "Aku menantikanmu masuk ke dalam keluarga Bagaskara, Karin,"

Karin menoleh pada Katon, seakan meminta penjelasan.

"Aku Serena, istri Ken," sahut Serena seperti tahu akan kebingungan di benak Karin, "Ken adalah kakak tertua Katon,"

"Halo, Karin,"

Sang suami yang bernama Ken mengulurkan tangan pada Karin. Di sana Karin bisa melihat mata hijau zamrud yang sama dengan milik Katon. Namun wajah Ken lebih teduh dan menenangkan, seakan mampu menghipnotis hanya dari senyuman.

"Serena, aku titip Karin dulu," ucap Katon tiba-tiba.

"Kamu mau kemana?" cegah Karin saat Katon mulai beranjak pergi dari rumah itu disusul James di belakangnya.

Katon menghela nafas, "Ada suatu urusan mendesak yang harus segera kuselesaikan. Aku akan menghubungimu dua hari lagi ... "

* * *

"Rin? Rin!"

Karin terbangun dari lamunannya ketika Erna menepuk keras pundaknya. Dia terbawa ke ingatan dua hari lalu, ketika dia terakhir kali bertemu sosok Katon yang manis. Sosok Katon yang berbeda dari satu jam yang lalu.

Saat Karin mengerjap, dia bisa melihat ada sesosok lelaki dengan senyum menyeringai yang berdiri santai di belakang Erna. Karin tak asing dengan lelaki itu, karena lelaki itu pernah mendatanginya bersama Stefani.

"Siapa dia?" tanya Karin pada Erna.

Spontan Erna menoleh ke belakang, "Kamu lagi?"

Hendery mengangkat bahu masih dengan seringaian, "Ini kan juga tempatku, Er. Justru harusnya aku yang tanya,"

Hendery mendekatkan tubuhnya pada Erna, "Kenapa kamu ajak dia ke sini?"

The Devil's Love Trap [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang