Bab 43

2K 102 4
                                    


James berusaha mengikuti langkah kaki panjang milik Katon, karena tuannya itu tak mau sedikit saja lebih melambatkan langkahnya. James berkali-kali menggosok punggung tangannya, pertanda dia sedang cemas. James tahu Katon sedang tak ingin mendengarkan apapun jenis bujukan yang membuatnya harus menghentikan upayanya untuk membunuh Hendery. Ini bukanlah kali pertama Katon dan Hendery berduel, meski alasan sebelumnya hanyalah alasan sepele, dimana Katon cukup menggunakan separuh kekuatannya untuk menghempaskan Hendery. Tapi untuk kali ini, James sangat tahu jika Katon benar-benar telah marah. Pedang milik Katon sesekali muncul, menyilaukan mata James. Dan pedang yang tersimpan rapi di punggung bangsawan iblis itu tak akan muncul begitu saja, kecuali pemiliknya sedang dalam kondisi sangat ingin membunuh.

"Tuan, Tuan Katon ingin pergi kemana?" tanya James takut.

Katon tetap tak memperlambat laju kakinya, namun hanya melirik James sekilas.

"Aku harus pulang mengasah pedangku. Hari ini aku akan menebas leher Hendery,"

Nafas James makin menderu. "T-tapi Tuan, Hendery susah ditemukan dimana pun,"

"Aku sudah memanggilnya," sahut Katon cepat. "Aku mau kamu jangan menganggu. Ini adalah urusan antara aku dan Hendery,"

James berhenti mengejar Katon. Dia membulatkan matanya lebar-lebar, dengan jantung berdebar kencang. Dia tahu Hendery telah kurang ajar menodai Karin, namun memenggal kepalanya bukanlah hal yang ingin dibayangkan James. Apalagi status Hendery sebagai anak lelaki terakhir keluarga Damon. Anak lelaki yang tak diinginkan siapapun.

* * *

Erna mendongak ke atas untuk melihat rooftop, tempat persembunyiannya bersama Hendery. Sejak peristiwa penculikan itu, Erna sudah tak lagi bertemu Hendery. Bahkan ucapan Hendery tentang kamar Erna sebagai tempat persembunyian kedua sepertinya hanya omong kosong belaka, karena Hendery tak pernah muncul lagi. Maka pagi ini, ketika Erna hendak masuk kelas, dia menyempatkan diri mendongak ke atas, barangkali ada sosok Hendery di sana.

"Kudengar Karin sudah ditemukan?" tegur Tanya yang berdiri di samping Erna.

"Kenapa memangnya?" Erna balik bertanya ketus.

Tanya menghembuskan nafas kesal. "Kenapa harus ketemu? Kudengar kamu yang menyelamatkannya,"

Erna tertawa meledek. "Apa urusanmu? Aku heran, kenapa kamu begitu membenci Karin? Padahaln, andaikan Katon tak jadi menikahi Karin pun, bukan kamu yang akan dipilih Katon,"

"Iya," sahut Tanya. "Lebih baik Katon bersama Stefani daripada bersama Karin,"

Tanya dengan berani menunjukkan kebenciannya pada Karin di hadapan Erna. Gadis itu melotot tajam, kemudian berlalu pergi, tak lupa menabrak bahu Erna sekerasnya dengan bahunya.

Erna hanya mengaduh pelan namun tak berniat membalas. Dia kembali menatap rooftop, dan kali ini ada sesuatu yang berbeda. Ada seseorang yang berdiri di pinggir pagar pembatas rooftop. Tanpa pikir panjang Erna pun berlari menuju rooftop, tak peduli jam masuk kelas telah berbunyi.

"Hendery?!" panggilnya ketika dia telah sampai di atas. Dia berlari kecil menelusuri sekeliling, mencari-cari sosok Hendery.

"Hari yang kutunggu akhirnya tiba," celetuk Hendery yang suaranya berasal dari belakang punggung Erna.

Ada sedikit raut senang di wajah Erna. Namun sangat tipis, hingga Hendery tak dapat melihatnya.

"Hari ini aku akan berduel dengan Katon," ucap Hendery puas.

Raut wajah Erna yang semula senang seketika berubah pucat. Matanya membelalak, tanda dia sangat kaget mendengar ucapan Hendery.

"Apa kamu bilang?" Erna bertanya kembali untuk memastikan.

Hendery mengangguk kegirangan. "Aku sudah mempersiapkan semuanya. Dia sangat marah saat tahu aku telah menodai istrinya,"

Ucapan terakhir Hendery menggelitik benak Erna.

"Menodai?" ulangnya.

"Apa kamu pikir, Karin seorang gadis yang suci? Kita melakukannya atas dasar suka sama suka. Aku tak paham kenapa Katon sangat marah padaku," lanjut Hendery.

"Harusnya dia marah pada istrinya, kenapa mau denganku," Dia tertawa sangat keras, menggelegar hingga langit bergemuruh pelan.

"Kalian ... sudah melakukannya?" tanya Erna dengan tatapan pias.

Hendery mendekatkan wajahnya kepada Erna. "Iya,"

Erna menggeleng pelan. "Aku tak percaya ucapanmu. Katon bukanlah iblis bodoh, dia bisa tahu semuanya jika Karin berbohong,"

Hendery menyeringai lebar, melingkarkan lengannya ke leher Erna.

"Terus kenapa kalau aku berbohong? Apa kamu cemburu?"

Erna melepas lingkaran lengan Hendery di leher, dan mundur agak jauh. Dia membulatkan bola mata hitamnya tak percaya.

"Kamu benar-benar gila, ya,"

"Terserah," timpal Hendery cepat.

Kemudian dia mengeluarkan sebuah belati yang telah disimpannya di saku celana. Dia menunjukkan belati itu kepada Erna, menjilat ujung belati layaknya pemain sulap yang kebal benda tajam.

Erna menatap Hendery ngeri, dan hanya bisa menelan ludah sebagai reaksi alami yang dia berikan atas tindakan aneh yang ditunjukkan Hendery padanya.

"Aku sudah melumuri belati ini dengan racun mematikan milik keluargaku. Aku yakin Katon akan mati dengan ini," ucap Hendery lalu memasukkan belati itu kembali ke sakunya. "Aku harus pergi sekarang,"

"Apa kamu tidak bisa memikirkannya lagi?" cegah Erna saat Hendery mulai membalikkan badan menuju pintu keluar.

Hendery hanya menyeringai seperti biasa, tak ingin menimpali apapun. Dia lalu mulai kembali berjalan.

"Bagaimana keluargamu? Bagaimana kalau kamu mati dan keluargamu tahu? Apa kamu tak kasihan pada mereka?"

"Keluarga?" Hendery menoleh pada Erna. "Siapa yang kamu maksud dengan keluarga?" tanya Hendery.

Muncul semburat mengerikan pada wajahnya yang seakan haus darah.
Kali ini Erna menyerah. Dia sepertinya memang sudah tak bisa mencegah Hendery untuk berduel dengan Katon. Dia tak bisa menghalangi Hendery untuk menyerahkan nyawanya secara cuma-cuma pada Katon.

* * *

Katon menunggu kedatangan Hendery di bawah sebuah pohon dengan pedang besar di sampingnya yang tertancap ke tanah. Nafasnya memburu, bercampur antara kemarahan dan nafsu membunuh. Sedangkan Hendery berjalan santai mendekat ke arah Katon, dengan seringaian lebar dan belati di tangan kanan yang dia mainkan. Langit berubah mendung dan gelap secara tiba-tiba saat kedua lelaki itu saling berhadapan dan siap untuk menyerang kapan pun.

The Devil's Love Trap [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang