Bab 35

1.9K 105 1
                                    


Karin terus berlari namun tak kunjung juga dia menemukan jalan keluar. Bahkan hutan itu seakan semakin gelap dan menutupi pandangannya. Jantungnya berdegup sangat kencang, antara capek karena berlari dan takut tertangkap Hendery. Dia sangat tahu kali ini Hendery tak akan membiarkannya lepas begitu saja.

"AAAA!!" Karin berteriak sangat keras ketika secara mendadak Hendery menarik pinggangnya.

Spontan tubuh Karin melesat mundur sangat cepat dan dia sudah duduk di pangkuan Hendery yang sedari tadi tak bergerak dari tempat awal mereka bertemu.

"Kenapa kamu kabur dariku?" Hendery menciumi leher Karin berulang kali.

Karin memberontak, namun Hendery memegangi kedua tangannya sangat erat hingga tak bisa digerakkan.

"AAAA!!!" Kali ini Karin berteriak karena kesakitan saat Hendery menyentuh tato Katon dengan telunjuknya.

"Aku bisa menghancurkan ini sekarang kalau kamu mau," ucap Hendery tampak puas.

"Dan kamu pun tak akan jadi istrinya lagi. Namun ... " Hendery memutus ucapannya dan sekali lagi menyentuh tato itu.

Karin tak ingin berteriak karena tahu Hendery menyukainya. Dia berusaha menahan suaranya, meski tubuhnya harus gemetaran menahan sakit.

"Kamu akan mati karena tak memiliki pelindung sedangkan pikiranmu tetap tak bisa dibaca," lanjut Hendery. "Kamu bersedia?"

Karin dengan tegas menggeleng. Dia menangis dan merintih kesakitan karena sekarang Hendery makin mengencangkan gengggamannya di tangan Karin.

"Kenapa? Kamu bilang kamu menyesal menikah dengannya?" tanya Hendery.

"Sampai sekarang pun dia belum menyentuhmu. Sepertinya memang harus aku yang melakukannya lebih dulu," Hendery memutar tubuh Karin dan sekarang mereka berdua berhadapan.

Hendery tak menggeser duduknya sama sekali, dan hanya Karin yang berdiri memandang Hendery penuh putus asa. Tangannya telah diikat dengan semacam akar oleh Hendery, sehingga dia sama sekali tak bisa bergerak.

"Kumohon ... jangan sakiti aku ... " rintih Karin.

Hendery sedikit mendongakkan kepalanya. Meski dia sedang duduk, tinggi mereka hampir setara karena memang Karin yang bertubuh kecil dan ringkih. Lalu dia menggenggam wajah Karin dengan kedua tangannya.

"Tidak mungkin aku menyakiti gadis sepertimu," ucap Hendery dengan nada lebih merendah. "Tapi aku harus membunuh Katon agar aku bisa menguasai negeri ini," Dia kembali menyeringai.

"Apa hubungannya denganku? Aku sama sekali tak ada hubungan dengan pertengkaran kalian," isak Karin putus asa.

Hendery tertawa. "Aku akan melepaskanmu tapi dengan satu syarat,"

"Apa?"

"Tinggalkan Katon,"

Karin tak menjawab. Dia masih meringis kesakitan karena akar yang mengikat tangannya makin lama makin mengencang. Hendery tak sabar menunggu jawaban Karin, karena sekarang dia sudah tak lagi bisa membaca pikiran gadis itu. Tapi melalui ekspresi dan binar matanya saja Hendery bisa tahu satu hal, Karin mencintai Katon. Maka adrenalinnya makin terpacu karena yakin rencananya untuk membunuh Katon akan berhasil.

Tanpa butuh waktu lama, Hendery mengangkat tubuh kecil Karin untuk duduk di pangkuannya kemudian dia mengulum cepat bibir Karin. Tak ada yang bisa Karin lakukan dengan tangan terikat dan pelukan erat Hendery pada tubuhnya. Karin mulai cemas, firasatnya memburuk.

* * *

Erna tersipu memandangi lelaki pemalu yang duduk di depannya saat ini. Edo Ardiansyah. Seorang bangsawan iblis rendahan, namun bagi Erna status tak pernah penting. Yang terpenting hanya hati dan ketulusannya kepada Erna.

Malam ini Joy merancang pertemuan pertama mereka di sebuah restauran yang terletak dekat dari asrama, sehingga mudah bagi Erna menjangkau tempat itu hanya dengan berjalan kaki.

"Erna Wijaya?" sapa Edo sedikit malu-malu. Dia mempersilahkan Erna duduk ketika gadis itu menganggukkan kepalanya.

"Kamu sudah menunggu lama?" ujar Erna membuka percakapan.

Edo menggeleng. "Aku baru saja datang satu menit sebelum kamu," Edo menegakkan tubuhnya kikuk. "Aku Edo Ardiansyah,"

Dia mengulurkan tangannya kepada Erna. Lalu mereka berdua pun berjabat tangan.

"Seperti yang kamu tahu, aku hanya bangsawan iblis rendahan, jadi sepertinya aku kesulitan menemukan pengantinku hingga harus meminta bantuan Joy," Edo mengusap kepala belakangnya, kikuk.

Erna menggeleng cepat. "Kamu pasti sudah tahu kalau aku dicampakkan kan?" timpal Erna. "Itu lebih memalukan,"

Mereka berdua menertawai kesialan mereka sendiri.

"Aku sering mengamatimu saat di sekolah bersama pengantin Katon," ucap Edo, kemudian mengambil minumannya. "Kukira kamu milik Hendery,"

Erna tersedak tiba-tiba. "Hahaha! Hendery ... dia sepertinya tak pernah tertarik pada wanita,"

Edo tersenyum lebar mendengar jawaban Erna. "Senang bisa mengenalmu, Er,"

Erna dan Edo mulai larut dalam percakapan mengenai kebiasaan masing-masing, seperti hobi dan kesukaan. Tak jarang mereka tertawa bersamaan, lalu saling tersipu malu kemudian tertawa lagi. Hingga tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam, waktunya Erna untuk kembali ke asrama. Edo memutuskan untuk mengantarkan Erna kembali ke asrama.

Hari ini adalah hari yang sangat indah di dalam kehidupan Erna selama di dunia bangsawan iblis. Tak pernah dia diperlakukan begitu sopan dan istimewa oleh seorang lelaki. Mereka berdua pun memutuskan untuk saling bertukar nomor telepon dan akan saling menyapa ketika bertemu di sekolah.

"Er!!" teriak seseorang ketika Erna hendak masuk ke dalam gerbang asrama. Terlihat Aldo berlari dengan wajah penuh khawatir menghampiri Erna.

"Kamu lihat Karin nggak?"

Erna tahu Aldo sering lancang membaca pikirannya. Peluh dingin tak terasa turun ke pelipisnya, tanda dia sangat khawatir akan ketahuan berbohong. Namun dia juga tidak ingin membocorkan rencana Hendery, karena jika Hendery tertangkap, dia juga akan diseret oleh Katon.

"Nggak tahu. Emang kenapa?" jawab Erna dengan dada berdegup kencang.

The Devil's Love Trap [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang