Bab 29

1.9K 113 0
                                    


"Dia gila," ucap Karin.

Erna memutuskan membawa temannya ke asrama malam ini. "Hendery? Apa yang dia lakukan?"

Karin menggenggam erat kedua tangan Erna. "Berjanjilah padaku kalau kamu tidak akan menemui Hendery!" serunya dengan sisa ketakutan oleh teror Hendery.

Erna hanya mengerjapkan mata, tak niat menjawab.

"Dia ... dia memanfaatkanku untuk melawan Katon," aku Karin.

Erna tentu tak kaget, karena sejak awal bertemu Hendery, lelaki itu sudah berkoar-koar padanya akan membunuh Katon.

"Aku takut dia akan memanfaatkanmu untuk melawan Katon," ujar Karin. "Tapi makasih sudah menyelamatkanku,"

Erna mengangguk hangat, menawarkan segelas susu coklat pada Karin.

"Hari ini kamu menginap di sini atau pulang? Kalau pulang, aku harus mengantarmu. Jangan berkeliaran sendirian,"

Karin meneguk sekali kemudian menggeleng, "Aldo akan menjemputku,"

Mereka berdua berjalan keluar asrama dengan puluhan pasang mata yang tajam membuntuti langkah mereka. Erna menggenggam erat tangan Karin, menyuruh sahabatnya untuk tak banyak menoleh. Dari kejauhan ekor mata Karin menangkap sosok Tanya yang menatapnya sangat tajam, seakan ingin membunuh.

Peluh dingin tak terasa mengalir dari kening Karin. Tak lama, mereka sampai di gerbang asrama dengan Aldo yang memandangi khawatir.

"Apa yang terjadi?" tanya Aldo. "Kamu apakan  Karin?!" Kali ini pertanyaan Aldo menjurus pada Erna.

Erna mendengus kesal. "Bisa tidak tanyanya baik-baik? Kalau bukan karena keteledoranmu, Karin tidak mungkin di hutan terlarang!" omel Erna. "Harusnya makasih sama aku," tambah Erna.

Aldo memutar bola matanya. "Karin, ayo kuantar pulang. Katon pasti sudah menunggumu," tawar Aldo.

Karin manut dan setelah mengucapkan salam pamit, dia segera masuk ke dalam mobil Aldo untuk diantar pulang ke rumahnya.

Erna masih diam mematung menatap nanar mobil Aldo yang makin lama makin hilang, tanpa sadar Holden Kingswood biru sudah diparkir tepat di depannya. Klaksonnya berbunyi nyaring, membuat jantung Erna hampir copot, hingga dia mengumpat keras. Kemudian kaca depan mobil itu dibuka perlahan, dan tampaklah Hendery duduk di kursi kemudi dengan wajah menyeringai menatap Erna.

"Sengaja ya mau bikin aku jantungan?" bentak Erna marah.

"Ayo masuk," perintah Hendery.

Erna melotot. "Mau kamu apakan aku?"

Hendery tertawa lepas. "Tidak ada yang tertarik denganmu," timpalnya. "Ayo masuk. Ada yang ingin kubicarakan,"

"Bicara di sini saja,"

Hendery mengeluarkan sedikit kepalanya dari mobil. "Mau lihat aku marah?"

Seperti biasa Hendery menebarkan hawa dingin aneh yang menjalar di punggung Erna.

Sambil menelan ludah terpaksa, Erna membuka pintu mobil dan mereka segera melaju meninggalkan asrama.

"Ada apa?" tanya Erna setelah mereka berada di dalam mobil.

Hendery mengemudi dengan kecepatan sedang. "Bagaimana kamu bisa masuk ke hutan terlarang?"

"Kenapa? Bukankah hutan itu hutan biasa untukku? Aku bukan pengantin bangsawan iblis tertinggi atau pun seseorang yang banyak diincar seperti Karin,"

Hendery mengacak rambutnya. "Tapi tetap saja hutan itu berbahaya untukmu,"

"Kenapa?"

Hendery melirik Erna geram. "Masih tidak paham?"

Erna angkat bahu.

"Pokoknya, jangan pernah datang lagi ke sana. Beruntung kemarin kamu datang saat aku di sana, jadi tidak ada yang berani mendekatimu," pinta Hendery.

"Di sana kamu bisa dinodai oleh bangsawan iblis rendahan yang tidak ingin mengikatmu. Dan itu merugikanmu. Sebaiknya jangan pernah ke sana,"

"Aku masih tidak mengerti," gumam Erna bingung.

Hendery tiba-tiba menancap gas kencang, membuat Erna harus mengencangkan pegangannya pada sabuk pengaman.

"Pantas dia mencampakkanmu!" pungkas Hendery masih dengan kecepatan tinggi.

Erna semakin mempererat pegangannya pada sabuk pengaman, meski begitu dia tetap saja tak mengerti kenapa Hendery meninggikan laju mobilnya.

"Turun!" Hendery tiba-tiba menghentikan mobilnya di perempatan dan membentak Erna menyuruhnya turun.

"Maksudmu apa? Kenapa kamu marah?" ucap Erna enggan turun. "Lagipula ini dimana? Aku tidak tahu jalan pulang. Bagaimana kalau ada yang menculikku?"

"Tidak akan," sahut Hendery cepat.

Erna pun akhirnya memilih turun, meski dia tak paham apa yang terjadi. Ketika Hendery menancap gas dan pergi, lamat-lamat gerbang asrama ada di depan Erna. Seketika dia ingat bahwa dia tidak sedang di Alfansa.

* * *

Karin masih memperhatikan obrolan Katon dan Aldo dari kejauhan, walaupun dia tak paham apa yang sedang mereka bicarakan. Karin hanya berharap Aldo tak mengadu pada Katon tentang hutan terlarang. Tak lama, Aldo pergi dan tinggallah kini Katon dan Karin di dalam rumah besar mereka.
Karin bergegas menuju dapur, berpura-pura menyiapkan makanan ketika Katon masuk ke dalam rumah. Melihat Karin, Katon menghampirinya dengan mata yang hijau teduh, membuat hati Karin sedikit tenang.

"Masak apa?" tanya Katon basa-basi.

Karin menunjukkan masakannya sekilas. "Mau makan?"

Katon menggeleng dan duduk di meja island sambil memperhatikan Karin.

"Hari ini aku menemui Laksita,"

Mendengar nama ibunya disebut spontan membuat Karin menghentikan aktivitasnya. Dia menoleh kaget pada Katon.

"Dia sehat," tambah Katon. "Dan dia senang kita sudah menikah,"

Karin menundukkan pandangannya. "Kenapa kanu tidak mengajakku?"

"Belum waktunya," jawab Katon. "Masih banyak hal yang harus kamu pelajari sebagai istri pewaris Bagaskara,"

Perkataan Katon hanya didengar sambil lalu oleh Karin. Dia balik melanjutkan kegiatannya.

"Hari ini rumah induk mengundang kita untuk makan siang bersama," ucap Katon. "Aku akan menyuruh James menyiapkan gaun untukmu,"

The Devil's Love Trap [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang