Bab 13

2.9K 166 0
                                    


Karin tidak pernah tahu jika seorang bangsawan iblis seperti Katon menikmati makanan layaknya manusia biasa sepertinya. Pantas saja saat ini terhidang sepiring besar spageti, lengkap dengan garlic bread dan salad sayur. Tak lupa di sana juga tersedia minuman kesukaan Karin, jus semangka.

"Di sini ada semangka?" ujar Karin nyaris tertawa.

Katon tersenyum lalu mempersilakannya duduk, "Apapun untukmu pasti ada,"

Pandangan Karin masih berkeliling pada jamuan makan malam yang luar biasa mewah, karena seumur hidup dia tidak pernah dijamu seperti ini. Selain karena kesulitan ekonomi keluarga, selama di Alfansa hidup Karin juga tak pernah tenang akibat kejaran dari para lelaki yang haus akan dirinya. Ingatan kelam itu tiba-tiba muncul, membuat rasa takjub yang sempat menyelimuti hati Karin berubah menjadi pandangan kosong yang nanar.

"Apakah pantas aku menikmati semua ini?" gumamnya pada Katon.

"Penderitaanmu di Alfansa sudah berakhir. Aku akan menjagamu di sini,"

Pandangan Karin masih nanar, "Bolehkah jika aku lebih memilih ayahku kembali?"

"Takdirmu adalah menjadi pengantinku, dan tidak ada yang bisa menghalangi itu," Tatapan mata Katon lurus menatap ke dalam mata Karin, seakan sedang menelanjangi hatinya.

Karin tak dapat berbuat apapun selain diam, "Katon, apakah pernikahan kita sudah dekat?"

"Apa kamu sudah tidak sabar?" goda Katon dengan mata mendelik.

Karin menggeleng dengan cepat, "Aku ... entah apa aku siap menghadapi semuanya ... "

Katon mengajak Karin untuk segera menyantap makan malam karena makanan itu hampir dingin. Suasana kelam yang sejenak sempat menyelimuti mereka berubah lebih teduh, disertai dengan jutaan cahaya lilin yang sengaja dinyalakan untuk membuat suasana lebih romantis. Katon sepertinya memang sangat lihai dengan hal-hal seperti ini, dan sikapnya yang lembut sangat berbeda jauh dengan saat pertama kali Karin bertemu dengannya.

Mereka telah menyelesaikan makan malam, dan entah bagaimana, meja makan itu kembali bersih seperti sedia kala. Dan sekarang Katon mengajak Karin di halaman belakang rumahnya yang sangat luas dan terbuka, sehingga mereka dapat menikmati lautan bintang dengan mata telanjang. Karin tak berhenti berdecak kagum, diikuti tertawa lirih dari Katon. Mereka berdua merebahkan diri di atas rumput yang dingin, menatap langit di kejauhan.

"Katon, boleh aku bertanya?"

Katon tidak perlu penasaran dengan pertanyaan Karin, toh dia juga sudah tahu semuanya. Tapi demi menghargai Karin, tentu saja dia harus menjawab, "Bertanya apa?"

"Aku ingin mengenalmu lebih dalam,"

Katon tersenyum, "Kamu bisa bertanya pada James,"

"Apa yang akan terjadi kepadaku setelah kita menikah?"

"Memiliki keturunan Bagaskara,"

Karin menggeleng, "Kudengar semua siswi ingin membunuhku,"

Katon beranjak duduk. Dia menumpuk tubuhnya pada lengan kanan sehingga seluruh perhatiannya terpusat pada Karin yang memang berbaring di samping kanannya.

"Mereka semua iri dengan posisimu. Menjadi calon pengantin salah satu bangsawan iblis tertinggi di sini adalah impian banyak warga Alfansa,"

"Tapi kalau aku mati, bukankah kamu harus mencari yang lain? Kenapa mereka susah payah melakukannya?"

Katon perlahan menggerakkan lengan kirinya ke depan, bertumpu di samping kiri kanan tubuh Karin yang mematung. Gadis itu terperanjat, tak menyangka Katon akan berada tepat di atasnya, di depan bintang-bintang yang sedang berpesta.

"Tak akan kubiarkan kamu mati. Justru mereka yang mengganggumu yang akan mati,"

Mereka berdua saling tatap untuk beberapa saat, hingga tanpa Karin sadari Katon sudah mengecup bibirnya perlahan. Kemudian saat tahu Karin tak merespon, Katon mengulum bibir gadis itu makin dalam, menikmati sisa malam dengan keheningan yang hangat.

* * *

"Bagaimana?" Erna tersenyum nakal, memainkan sedotannya.

Karin mengisyaratkan Erna untuk bungkam, karena dia tidak ingin ada yang menguping pembicaraan mereka. Dua hari sejak malam pertama Karin menginap di rumah Katon, mereka terpaksa berjauhan karena Katon sedang mengurus sesuatu hal yang mendesak. Dan dua hari itu pula Erna berkali-kali membujuk Karin untuk menceritakan apa saja yang telah mereka lakukan.

"Nona Erna Wijaya?" sapa seseorang yang tiba-tiba berdiri di samping meja mereka.

"Iya," Erna mengangguk polos karena dia tak mengenal sosok wanita bersetelan jas yang sedang berdiri menatapnya penuh antusias itu.

Wanita itu mengulurkan tangannya, "Perkenalkan, aku Joy, perwakilan dari Biro Jodoh Alfansa yang akan membantu Anda mencari pasangan baru yang potensial,"

Semua pandangan terkikik menatap Erna dengan bisikan mencemooh yang terdengar keras. Erna malu bukan main. Karin melempar tatapan tajam kepada siapa pun yang berani mengolok Erna terang-terangan, tapi sepertinya sia-sia.

"Ada perlu apa?"

Wanita itu seperti berada di dunia lain, karena dia tampak tak peduli dengan perasaan malu Erna yang tak henti diperolok siswi-siswi lainnya. Wanita itu bahkan enggan untuk duduk atau mengecilkan volume suaranya.

"Untuk setahun ke depan, saya akan membantu Anda mendapatkan pasangan bangsawan iblis yang paling potensial, sehingga Anda tidak perlu takut sendiri sampai akhir,"

Erna spontan menarik tangan Karin, berlari menghindari wanita gila bernama Joy itu. Dia kesal setengah mati, diperolok secara terang-terangan di depan semua orang. Seakan dia adalah satu-satunya perempuan paling tidak laku di sini.

"Karin!!" teriak Tanya, lari tergopoh-gopoh menghampiri Karin dan Erna.

"Kamu harus lihat," Tanpa menarik nafas, Tanya yang telah berhasil menjangkau Karin segera menarik tangan gadis itu untuk diajaknya pergi ke suatu tempat.

Tanya mengajak Karin di sebuah kelas, yang mana kelas itu sedang sepi karena saat ini memang semua siswa sedang istirahat. Karin menatap Tanya bingung, namun Tanya hanya mengisyaratkan Karin untuk segera masuk ke dalam kelas. Karin yang tampak bimbang tak ada pilihan selain menurut, dan perlahan dia memasuki kelas itu. Di sana terlihat Stefani, sedang duduk mesra di pangkuan Katon dan mereka berdua saling membelai rambut masing-masing sambil terkikik mesra.

"Karin?" seru Katon, yang dari ekspresinya tampak terlihat senang dengan hadirnya Karin. Tak tampak rasa bersalah di wajahnya.

Stefani beranjak berdiri dan ikut tersenyum saat melihat Karin, "Akhirnya kita bertemu lagi,"

The Devil's Love Trap [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang