Hendery meringis kesakitan memegang dadanya setelah Erna secara brutal memukulnya. Gadis itu terperanjat saat secara tiba-tiba Hendery menciumnya, apalagi di depan Tanya dan para gadis lain. Erna menggerutu kesal bukan main, duduk di samping ranjang Hendery dengan kedua tangan terlipat di depan dada.Hendery tertawa meski kesakitan. "Kenapa kamu terkejut? Kamu tak pernah dicium, ya?"
Bibir Erna melengkung tajam. "Kamu kan tahu aku dicampakkan di hari kedatanganku,"
Hendery makin tertawa. "Kalau soal cantik sih, menurutku kamu lebih cantik dari Karin. Tapi kenapa nasibmu sangat sial dibanding dia?"
Erna menjejali mulut Hendery dengan buah pir terakhir yang dia kupas.
"Makan nih!" Lalu dia meraih tasnya dan berjalan cepat meninggalkan Hendery. Tak lupa Erna menutup pintu dengan keras, tanda jika dia sangat kesal.
Hendery tak berhenti tertawa, walaupun harus diselingi dengan sedikit keluhan sakit di bagian dada setiap kali dia tertawa.
* * *
"Itu tadi apa? Kenapa Hendery menciummu?"
Erna sangat kaget saat dia membuka pintu kamar Hendery dan hendak keluar, namun Tanya berdiri di depan pintu itu dengan mata melotot ke arahnya.
Erna buru-buru menutup pintu dan sedikit menjauh dari kamar Hendery.
"Apa maksudmu?"
"Kenapa Hendery menciummu? Jangan pura-pura polos," ulang Tanya.
Erna memutar bola matanya. "Aku tidak tahu! Aku tak mengerti kenapa dia tiba-tiba menciumku!"
Tanya tersenyum kecut. "Kamu mau pamer kalau Hendery naksir kamu?"
Erna maju mendekatkan wajahnya pada Tanya. "Aku tak paham, kenapa kamu hobi sekali mengurusi urusan orang lain? Kenapa kamu tidak fokus dengan calon suamimu sendiri?" omel Erna.
"Apa salah calon suamimu sampai kamu malu untuk mengakuinya? Harusnya kamu bersyukur, Nya!"
Tanya membuang muka. "Bukan urusanmu! Aku tak suka melihat gadis biasa saja sepertimu dan Karin bisa mendapatkan bangsawan iblis seperti Katon dan Hendery,"
"Aku tidak ada apa-apa dengan Hendery!" sambar Erna tegas. "Kalau kamu sangat menginginkannya, aku bisa mengenalkanmu pada Hendery," lanjutnya.
"Tapi karena sikapmu seperti ini, maaf, aku tam akan merekomendasikanmu pada Hendery,"
Erna tersenyum puas, lalu pergi meninggalkan Tanya yang masih mematung tak terima. Benar. Apa yang dikatakan Erna ada benarnya. Harusnya Tanya lebih menekan emosinya untuk tak terburu-buru memusuhi Erna. Harusnya dia justru mendekati Erna agar Erna menceritakan kebaikannya pada Hendery. Perasaan menyesal berkecamuk di hati Tanya, bercampur dengan rasa malu dan dendam yang menjadi satu.
* * *
Katon kembali menjerit kesakitan setelah satu jam sempat berhenti. Efek racun dari belati milik Hendery membuatnya menjerit kesakitan setiap satu jam sekali. Katon merasakan perutnya yang ditusuk seribu belati secara bersamaan, dengan efek panas yang seakan bisa melepuhkan kulitnya.
Karin selalu berada di samping Katon dalam perjuangannya melalui malam-malam yang panjang dan menyakitkan. Setiap kali Katon menjerit, Karin akan menggenggam erat tangannya, mengusap peluh di keningnya sambil terus berharap penderitaan Katon akan berakhir."Aaarrgghh!!" teriak Katon sangat keras hingga menggetarkan benda-benda di sekitarnya.
Karin terus mendekap tangan Katon erat, merasa sangat cemas. James pun masuk ke dalam ruangan Katon setelah Karin memanggilnya beberapa kali.
"James, tolong cari cara untuk menyembuhkan luka ini," pinta Karin. Seakan ikut merasakan, dahi Karin sampai berkeringat.
James memandang Karin lesu. "Itu racun rahasia milik keluarga Damon yang tak bisa disembuhkan. Yang bisa dilakukan hanya melewatinya," ucap James. "Sudah untung Rama bisa mencegah Tuan tak selamat,"
"Tapi James, aku tak tega melihat Katon seperti ini," Mata Karin mulai berair.
Selain dia harus kehilangan kesuciannya, Katon juga harus menanggung penyiksaan efek dari racun Hendery.
"Harusnya aku tak menyeretmu dalam masalah ini," gumam Karin. "Harusnya aku tak memberitahumu," Karin terus menerus bergumam menyalahkan dirinya sendiri.
James segera mengambilkan kompres baru untuk tubuh Katon, serta baju ganti karena baju yang dikenakan Katon telah basah akibat keringat yang mengucur deras menahan kesakitan.
Setelah rasa sakit itu reda, Katon berusaha meraih tangan Karin. Dia menggenggam tangan istrinya erat. Tatapan mata Katon melemah, matanya kehijauan."Bukan salahmu. Ini semua justru salahku. Andai sejak awal aku tak mengkhianatimu, kamu tak akan bersama Hendery," ucap Katon lemah.
Karin justru makin menangis mendengar ucapan Katon, ditambah dengan wajahnya yang lemas dan pucat. Karin menutup wajahnya dengan telapak tangan dan mulai terisak keras.
"Hendery memang sudah merencanakan ini sejak awal," James kembali dengan sebuah baju di tangannya. Dia memberikan baju itu pada Karin. "Seseorang dari Damon memberitahuku jika Hendery telah mencuri racun itu dari kediaman Shaan Damon,"
Karin membuka telapak tangannya. Dengan sedikit terisak dia mencoba menyahut ucapan James. "Kenapa dia harus mencuri?"
"Hendery adalah pewaris yang tak diinginkan siapapun di Damon," sahut Katon. "Sebisa mungkin orang-orang pasti akan menjauhkan apapun milik keluarga Damon dari Hendery," lanjutnya.
"Kenapa?" tanya Karin makin penasaran.
"Yang kamu khawatirkan bukan itu, Karin. Kamu harusnya khawatir, karena Hendery sepertinya mengincar temanmu," ujar James.
Karin membelalak lebar. "Hendery akan menghabisi Erna?!"
"Bukan ... " Kali ini Katon yang menjawab. "Tapi lebih dari itu ... "
Karin mengerutkan kening, berpikir keras. Jika Hendery berani menyentuh Erna, dia berjanji akan meminta bantuan Katon untuk menghabisinya.
"Kapan kamu akan mengganti bajuku?" celetuk Katon, membuyarkan lamunan Karin.
Karin yang gelagapan seketika ingat akan baju yang ada di tangannya sekarang. Dengan wajah kemerahan, dia perlahan melepas baju yang dikenakan Katon. Di sana dia bisa melihat luka bekas tusukan di perut Katon yang terbungkus perban. Karin dengan hati-hati meraba luka itu.
"Maafkan aku ... " ucap Katon pelan.
Mereka berdua saling menatap ke dalam mata masing-masing, membeku tak bergerak. Masih sambil memandangi mata hijau indah milik Katon, tangan Karin berpindah dari bekas luka menuju setiap lekukan di tubuh Katon yang bidang. Dan tangannya berhenti saat sampai di leher Katon, mengelusnya lembut.
Seakan sudah tak sabar, Katon segera meraih tubuh ringkih Karin, mengangkatnya ke atas ranjang. Dan sekarang mereka berdua duduk di atas ranjang rumah sakit tempat Katon berbaring, sambil saling berhadap-hadapan.Katon mengecup lembut bibir Karin. "Aku tak ingin melihatmu menangis lagi,"
Bola mata Karin bergetar. "Apa kamu janji? Aku tak ingin setelah menciumku, kamu pergi meninggalkanku bersama Stefani,"
Katon memeluk Karin erat. "Maafkan aku," ucapnya. "Aku hanya ... ingin membalaskan dendamku pada Albert. Tapi aku justru mencintaimu tanpa kusadari,"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Devil's Love Trap [END]
FantasyMenikah atau ibunya mati. Karin harus memilih salah satu. Katon Bagaskara telah menandainya sebagai calon pengantin, semenjak Karin masih dalam kandungan ibunya. Dan kini, demi menyelamatkan hidup sang ibu, Karin terpaksa pergi meninggalkan kehidup...