Bab 19

1.9K 116 0
                                    


Mobil Holden Kingswood warna biru tua itu sudah terparkir rapi di samping pintu gerbang asrama putri dimana Karin dan Erna tinggal. Berdiri Hendery yang bersandar pongah di samping kap depan mobilnya. Dia mengenakan kacamata hitam dengan kemeja longgar yang tipis. Saat melihat Erna dan Karin yang keluar dari gerbang, dia melambaikan tangan riang. Erna senang buka main melihat Hendery, dia bahkan berlari menghampiri cowok itu.

"Kita beneran liburan nih?" seru Erna sangat senang. Dia sudah memakai pakaian santai terbaiknya, "Kita beneran mau ke pantai kan?"

Hendery melepas kacamatanya, "Menurutmu aku akan ke gunung dengan baju setipis ini?" omel Hendery, karena Erna kelewat berisik.

Hendery menunjuk penampilannya, kemudian beralih ke Karin, "Kamu mau, kan, liburan bersamaku?" Nada suaranya berubah pelan dan dramatis saat berbicara dengan Karin.

Karin mengangguk, ikut senang, "Aku tidak pernah melihat pantai,"

"Rin, serius?" Erna melongo sangat terkejut. "Tidak pernah lihat selama di sini maksudmu, kan? Aku juga tidak pernah lihat pantai di sini,"

Karin nyengir. Hendery yang bisa membaca pikiran hanya bisa tersenyum simpul. Dia tahu yang dimaksud Karin adalah belum pernah melihat pantai seumur hidupnya. Demi mengalihkan perhatian Erna, Hendery segera mengajak mereka berdua naik ke atas mobilnya dan bergegas berangkat. Jarak pantai dan lokasi mereka sekitar dua jam, semakin cepat mereka berangkat semakin cepat mereka sampai.

"Rin?" Hendery mencuri pandang pada Karin yang duduk di sampingnya.

Sengaja Hendery memaksa Erna duduk di belakang sendirian dan Karin di sampingnya, walaupun sempat ada perdebatan singkat antara dia dan Erna.

Karin hanya menggumam tak jelas, karena perhatiannya masih fokus pada pemandangan indah yang ada di kiri kanannya.

"Pantai seperti apa yang ingin kamu tuju?" tanya Hendery dengan tangan memegang kendali. "Kamu bisa sebutkan salah satu nama pantai di Alfansa,"

Karin diam berpikir, "Concola?" tawarnya. "Atau mungkin Gamlin?" Dia menyebutkan dua nama pantai dengan ragu. "Aku hanya pernah mendengar dua nama itu,"

Hendery mengangkat sebelah bibirnya, tak perlu dua kali untuk bisa membaca apa yang ada di benak Karin. Tak lama hamparan pantai yang bersih dengan air berwarna kehijauan sudah terbentang di depan mereka. Erna berseru girang, mendendangkan berbagai lagu kesukaannya.

"Berisik," gerutu Hendery mengusap telinga kirinya. "Diam, Er," omel Hendery disambut tawa oleh Karin.

Gadis itu akhirnya tertawa, dan dia tertawa oleh tingkah Hendery dan Erna yang bagai bumi langit karena selalu berdebat tentang hal tak penting. Setidaknya untuk beberapa saat dia bisa melupakan nama Katon yang selalu tiba-tiba muncul dibenaknya, sambil berharap kapankah lelaki itu akan datang menemuinya.

Hendery menghampiri Karin yang duduk santai di tepi pantai, memperhatikan Erna yang sibuk bermain air laut yang pasang surut. Erna melambaikan tangan mengajak Karin bergabung, tapi gadis itu menolak halus. Dia sudah cukup senang bisa melihat pantai secara langsung, bisa merasakan pasir pantai yang bersih dan mendengarkan deburan ombak yang ribut tapi menenangkan.

"Sudah sekitar tiga bulan," ucap Hendery yang duduk di samping Karin, "Katon memang tergila-gila dengan Stefani sejak dulu,"

Hendery mulai merebahkan tubuhnya di atas hamparan pasir pantai. Untung hari ini sedang mendung, jadi tidak ada masalah bagi dia untuk membentangkan tubuh di pantai.

Lalu dia menambahi, "Aku baru tahu kalau dia juga brengsek," Hendery tertawa, "Tapi aku berterima kasih karena dia mencampakkanmu, aku bisa mendekatimu," ucap Hendery, menoleh dengan tatapan menggoda Karin.

"Kamu tudak takut dengannya?" tanya Karin.

"Aku? Takut dengan Katon?" Hendery yang sangat terkejut sampai bangkit sambil menunjuk dirinya sendiri, "Siapa yang bilang aku takut dengan Katon?"

"Semua orang takut padanya," balas Karin, "Bahkan saat di Alfansa, seorang kepala preman yang mengincarku takut padanya," jelas Karin panjang lebar. Dia masih sibuk melambaikan tangan pada Erna yang berusaha mengajaknya bermain air.

Hendery tertawa menggelegar, "Tidak ada yang kutakuti, Karin. Apalagi Katon. Dia sangat mudah bagiku," tegas Hendery.

Tidak seperti Katon yang warna matanya bisa berubah, Hendery hanya menyebarkan hawa dingin yang tiba-tiba menjalar di seluruh punggung Karin.

"Ayo," Hendery mendadak bangkit dan menarik tangan Karin, tak peduli meski gadis itu meronta minta dilepaskan.

Karin terpaksa mengikuti langkah Hendery yang menyusul Erna masuk ke dalam ombak, bahkan lelaki itu mulai memercikkan air pada Karin. Mereka bertiga tertawa lepas, disapu ombak dan membiarkan baju mereka basah. Namun dibalik kesenangan mereka, tanpa disadari Katon sudah mengawasi sejak saat mereka datang. Dia mengawasi dari balik mobil Hendery yang diparkir tak jauh dari lokasi.

Melihat raut senang di wajah Karin menimbulkan desiran hebat di benak Katon, hingga matanya yang tiga bulan ini selalu hitam legam mendadak berubah hijau zamrud. Gadis itu bahagia, dengan rambut panjangnya yang basah dan wajah polosnya yang berbinar. Tidak seperti Stefani yang bermata tajam dan indah, Karin hanyalah gadis biasa berwajah polos dengan tubuh kurusnya yang ringkih.

Karena terbawa lamunannya, Katon tidak sadar Hendery sudah berjalan sangat cepat menuju lokasinya. Tatapan Hendery sangat tajam, cenderung marah dan seakan ingin menyerang.

"Apa yang kau lakukan di sini?"

"Aku tidak ada urusan denganmu," balas Katon ketus.

"Sebaiknya kau ajak Stefani ke sini," ucap Hendery. "Tapi ini dunia buatanku, dan kau masuk tanpa izin," Pantai yang mereka datangi memang hanyalah dunia buatan Hendery berdasarkan imajinasi yang ada di benak Karin. "Kecuali kau memang sudah membuntutiku dari awal,"

"Pertahananmu lemah sampai bisa kutembus,"

Hendery tertawa, lalu mendekat ke telinga Katon, "Kukira kau sudah mencampakkan Karin, tapi kenapa kau tak menghapus tatomu?" bisiknya.

"Supaya tidak ada orang lancang yang melecehkannya," jawab Katon tegas.

Hendery justru tertawa mendengar jawaban Katon, "Tapi kau tahu siapa aku, kan?" tanyanya pongah. "Aku tidak akan menyerah hanya karena tato itu masih ada," tegas Hendery masih dengan suara pelan.

Mendengar tawa menggelegar dari Hendery membuat Karin dan Erna berhenti bermain air dan kaget saat melihat Hendery sedang bersama Katon. Erna berlari kecil menghampiri Hendery, sementara Karin hanya diam terpaku di tempatnya seakan membeku. Dia tak menyangka akan melihat Katon lagi di sini.

Karena Karin sepertinya enggan mendekat, Katon berinisiatif datang menghampiri Karin. Dia datang secepat kilat dan tanpa ragu menggapai lengan kanan gadis itu.

"Kamu hampir terseret ombak," Dia menarik tangan Karin agar sedikit menjauh dari bibir pantai.

"Kenapa kamu kemari?" tanya Karin masih tertegun.

"Aku datang menjemputmu," jawab Katon. "Ayo pulang bersamaku," Dia menyentuh pelan jemari Karin, berusaha menautkan dengan tangannya.

The Devil's Love Trap [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang