Bab 44

1.8K 100 3
                                    


"Kau sudah siap mati?" tukas Katon saat Hendery berdiri beberapa puluh meter di depannya.

Hendery tertawa sekilas. "Kau yakin aku yang mati?"

"Kau tahu kau tak akan pernah bisa menang melawanku," Katon memegang pedang yang sudah menancap di sisi kanannya.

"Sudah berapa kali kau melawanku dan berakhir gagal? Dan kali ini kau menggunakan istriku. Kau iblis paling pengecut yang pernah kutahu,"

"Istrimu?" Hendery kali ini semakin melepaskan tawanya tanpa sungkan. "Kenapa kau sebut gadis yang tak pernah kau sentuh sebagai istrimu?"

Katon mulai melepas pedangnya yang menancap di tanah. Sedangkan Hendery justru asyik memainkan belatinya.

"Lihat aku, aku bahkan tak perlu sampai mengeluarkan pedangku untuk melawanmu," pongah Hendery.  "Aku bisa menghabisimu hanya dengan belati kecil ini," Dia menunjukkan belati itu pada Katon dengan bangga.

"Pedangmu tak akan bisa keluar," timpal Katon cepat. "Karena kau tak punya seorang pun untuk dicintai atau mencintaimu. Kau hanyalah seorang iblis yang tak pernah dicintai siapapun,"

Katon mengarahkan ujung pedangnya pada wajah Hendery. "Bahkan orang tuamu juga tak menginginkanmu,"

Kelopak mata Hendery berkedut sesaat setelah mendengar ucapan terakhir Katon. Hampir seratus tahun lamanya dia tak pernah mendengar seseorang menyinggung orang tuanya. Dan kali ini, seakan disengaja untuk memancing amarah Hendery, Katon membawa kembali sebuah momok yang tak ingin Hendery ingat.

"Kalau kau mati di tanganku, Karin akan menjadi milikku selamanya," Hendery mengganti topik yang sebelumnya hampir memercik amarahnya.

Katon menatap Hendery tajam bahkan hingga tak berkedip. "Kau yang akan mati,"

"Kau tak berani membuat perjanjian denganku?" hardik Hendery. "Sebagai calon pemimpin negeri ini dan sekaligus Alfansa, harusnya kau tahu aturan dari sebuah duel. Kita tak bisa memulainya sebelum ada perjanjian,"

* * *

"KATON?!" teriak Stefani histeris saat melihat Katon dan Hendery berdiri berhadap-hadapan dengan mengacungkan senjata masing-masing.

Dia berlari hendak mendekat, namun James yang juga menunggu di pinggir lapangan dengan cepat segera menghentikan laju kaki Stefani.

"Jangan, Stef! Tuan Katon telah memasang pagar pembatas. Kalau kamu tak ingin tubuhmu terbakar, sebaiknya diam di sini," cegah James.

"Tapi mereka akan berduel sampai mati! Bagaimana kalau Katon mati?!" Stefani berteriak panik.

"Tidak akan," jawab James berusaha menenangkan Stefani.

"Gara-gara cewek sialan itu, mereka berdua harus seperti ini!" umpat Stefani penuh kemarahan. "Akan kubalas dia," Stefani hendak pergi namun James segera menarik tangannya.

"Tidak ada siapapun yang salah di sini," ucap James. "Ini murni Hendery yang sengaja memancing kemarahan Tuan Katon," James mendekatkan bibirnya ke telinga Stefani. "Jika kamu tidak ingin memancing kemarahan Tuan Katon, sebaiknya urungkan niat untuk mengganggu Karin. Kamu sudah memiliki raga Tuan sepenuhnya, sedangkan Karin tidak pernah memiliki apapun dari Tuan Katon. Jadi kurasa itu cukup,"

Penjelasan lebar James sedikit meredam kemarahan membuncah di dada Stefani. Wanita itu menghembuskan nafas, tanda berusaha mengatur kesabaran. Lalu dia ikut berdiri di sebelah James, mengamati duel antara dua bangsawan iblis tertinggi.

* * *

"Sampai kapan kau akan diam?" tanya Hendery. "Kalau kau ingin segera membunuhku, harusnya kau setuju dengan perjanjian yang kutawarkan,"

Katon menurunkan pedangnya. "Karin bukan barang yang bisa kau miliki,"

"Setidaknya aku tidak hanya memiliki namun juga memakai. Tidak sepertimu yang hanya menjadikannya hiasan," timpal Hendery enteng.

Tanpa diduga, pedang yang sebelumnya telah diturunkan, melesat sangat cepat tepat menyerempet lengan kanan Hendery. Langit yang semula berwarna abu-abu muram, berubah makin gelap seiring gelapnya seluruh warna mata Katon.

"Aku tidak akan mengampunimu kali ini," ujarnya, berjalan perlahan semakin dekat dengan tubuh Hendery yang mematung memegangi lengannya. Meski terluka, dia tetap menyeringai seakan tak takut mati.

Hendery mundur cukup jauh ketika Katon mulai dekat untuk menjangkau pedangnya. Akhirnya Katon kembali mengarahkan pedangnya tepat pada sosok Hendery. Katon berlari secepat kilat menyambar tubuh Hendery dengan ayunan pedang besarnya, meski Hendery bisa menepis serangan kilat itu dengan kembali menghindar. Kemudian Hendery melempar belati di tangannya, namun pedang Katon refleks menangkis belati itu. Katon hendak menghancurkannya, sebelum Hendery datang sekedipan mata untuk menyelamatkan belatinya.

* * *

Serena dan Ken datang menjenguk Karin dengan membawa sekeranjang buah-buahan dan makanan kesukaan Karin di Alfansa. Saat melihat kondisi Karin yang masih lemas, Serena seketika memeluk Karin dan menangis. Ken berkali-kali meminta Serena untuk tak semakin membuat Karin sedih, namun istrinya itu tak mengindahkan. Serena tersedu, mengasihani nasib malang Karin.

"Apakah duel mereka sudah selesai?" tanya Ken pada Karin.

Karin menggeleng lemah. "Langit berubah makin gelap dari sebelumnya,"

"Katon sepertinya sangat marah kali ini," timpal Ken. "Dia tidak pernah seperti ini sebelumnya. Keluarga Damon memang sangat senang memancing keributan, tak terkecuali pewaris mereka,"

Serena mengangguk pelan, saling menatap satu sama lain dengan Ken. Sedangkan Karin saat ini diliputi rasa cemas akan kondisi Katon. Dia ingin segera tahu apa yang terjadi, namun James tak kunjung menjawab panggilan ponselnya.

* * *

Hendery tak bisa berkutik. Tubuhnya terpelanting mundur, tak dapat menahan tekanan pedang besar Katon yang semakin lama semakin menembus jantungnya. Pedang itu mengarah pada sebuah pohon tinggi besar yang ada tak jauh di belakang punggung Hendery, dan menancapkan tubuh Hendery di sana. Maka tanpa bisa melawan, tubuh Hendery terpaku di tengah pohon, dengan posisi jantung yang ditembus pedang haus darah itu. Darah segar tidak berhenti mengalir dari tubuhnya.

Katon kembali merapikan bajunya dan berjalan tanpa tekanan mendekati tubuh Hendery yang mengenaskan.

"Kau akan tertancap di sini selama satu jam, kehabisan darah dan mati. Aku ingin membuatmu mati perlahan, karena tidak akan ada yang datang untuk menyelamatkanmu,"

Jleb! Tanpa disadari oleh Katon, Hendery yang masih menggenggam erat belatinya secara spontan melempar belati itu ke arah Katon yang berdiri tanpa pertahanan. Belati kecil itu berhasil menusuk perut Katon. Senyum licik tersungging di bibir Hendery yang berlumuran darah.

"Aku tidak akan mati sendirian," ucapnya.

The Devil's Love Trap [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang