Karin berdiri terpaku, menatap gerbang besar berwarna merah yang menjulang tinggi di hadapannya. Ia mendongak, berusaha mengukur seberapa tinggi gerbang itu. Gerbang ini adalah batas yang memisahkan kehidupan warga Alfansa biasa dari kaum bangsawan iblis yang hidup abadi. Tak sembarang orang diizinkan melangkah melewati gerbang ini—hanya mereka yang "terpilih," seperti dirinya.
Ayahnya pernah bercerita tentang dunia di balik gerbang merah itu. Dunia para bangsawan iblis, tempat orang-orang Alfansa bekerja karena kemampuan istimewa mereka, atau karena menjadi calon pengantin para bangsawan. Para bangsawan ini, meskipun memiliki kekuatan luar biasa dan hidup abadi, memiliki satu kelemahan fatal: mereka tak bisa bereproduksi dengan sesamanya. Itulah mengapa mereka mencari calon pengantin dari warga Alfansa biasa.
Perlahan, gerbang merah itu terbuka. Di baliknya, Karin melihat pemandangan kota yang megah. Ribuan gedung tinggi berdiri kokoh, memancarkan kemewahan dan keindahan yang tak kalah dari kota Alfansa.
"Bangsawan Bagaskara tidak membedakan warganya," suara James memecah lamunan Karin. Dia tampaknya mampu membaca pikiran gadis itu.
Karin mengamati sekitar. Para bangsawan iblis berlalu-lalang seperti warga biasa. Tak ada tanda mencolok yang membedakan mereka dengan warga Alfansa. Jika dunia ini tidak dipisahkan oleh gerbang besar, Karin yakin ia takkan bisa membedakan mana bangsawan dan mana warga biasa.
"Di mana Katon?" tanya Karin sambil terus memandang sekeliling, berusaha menemukan sosok yang menjadi alasan dirinya berada di tempat ini.
"Tuan Katon sedang sibuk dengan urusannya," jawab James sopan. Ia memberi isyarat agar Karin kembali masuk ke mobil.
"James, ibuku akan baik-baik saja, kan?" tanya Karin dengan nada cemas.
"Tentu saja," jawab James tenang. "Kamu bahkan bisa mengunjunginya setahun sekali, meski hanya dari kejauhan. Setelah menikah nanti, kamu bisa meminta anjing-anjing Tuan Katon untuk menjaga ibumu."
"Anjing? Jadi anjing yang waktu itu menolongku adalah anjing Katon?" Karin mengingat kejadian yang menyelamatkan nyawanya.
James mengangguk. "Iya, tapi aku turut berduka atas kepergian Albert."
Karin menyentuh tengkuknya, tepat di tempat tato kecil berada. "Apakah tato ini inisial Katon?" tanyanya dengan nada dingin.
James tersenyum kecil sambil melirik spion tengah. "Aku tak menyangka Tuan Katon bisa begitu sopan. Biasanya, bangsawan lain menempatkan tanda itu di tempat yang lebih... sensitif."
Karin mengerutkan dahi, merasa muak. "Kalian pikir kami ini hewan peliharaan?"
"Bayangkan saja jika tanda itu tidak ada, Karin," balas James tenang.
"Kalau tanda ini tidak ada, aku sudah bebas sekarang!" Karin membuang muka, menahan amarahnya.
"Kalau tanda itu tidak ada," lanjut James, "anjing-anjing Tuan Katon takkan bisa melindungimu. Mereka selalu ada di belakangmu, mengawasi dan menyerang saat dibutuhkan."
Karin hanya mendengus kesal, tidak ingin melanjutkan pembicaraan.
"Sekarang kita mau ke mana?" tanyanya akhirnya.
"Kita menuju asrama sekolah wanita Sofia," jawab James.
"Kenapa?"
"Kamu tetap perlu melanjutkan sekolah. Kamu akan tinggal di sana hingga hari pernikahanmu tiba."
Karin tidak menanggapi. Segalanya berjalan begitu cepat, seperti angin badai yang menghantam hidupnya. Semua kejadian yang ia alami terasa seperti mimpi buruk. Jika diberi pilihan, ia lebih memilih menjadi perawan tua daripada kehilangan ayahnya dan menikah dengan seseorang yang tak pernah ia temui.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Devil's Love Trap [END]
FantasyMenikah atau ibunya mati. Karin harus memilih salah satu. Katon Bagaskara telah menandainya sebagai calon pengantin, semenjak Karin masih dalam kandungan ibunya. Dan kini, demi menyelamatkan hidup sang ibu, Karin terpaksa pergi meninggalkan kehidup...