Bab 42

2K 129 3
                                    


Karin hancur sehancurnya setelah mendengar cerita lengkap mengenai kisah hidup ayahnya dari James. Selama ini yang dia kira dialah dan keluarganya yang menjadi korban atas segala hal yang terjadi pada Karin. Namun bak mendapat efek kejutan, Karin baru tahu jika Laksita, demi keegoisan akan cinta, memilih untuk menghancurkan hidup semua orang.

"Aku lelah, James. Aku ingin tidur,"

Kepala Karin sakit, tubuhnya kembali melemah. Maka James yang diliputi perasaan bersalah segera mengatur ranjang Karin supaya dia bisa telentang nyaman. James juga menyelimuti tubuh Karin dengan rapi serta tak lupa memeriksa selang infusnya.

"Maafkan aku," ucap James menyesal. "Kuharap kita akan terus bersama, dan aku tak sabar melihatmu abadi sepertiku,"

James mengecup kening Karin lalu membalik badan hendak pergi, sebelum tahu bahwa Katon telah berdiri di ambang pintu. James spontan menundukkan badannya. Suami Karin itu berjalan pelan masuk ke dalam kamar dan dengan isyarat mata, dia menyuruh James untuk meninggalkan mereka berdua sendirian. Setelah James pergi, Katon mendekat ke ranjang Karin seraya memegang tangan kanannya lembut.

"Bagaimana keadaanmu?" tanyanya.

Karin mengangguk. "Seperti yang kamu lihat," ucapnya sangat pelan.

Bibirnya pucat tak berwarna dengan kantong mata yang hitam tebal, tanda dia kekurangan tidur. "Terima kasih sudah menyelamatkanku,"

"Itu sudah kewajibanku,"

"Argh!" rintih Karin tiba-tiba sambil memegangi leher belakangnya.

Katon yang kebingungan hanya bisa segera ikut memegangi leher belakang Karin dan melotot sangat lebar setelahnya. Dia bahkan sedikit mundur ke belakang. Dari sinilah Karin bisa melihat perubahan mata Katon dari hijau zamrud ke hitam legam.

"Apa yang telah Hendery lakukan padamu?"

Karin terdiam membisu, hanya memandangi selang infusnya. Dia menolak untuk menjawab dan perilakunya mendadak kikuk seakan sedang menyembunyikan sesuatu.
Katon mendekatkan wajahnya ke tubuh Karin yang terbaring.

"Apa-yang-dia-lakukan-padamu?" Katon menekan setiap kata yang dia ucapkan dengan tegas.

Mendadak air mata keluar deras dari mata Karin, tak terbendung lagi.

"Harusnya kamu tahu. Harusnya kamu bisa membaca pikiranku tanpa aku harus mengatakannya," isak Karin.

Dengan cepat Katon meraih telapak tangan Karin, berusaha mencari tahu apa yang telah terjadi. Tak butuh waktu lama, Katon melempar tangan itu dengan nafas menderu.

"KURANG AJAR!" umpatnya sangat marah.

Sementara Karin hanya bisa menangis, ketika lewat ekor matanya, dia melihat James datang terburu-buru dengan muka panik. James bahkan menekan punggung Katon, seolah berusaha sangat keras menghadang sesuatu yang akan muncul dari dalam punggung itu.

"Aku harus bunuh Hendery! Hari ini juga!" teriak Katon sangat murka.

Katon sengaja membuka pikirannya dari James, sehingga saat membaca pikiran Katon, pria tua itu mengumpat keras dan pandangannya beralih pada Karin.

"Kenapa kamu tak bilang padaku?" protes James yang matanya memerah memendam amarah.

Karin terus saja terisak, ingin membuka mulutnya namun dirinya sendiri masih dikuasai penuh oleh deraian air mata yang membuat mulutnya tak bersuara. Dia bahkan menutup wajahnya karena tak kuasa memandangi wajah James maupun Katon.

"Tinggalkan kami, James," pinta Katon setelah dia berhasil mengontrol emosinya.

"Tapi Karin tidak bersalah, Tuan,"

"Tinggalkan kami," ulang Katon tegas.

James tak punya daya. Semakin dia menatap wajah Karin, semakin amarah menguasai dirinya, maka dengan patuh dia segera memberikan ruang untuk Katon dan Karin. Kemudian Katon balik mendekati Karin, mengelus punggung gadis itu lembut. Karin tetap saja menangis tanpa henti, menutupi wajahnya dengan tubuh setengah gemetar.

"Aku janji akan membunuhnya hari ini," ucap Katon.

"Jangan," Karin menggapai tangan Katon. Wajahnya bengkak dan matanya merah, tanda bahwa sudah banyak sekali air mata yang dia tumpahkan.

"Aku tidak ingin ada pertumpahan darah,"

"Tapi dia menodai istriku,"

Karin mengulurkan telapak tangan kanannya pada Katon. Meski sekarang Katon tak lagi bisa membaca pikirannya, namun Karin tahu Katon masih bisa membaca jika Karin sengaja membuka itu untuk Katon. Lalu Katon menerima telapak tangan itu dan mulai menelusuri apa yang sebenarnya terjadi. Sedetik kemudian, setetes air mata tak terasa jatuh dari pelupuk matanya.

Katon menatap pias ke sembarang arah, tak fokus. "Kenapa kamu tak pergi meninggalkanku saja?"

Karin berusaha menahan tangisannya yang menderu, berusaha melawan arus derasnya air mata itu.

"Aku mencintaimu," ucap Karin pelan, ikut menangis ketika melihat Katon menitikkan air mata.

"Aku tak pernah menyentuhmu, bahkan harus Hendery yang melakukannya lebih dulu,"

Meski pahit dan tragis, Karin tak bisa memalingkan pandangannya dari Katon yang untuk pertama kalinya menatap Karin dengan tatapan sedih.
Karin semakin tak bisa membendung air matanya. Wajahnya sudah membengkak, menguras habis air matanya. Namun wajah sedih Katon dengan mata hijaunya membuat Karin tak bisa menahan kesedihan yang datang secara bertubi-tubi. 

"Akan kupastikan Hendery mati hari ini," ucap Katon dan seketika matanya berubah hitam legam.

Nafasnya menderu, merasakan kemarahan yang sudah mulai menggerogoti hati dan pikirannya.



Ps.
Halo! Buat yang pengen tahu kejadian apa saja yang terjadi dengan Karin dan Hendery di dalam hutan terlarang, sudah tersedia additional part di Karyakarsa. Aku bahas detail di part tambahan ini, ya. Jadi siap-siap kena plot twist.

The Devil's Love Trap [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang