Bab 34

1.8K 104 1
                                    


Karin terdiam, berusaha mencerna semuanya. Kemana Erna pergi? Dia ingin berpikir positif namun hatinya berkata lain. Erna sudah meninggalkannya. Kemudian dia mendongakkan kepala, sadar jika hutan itu sangat lebat seakan dedaunan tidak mengijinkan matahari menembus tanah di bawahnya. Dia pernah menemui Hendery di hutan ini, namun bukan jalan ini yang dilewatinya.
Karin pun memutuskan kembali ke jalan yang dia lalui sebelumnya, berharap akan menemukan jalan keluar dari hutan terlarang. Meski dia tahu Erna telah meninggalkannya, tapi Karin masih berusaha berpikir positif. Tak mungkin Erna berbuat sejahat itu padanya.

Makin lama dia berjalan, seakan langkahnya hanya makin membawanya masuk ke dalam hutan. Karin terpaksa berhenti, mengatur nafasnya yang kering kehausan. Dia menumpukan kedua tangan pada lututnya, ngos-ngosan.

Karin tiba-tiba teringat akan ucapan Katon di hari pertama mereka menikah. Apabila dia dalam bahaya, dia cukup memanggil nama Katon untuk mendapatkan bantuan. Namun, mengingat Katonlah yang merencanakan kesengsaraan hidup dia dan keluarganya, Karin mengurungkan niat. Tapi bagaimana jika dia dalam bahaya?

"Halo, sayang ... " Sosok Hendery makin lama makin jelas, berjarak beberapa meter di depan Karin.

Refleks Karin memundurkan langkahnya. "Apa maumu?"
tantang Karin. "Aku tahu kamu menghasut Erna untuk menjebakku, kan?"

Hendery menyeringai lebar. "Kalian berdua adalah gadis terpolos di Alfansa,"

Karin semakin mundur, setenang mungkin, memastikan langkah kakinya tak menimbulkan suara. Dia tahu Hendery tak akan menunggu lagi untuk melukainya. Usahanya yang pertama gagal akibat Erna, dan usahanya yang kedua justru atas bantuan Erna. Miris, tapi Karin masih menepis pikiran buruknya pada Erna.

"Mau kemana?" Hendery membaca gelagat Karin. Lelaki itu berjalan perlahan mendekat ke arah Karin.

"Jangan mendekat!!" Karin berteriak sangat keras, hingga suaranya menggema menimbulkan kebisingan sesaat di dalam hutan terlarang.

"Jangan mendekat, atau kupanggil dia!" ancam Karin memajukan kedua tangannya untuk menghadang Hendery.

Hendery tertawa sambil menyeringai. "Kamu pikir aku takut? Kamu sudah masuk ke dalam hutan terlarang, daerah kekuasaan keluarga Damon," kata Hendery. "Inilah alasan kenapa penjagamu tak bisa menjagamu di sini. Karena tetap akulah yang berkuasa atas hutan terlarang," ucap Hendery pongah.

Sial. Karin terpojok. Dia hanya bisa semakin memundurkan langkahnya, tak sudi tubuhnya disentuh oleh Hendery. Hutan itu kembali sunyi, hawanya berubah dingin layaknya hawa dingin yang biasa disebarkan Hendery saat dia marah. Pohon-pohon di sekitarnya yang tumbuh besar dan tinggi seakan diam dan mati, tak berkutik akan aura kejam Hendery yang kini makin tampak. Bodoh sekali bagi Karin karena tak pernah mencari tahu asal usul keluarga Damon. Dan sekarang dia terjebak di sini, tak menemukan jalan keluar meski berkali-kali dia menggumamkan nama Katon.

"Kamu mau kemana? Kamu tak akan bisa kabur dariku," Hendery terus tertawa melihat usaha kabur Karin yang terus berjalan mundur tak peduli tubuhnya hampir terjengkang ke belakang.

Tak ada waktu. Karin dengan cepat berlari putar arah ke belakang, mengayunkan kakinya secepat mungkin berharap menemukan jalan keluar. Karin bisa mendengar tawa Hendery di belakang yang makin lama makin hilang, tampak bahwa lelaki itu tak mengejar Karin.

"Katon ... Katon ... " gumam Karin berkali-kali.

Entah apa penyebab pertengkaran Katon dan Hendery, namun Karin sangat marah dirinya harus dilibatkan tanpa tahu apapun. Dirinya di satu sisi juga menyesal tak menghiraukan peringatan Katon untuk menjauh dari Hendery. Namun egonya lagi-lagi membela diri, karena Katon sendiri juga masih terus berhubungan dengan Stefani bahkan ketika mereka sudah menikah. Jadi tak salah jika dirinya melampiaskan ke orang lain.

* * *

"Nona Erna, masih ingat saya?" Seorang wanita berjas lengkap berdiri menghadang jalan Erna yang hendak pulang ke asrama.

Erna tentu masih ingat. Joy, wanita biro jodoh yang menyebalkan.

"Ada apa ya?" tanya Erna tak ramah.

"Saya ada kabar baik untuk Anda," Joy menyerahkan selembar amplop coklat kepada Erna. "Bukalah,"

Erna membuka amplop itu penasaran. Di sana tertera secarik kertas dengan isi sebuah biodata seseorang. Seorang bangsawan iblis.

"Saya menemukan seseorang yang cocok untuk Anda. Apa Anda bersedia berkencan dengannya malam ini?"

"A ... Apa?" Erna gagap tak percaya.

"Dia lelaki yang tepat. Dan dia juga sangat ingin bertemu dengan Anda,"

Joy menyerahkan sebuah kartu nama. "Hubungi dia jika Anda berminat,"

Setelah membungkuk dan mengucapkan salam, Joy pamit pergi. Sikapnya pada Erna kali ini lebih sopan dari saat awal mereka bertemu.

Erna lamat-lamat memandangi kartu nama itu. Disana tertera nama dan nomor telepon lelaki yang akan dijodohkan dengannya. Dalam hati kecilnya, Erna senang bukan main. Meski dia tak tahu apa yang akan terjadi, setidaknya dia memiliki satu kesempatan sebelum mati dengan sia-sia.

The Devil's Love Trap [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang