Bab 37

2K 123 0
                                    


"Hidupnya tak pernah tenang, bahkan Albert rela kehilangan separuh waktu tidurnya demi menjaga Karin dari para lelaki bejat," Vanya meneruskan ceritanya.

"Aku bersyukur Rama menjemputku ketika usiaku sudah 30 tahun, setidaknya aku bisa bercerita padamu tentang hidup keponakanku itu," Vanya menatap Katon sambil tersenyum tipis.

Vanya Evans, adik perempuan Laksita Evans yang menjadi pengantin Rama Bagaskara. Tidak seperti Karin yang dijemput Katon saat usianya 18 tahun, Rama memberi kesempatan pada Vanya hingga usia 30 tahun untuk menikmati hidupnya di Alfansa. Maka ketika mereka bertemu, tak butuh waktu lama untuk segera meneruskan pernikahan.

Tapi Karin tak pernah tahu jika dia memiliki seorang tante yang menjadi pengantin bangsawan iblis. Yang dia tahu Vanya pergi meninggalkan Alfansa untuk bekerja ke negeri lain. Vanya selama ini lebih banyak diam dalam urusan keluarga Katon, hingga suatu hari desas desus dicampakkannya Karin oleh Katon terdengar ke telinganya. Lalu Vanya meminta Rama untuk mendesak Bagaskara agar menginjinkannya menjadi pelindung Karin. Meski, seharusnya Rama tak perlu lagi melakukan tugas remeh seperti itu mengingat statusnya sebagai seorang dokter yang paling disegani di negeri bangsawan iblis.

"Katon!!" Rama mendobrak pintu depan rumahnya dengan pedang yang masih dia bawa tanpa niat sedikitpun ingin diturunkan.

Katon terperanjat, tak menyangka dia akan melihat pedang milik Rama untuk pertama kalinya. Namun sebagai calon pewaris tunggal Bagaskara, dia berusaha untuk tenang dan tak gegabah.

"Kamu tahu Karin menghilang dan kamu masih bisa duduk di sini?" seru Rama.

Vanya maju untuk menenangkan suaminya. "Rama, turunkan pedangmu ... Aku tak ingin anak kita melihat ... " Vanya sangat berhati-hati mendekati Rama yang masih diselimuti kemarahan.

"Justru itu aku datang ke sini untuk meminta bantuanmu," aku Katon.
"Karena aku tak bisa menghadapi Hendery sendirian jika dia sedang berada di hutan terlarang,"

"Hendery?" Perlahan Rama menurunkan pedangnya. "Hendery Damon?" tanya Rama memastikan.

Dia tentu tahu siapa Hendery. Bangsawan iblis Damon paling ditakuti, yang selama ratusan tahun menolak untuk memilih calon pengantin karena ambisinya untuk menghabisi Katon. Tak ada satupun titik kelemahan Hendery, yang membuat dia tak terkalahkan. Dia tak pernah mencintai atau pun dicintai.

* * *

Karin terbangun saat mendapati tubuhnya terbaring lemah di atas tanah dingin penuh dedaunan kering. Ketika dia perlahan membuka mata, yang dia lihat pertama kali adalah pepohonan tinggi dan rindang yang dahannya menutupi langit di atasnya. Dia meringis kesakitan karena kakinya yang luka akibat jeratan akar tanaman liar.

"Argh!"

Sekali lagi dia merintih sakit kemudian memegangi tato di belakang lehernya. Noda darah menempel di jari Karin, menandakan ada luka di area tato itu.

"Ada sedikit hadiah untukmu," tukas Hendery yang tiba-tiba saja datang, berjalan santai dengan wajah menyeringai.

"Aku sudah sedikit menodai tato itu, dan itu juga menjadi tanda bahwa aku juga sudah sedikit menodaimu," ucap Hendery puas. "Aku sangat menantikan kemarahan Katon,"

Karin hanya diam dengan nafas tersengal-sengal menahan emosi.

"Kalau begitu lepaskan aku,"

Hendery tertawa menggelegar, memecah kesunyian malam. "Apa kamu bisa keluar dari sini tanpa bantuanku?"

"Lepaskan aku, Hen. Apa menodaiku belum cukup untukmu?"

Karin sadar luka di belakang lehernya terus menerus mengeluarkan darah. Dia memegangi luka itu berharap bisa menghentikan pendarahan.

Hendery mengangkat tubuh Karin, memaksanya untuk berdiri. "Ini belum berakhir, Karin Nevada. Kamu masih harus menemaniku di sini,"

Dia mulai menggendong tubuh Karin dan membawanya pergi dari sana. Meski Karin terus meronta minta dilepaskan, Hendery tak bergeming selain makin mempercepat laju jalannya.

"Kamu lapar?" tanya Hendery di tengah perjalanan.

Dia masih menggendong Karin di depan dadanya. Namun meski sudah menggendong Karin dalam waktu lama, tak tampak ekspresi kelelahan pada wajah Hendery.

"Aku hanya ingin keluar dari sini,"

"Aku kan sudah bilang, belum waktunya," balas Hendery.

Dia menyeringai pada Karin yang dibalas dengan tatapan ketus.

"Kenapa kamu tega menghasut Erna?" tanya Karin berusaha memecah keheningan.

"Aku tak pernah menghasutnya," jawab Hendery. "Rasa putus asalah yang membuatnya berubah," sambung Hendery.

"Bayangkan kamu di posisinya. Enam bulan lagi kamu harus mati jika belum menemukan pasangan. Kemudian kamu melihat sahabatmu dikelilingi para lelaki yang melindunginya,"

"Erna iri padaku?" Karin berseru tak percaya. "Tapi ... apa yang harus dia iri dari aku?"

Hendery tertawa pelan. "Pertemanan kalian sungguh ironis. Satu diinginkan seluruh lelaki, satu lagi tak diinginkan siapapun,"

Karin diam-diam mengamati wajah Hendery ketika lelaki itu tanpa beban masih menggendongnya. Dia bimbang ingin mengucapkannya tapi sepertinya ini adalah waktu satu-satunya dimana dia bisa berbicara pada Hendery. Karena setelah keluar dari sini, Aldo atau Rama pasti tak akan pernah mengijinkan Hendery menemuinya.

"Hen ... ada permintaan yang kuinginkan darimu," ucap Karin.

"Apa?" tanya Hendery cepat.
Karin diam lagi, agak ragu untuk bicara. "Bisakah kamu ... membuat Erna bahagia?"

"Itu bukan tugasku. Aku tak pernah terikat dengan siapapun,"

Jawaban Hendery bukanlah jawaban yang Karin inginkan. Ternyata Hendery tetaplah Hendery, bangsawan iblis berdarah dingin yang senang menyiksa.

The Devil's Love Trap [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang