Bab 54

1.9K 98 0
                                    

Erna memutuskan untuk tidak masuk ke sekolah keesokan harinya, karena kondisinya yang masih penuh luka dan tidak tahan jika harus mendengarkan gosip serta cemoohan dari para siswi, karena berita perkelahiannya dengan Stefani telah tersebar luas ke seluruh penjuru sekolah Sofia.

Setelah disembuhkan oleh Hendery, meskipun lukanya telah menutup dan tidak mengalami pendarahan, namun bekasnya tetap saja belum mengering seratus persen, sehingga dia harus membalut kedua lengannya dengan perban. Erna tak ingin memberi bahan bagi para siswi tukang gosip di sekolah, dengan kemunculannya. Maka dia memilih untuk istirahat di dalam kamar, untuk sehari saja.

“Er, boleh aku masuk?”

Erna sampai hampir melompat, karena tidak percaya telah mendengar suara Karin, begitu jelas dari balik pintu kamarnya. Dia lalu balik berteriak, meminta Karin untuk masuk karena tidak dikunci. Maka Karin pun segera membuka pintu, muncul dengan raut khawatir bersama Aldo di belakangnya.

“Kukira kamu sendirian, Rin,” ujar Erna, sedikit lega karena Karin tidak sendirian.

“Aku bisa mati jika ke sini sendiri, Er,” sahut Karin, lalu meletakkan sekeranjang buah dan roti kesukaan Erna di atas meja.

Aldo tidak henti-hentinya menatap takjub kamar asrama Erna, seakan ini adalah kali pertamanya masuk ke dalam asrama wanita Sofia.

“Bagaimana keadaanmu?” tanya Karin, kembali cemas.

Erna menggeleng. “Aku sudah baik-baik saja. Tapi aku belum siap untuk ke sekolah,”

“Ya, sebaiknya jangan ke sekolah hari ini. Mereka bergosip hal gila tentangmu,” timpal Aldo, seperti biasa selalu senang menyahut omongan Erna.

Meskipun kesal, tapi rasa penasaran Erna kelewat besar. “Apa yang mereka gosipkan?”

“Katanya kamu menggunakan Hendery untuk menjebak Edo,”

Erna dan Karin saling pandang. Itu semua memang benar adanya, dan bukan hal gila. Tapi, Aldo tetaplah Aldo. Si tukang baca pikiran yang tidak pernah sopan. Erna yakin ini semua bukanlah gosip, tapi memang cemoohan dari Aldo sendiri.

“Kamu membaca pikiranku, kan?” tebak Erna.

Aldo angkat bahu, sedikit nyengir menampakkan deretan giginya. “Sungguh pemberani, menggunakan Hendery sebagai alat,” komentar Aldo. “Kamu tahu, kan, Hendery itu ibarat ular yang bisa meracunimu kapan saja. Dia pasti tidak melakukan ini semua secara cuma-cuma,”

“Maksudmu?” tanya Erna.

Aldo kembali angkat bahu. “Dia pasti meminta timbal balik darimu. Lihat saja nanti,”

Ucapan Aldo membuat Karin sedikit teringat dengan perkataan Katon waktu itu, tentang Hendery yang mengincar Erna. Namun Katon tidak menjelaskan secara gamblang mengenai dugaannya ini, sehingga membuat Karin hanya bisa menduga-duga.

***

“Aku senang, akhirnya kamu menerima panggilanku,” ujar Stefani, ketika melihat Katon datang menghampirinya.

Kini, mereka berdua memutuskan untuk bertemu di ruang kelas kosong yang terletak di bagian ujung belakang sekolah, biasa digunakan Katon dan Stefani untuk bercengkerama. Begitu pula hari ini, setelah sekian lama tidak lagi bertemu, akhirnya Katon menerima ajakan Stefani untuk bertemu.

Stefani berlari kecil, menyambut Katon dengan kedua lengannya yang terbuka lebar. Dan Katon tetap tenang, meski wanita itu melingkarkan lengan ke lehernya, dengan dekapan erat.

“Aku sangat merindukanmu, Sayang,” bisik Stefani di sela-sela pelukan mereka.

Tapi Katon tak bergeming. Tidak berusaha melepas pelukan Stefani, ataupun balas memeluk. Lelaki itu hanya diam, menatap nanar ke sembarang arah yang jauh, dengan bola mata hijaunya.

The Devil's Love Trap [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang