Bab 26

1.9K 120 0
                                    


Sudah tidak ada tempat aman bagi Karin untuk kembali ke asrama, bahkan untuk mengambil sisa barangnya di kamar saja sudah tak bisa. Erna dan Aldo sangat melarang Karin untuk kembali sendirian ke asrama mengingat semua siswi berniat untuk membunuhnya. Andaikan tak ada Aldo, mungkin Karin sudah mati di hari pertamanya menikah. Jadi mau tak mau dia harus kembali ke rumah Katon, karena memang hanya itu tempat berlindungnya sekarang.

Saat Karin kembali, Katon sudah terlihat sedang duduk di depan ruang tamu seakan menunggu kedatangannya. Wajah lelaki itu dingin seperti biasanya, namun matanya telah berubah warna jadi hijau zamrud, menandakan jika suasana hati Katon sedang baik.

"Kamu di rumah?" tegur Karin sambil melepas tas ranselnya.

Katon hanya menautkan alisnya. "Bagaimana perasaanmu?"

Karin terdiam. Sepertinya benar kata Hendery jika Katon sudah tidak lagi bisa membaca pikirannya. "Perasaan apa?"

"Kamu sudah menjadi istriku. Senang?"

Karin tertawa sinis. "Untuk apa menikah jika suamiku masih menemui wanita lain?"

Katon tak membalas. Dia beranjak berdiri kemudian menggenggam erat tangan kanan Karin, lalu mengajak Karin masuk ke dalam kamar mereka. Di sana Katon mulai melepas kancing seragam Karin satu persatu dengan cepat.

"Lepaskan!" Karin mendadak menepis tangan Katon.

"Bukannya ini yang kamu mau?"

Karin melotot tajam, marah luar biasa. "Kamu kira aku tidak tahu kamu melakukan ini semua bukan atas dasar cinta?"

Dia mendorong tubuh Katon menjauhinya sekuat tenaga. Meski bagi Katon tentu tak berarti apapun. Namun Katon memilih untuk mundur.

"Baiklah," Katon mengangguk kemudian berjalan cepat keluar dari kamarnya.

Tak lama James masuk membawakan sebuah gaun selutut warna hijau zamrud. Dia menyerahkan gaun itu kepada Karin, yang kancing bajunya masih terbuka akibat ulah Katon. Dengan cepat Karin menutupi tubuhnya.

"James, tolong keluar," Karin enggan menerima gaun hijau yang diberikan James.

James meletakkan gaun itu di atas ranjang dan segera keluar patuh. Setelah James pergi, Karin menangis terisak sambil bersimpuh di lantai. Semua pengorbanan seumur hidup yang dia lakukan hingga merenggut nyawa sang ayah, harus ditukar dengan pernikahan tak bahagia seperti ini.
James perlahan masuk kembali ke dalam kamar, ikut bersimpuh di depan Karin.

Pria tua itu dengan pelan mengangkat kepala Karin yang tertunduk menangis. "Untuk pertama kalinya aku tak tahu apa yang membuatmu menangis,"

Karin menyisakan isakan yang makin lama makin pelan. "Aku ... ingin kembali ke Alfansa, ke kehidupan lamaku,"

"Inilah kehidupanmu,"

Karin menggeleng. Dia kembali menangis. "Aku tak pernah menginginkan semua ini, James. Bahkan jika aku diberi banyak harta, aku tetap memilih tinggal bersama ayah dan ibuku yang miskin," isak Karin dengan air mata yang makin mengalir deras. "Aku tak mengerti kenapa Katon menikahiku jika dia memilih bersama Stefani. Harusnya dia mencampakkanku,"

"Dan membiarkanmu mati?"

Karin menggeleng mantap sambil menghapus air matanya. "Aku tidak akan mati hanya karena dia campakkan,"

"Apakah ada orang lain yang menginginkanmu sekuat Tuan Katon?" tanya James dengan mata mendelik curiga.

Karin mulai sadar jika dia telah banyak bicara. Dengan cepat dia menggeleng dan berpikir keras untuk mengalihkan pembicaraan.

"Setidaknya aku bisa memilih orang lain yang mencintaiku,"

Diluar dugaan James tersenyum. "Tidak ada yang lebih mencintaimu selain Tuan Katon,"

Pria tua itu menuntun Karin untuk bangkit berdiri dan menghapus air matanya. "Jangan pernah berpikir untuk meninggalkan Tuan. Aku telah bersamanya selama ratusan tahun, dan bahkan Stefani tidak bisa menggantikan posisimu,"

* * *

Serena menyambut kedatangan Karin bersama Katon yang datang berdua atas undangan ayah Katon, Bagaskara. Hari ini adalah hari penting bagi keluarga Bagaskara, karena di hari ini Karin akan diperkenalkan ke seluruh keluarga besar. Tak ada persiapan yang dilakukan, bahkan Katon tak mengucapkan sepatah katapun kepada Karin di sepanjang perjalanan mereka.
Serena berkali-kali mengagumi gaun hijau yang dikenakan Karin. "Pilihan James memang yang terbaik," gumam Serena.

"Ada apa?" tanya Serena saat dia menatap wajah muram Karin.

Karin menggeleng sambil tersenyum. "Mungkin aku gugup bertemu orang tua Katon untuk pertama kalinya,"

"Karin ... "panggil Katon. Dengan isyarat mata, Katon menyuruh Serena untuk meninggalkan mereka berdua.

"Ada apa?" tanya Karin dengan suara sengau.

"Untuk pertama kalinya ayah dan ibuku akan melihat pengantin pilihanku," jawab Katon. "Aku ingin kau tersenyum,"

"Katon?"

Belum selesai perbincangan mereka, Stefani datang dengan gaun warna krem yang sangat cantik. Wajahnya dirias sempurna dengan rambut sebahu yang terurai. Dia berjalan mendekati Katon dan tanpa ragu menggenggam tangan Katon di depan Karin.

"Sepertinya pembicaraan kita selesai," Karin hendak pergi saat tanpa dia sadari Hendery telah berdiri dengan wajah ceria di belakangnya.

Melihat Hendery membuat suasana hati Karin sedikit lebih tenang. Dia lalu menarik tangan Hendery untuk menjauhi Katon dan Stefani.

"Kenapa istrimu dekat dengan Hendery?" tanya Stefani. "Apa dia tidak tahu siapa Hendery?"

Katon tidak menjawab tapi pandangannya tak mau lepas dari Karin dan Hendery.

"Dia tidak tahu jika dia sedang bersama Hendery Damon, orang paling menakutkan di sini," tambah Stefani dengan senyum licik.

The Devil's Love Trap [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang