“Siapapun yang menyakiti Erna, akan mati malam ini … “ Ancaman Hendery tak perlu digaungkan dua kali, karena dalam satu helaan nafasnya yang menderu dan murka itu saja, sudah membuat ciut nyali siapapun yang mendengar.
Salah seorang siswi telah menjadi korban, kini terkulai mati kaku dengan luka tusukan belati di jantung. Semua mulai mundur. Kemudian Hendery melempar kembali belatinya ke siswi lain, yang dari pikirannya bisa Hendery baca, jika dia menjadi salah satu yang merundung Erna.
Dua orang mati begitu saja, tanpa mengucapkan kalimat terakhir, atau setidaknya mohon pengampunan. Sementara tubuh Erna sudah babak belur dipukuli, tapi Hendery justru melirik Erna sekilas, dan mulai sibuk dengan aksinya sendiri.
Di sisi lain, Karin yang lemas dan kedinginan mulai meringkuk menghangatkan tubuhnya ke dalam dekapan Katon, yang seakan enggan untuk melepas pelukan.
“Maafkan aku, karena tak bisa melindungimu,” Katon tampak amat menyesal, sekali lagi mengelus rambut Karin dan makin memeluknya erat.
Dan di saat itulah, mata hijaunya tiba-tiba melebar, sedikit bergetar dan menjauh dari Karin. Dia segera memegang perut bawah Karin, untuk memastikan sesuatu yang baru saja dia ketahui.
“Kamu … hamil?” tanya Katon, takjub luar biasa.
Karin yang tak pernah paham konsep hamil, sebagai wanita yang pertama kali mengalami pun, sama-sama takjub. Dia menganga, tak bisa merespon selain hanya ikut mengelus perutnya sendiri.
“Katon, kenapa kamu menggagalkan rencanaku!” pekikan Stefani yang telah berhasil bangkit dari serangan Katon, membuat perhatian Katon sedikit teralihkan padanya.
Dia berjalan, sedikit tertatih, namun sepuluh jari kukunya menajam layaknya serigala. Kuku itu sangat tajam, setajam pisau yang akan mencabik siapa saja yang berani mendekat.
Namun langkah Stefani untuk menghampiri Katon harus terhalang, karena Hendery kini maju dan memotong jalannya. Lelaki itu tiba-tiba mencengkeram leher Stefani, sekuatnya hingga Stefani sedikit terdorong mundur.
“Urusanmu denganku, Stef,” gumam Hendery. “Kamu tentu ingat tentang ancamanku tempo hari. Aku tidak main-main akan membunuhmu,”
Stefani menepis tangan Hendery, berteriak lalu maju dengan sepuluh jari kuku yang siap mengoyak tubuh Hendery. Namun, Hendery juga telah memiliki persiapannya sendiri. Belati kecil yang selalu dia bawa kemana pun itu telah siap di tangan kanan, dan menunggu aba-aba tuannya untuk bergerak.
Hendery sekali lagi menangkap leher Stefani, dia pukul mundur menabrak dinding di belakang, yang mengakibatkan keretakan parah. Kemudian dia melesat cepat, menusuk belatinya tepat ke dada Stefani, sekali, dua kali dan yang ketiga kali, Hendery tancapkan makin dalam.
Stefani kalah. Dia tidak bisa bergerak. Dia tak menyangka, pertikaiannya dengan Hendery malam ini akan berlangsung secepat kedipan mata. Kini dia tertusuk, kesakitan, sedikit demi sedikit tumbang.
“Aku sudah bilang, jangan sakiti Erna,” bisik Hendery.
Melihat Stefani yang sekarat, Katon mulai bangkit. Dia tidak minta persetujuan Karin, tapi dia terus berlari menghampiri Stefani yang kini telah seratus persen tumbang, terkapar di lantai berdebu. Saat melihat Katon yang meraih tubuhnya, Stefani mulai menangis. Tangisan yang teramat pilu, sesak, seakan Stefani tahu jika waktunya tidak lama lagi.
“Aku mencintaimu, Katon,” Stefani mencoba meraih pipi Katon, yang kini duduk berusaha menahan kepala Stefani.
“Aku senang, setidaknya aku mati karena mempertahankan cintaku,” rintih Stefani, terus menerus menangis.
Maka segalanya telah hilang. Seiring dengan tubuh Stefani yang mulai menguap, dari ujung kakinya hingga ujung rambutnya, hilang menjadi partikel-partikel debu yang tak bisa digapai. Stefani mati. Mati sebagai seorang bangsawan iblis wanita yang membela rasa cintanya. Meski, rasa cinta dan obsesi itu tak bisa dibedakan, tapi Stefani tahu, lebih baik dia mati daripada harus menyaksikan kekasih hatinya makin menghilang dari kehidupannya.
Hendery yang puas, segera membersihkan belatinya dari sisa-sisa darah para korbannya malam ini. Kemudian dia berjalan ke belakang, bukan untuk menghampiri Erna, tapi justru Karin.
“Kamu sudah aman sekarang,” katanya. “Terima kasih, Hendery,” Hendery mengucapkan terima kasih untuk dirinya sendiri, sambil menatap ke arah Karin dengan seringaiannya yang selalu menyeramkan.
Karin hanya diam, tak mau merespon, karena segala hal yang terjadi malam ini amatlah mengerikan. Dia terus memeluk tubuhnya sendiri, sebelum akhirnya James dan yang lainnya berhamburan masuk, dengan sigap memberikan busana baru untuk Karin.
Karin kini menangis dalam pelukan James, menangis sangat keras hingga terdengar seperti raungan ketakutan. Karin sangat takut. Sangat takut dia akan mati malam ini. Tapi saat melihat sosok tua James yang menenangkannya, Karin pun yakin jika dia telah aman.
Karin telah bersama Katon dan para pelindungnya, maka Hendery tak perlu lagi berada dekat dengannya. Dia menoleh ke arah Erna, yang duduk lemas di pojokan, dengan wajah lebam dan penuh luka.
Gadis itu gemetaran, menatap nanar tak tentu arah, dan tampak mengenaskan karena tak ada seorang pun yang datang menghampirinya. Dan dengan satu tarikan nafas, Hendery berjalan perlahan, ke arah Erna yang selalu kesepian.
Saat melihat sosok Hendery yang berdiri di depannya, pelan-pelan Erna menggerakkan kepalanya untuk mendongak bertatap muka dengan Hendery.
“M-maafkan aku,” Erna terbata-bata mengucapkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Devil's Love Trap [END]
FantasyMenikah atau ibunya mati. Karin harus memilih salah satu. Katon Bagaskara telah menandainya sebagai calon pengantin, semenjak Karin masih dalam kandungan ibunya. Dan kini, demi menyelamatkan hidup sang ibu, Karin terpaksa pergi meninggalkan kehidup...