Bab 31

2K 112 2
                                    


Karin mundur selangkah, sesaat setelah mendengar pengakuan Katon. Dia terkejut, meski masih ingin mendapatkan lebih banyak penjelasan, Karin memilih diam tidak ingin nama ayahnya kembali disebut.

"Albert telah membuat Deswita menderita," Katon justru melangkah maju. "Dia meninggal hari ini. Meninggal dan jadi debu layaknya manusia yang tidak abadi,"

Karin merentangkan kelima jarinya, mengisyaratkan Katon untuk berhenti bicara. "Hentikan ... "

"Apa kamu pikir Albert orang yang suci?" Katon makin mencecar Karin. "Aku bersumpah akan membuat putrinya menderita,"

Karin menutup kedua telinganya. "Hentikan ... "

"Apa sekarang kamu puas? Kamu yang memintaku mengungkap alasanku memilihmu,"

"Kamu ... Kamu sungguh iblis,"

Katon tersenyum licik. "Aku memang iblis kan?

Karin memutar arah dan berlari sangat cepat meninggalkan kediaman Bagaskara. Dia tak peduli teriakan dari James yang baru saja datang, karena hatinya sangat terpukul mendengar pengakuan Katon. Semua hal buruk yang terjadi pada dia dan keluarganya sejak awal memang rencana Katon.

"Tuan, bukankah kita harus mengejarnya?" tanya James cemas.

Katon menggeleng. "Biar Aldo saja,"

* * *

Karin terus berlari, tanpa sadar hari makin malam. Dia pasti akan terus berlari jika saja kakinya tak tersandung batu kecil di depannya. Karin jatuh ke depan, meringis kesakitan dengan banyak luka di kaki. James memberinya gaun yang indah dan sekarang gaun itu berubah kusut bercampur dengan warna jalanan yang muram.

Terlihat banyak lelaki yang memusatkan perhatian padanya, berkasak-kusuk dan beberapa berniat untuk menghampiri Karin. Mereka sangat sadar bahwa Karin adalah pengantin Katon, wanita Alfansa paling diinginkan oleh semua lelaki. Salah seorang lelaki sangat nekat mendekati Karin. Dia tak tahan lagi, dan menyeret tubuh Karin untuk pergi. Karin tentu memberontak dan berteriak minta dilepaskan, tetapi lelaki itu tak mengindahkan. Bahkan beberapa lelaki yang lain mulai maju membantunya membawa Karin.

Di balik teriakan Karin, dia menangis meratapi nasibnya yang menderita berkat ulah Katon. Dia mengutuki Katon dalam hati, sangat membenci lelaki itu sampai ulu hatinya terasa sakit.

"Kalian mau bawa kemana?" tegur seorang lelaki lain, dengan rambut merah panjang diikat rendah.

Lelaki itu tampak seperti Ken, tapi saat dia berjalan mendekat, Karin tahu dia bukanlah Ken.

Para lelaki brengsek yang hendak membawa Karin seketika melepaskannya. Mereka menunduk dalam kemudian berhamburan pergi. Dan sekarang hanya tersisa Karin dan lelaki rambut merah itu. Dia mendekati Karin, membopongnya untuk duduk di pinggir jalan terdekat. Karin ingin memberontak, namun tubuhnya terlalu lelah.

"Kamu ... siapa?" tanya Karin lemah.

Dia berkali-kali meringis kesakitan.
Lelaki itu mengamati luka di kedua lutut Karin dan dalam sekali usapan, luka itu hilang.

"Khusus kali ini saja," katanya dengan senyum ramah.

"Kamu siapa?" ulang Karin.

Lelaki itu mengulurkan tangan kanannya. "Aku Rama Bagaskara," jawabnya.

Karin hanya memandangi uluran tangan itu tanpa niat balik mengulurkan tangannya. "Kenapa kau bisa ada di sini?"

"Keluarga besar Bagaskara memintaku untuk menjagamu. Sekarang aku salah satu penjagamu,"

"Aku sudah ada Aldo,"

Rama tertawa renyah, "Dia suruhan Katon. Dan aku suruhan Bagaskara," timpalnya.

Meski wajahnya penuh senyuman, rautnya tampak lebih ramah tidak seperti Hendery.

"Mereka tahu Katon tak bisa menjagamu dengan baik. Anak itu memang susah lepas dari Stefani,"

Mendengar nama Stefani disebut membuat hati Karin kembali sakit. Apakah Karin berhak cemburu pada orang yang lebih dulu menjalin asmara? Sedangkan dia datang terlambat dan tiba-tiba mengambil Katon. Tapi nyatanya, Katon tetap memilih cinta pertamanya dibanding Karin istrinya.

"Mari kuantar pulang," Rama menawari Karin untuk naik ke dalam mobilnya yang terparkir di seberang jalan.

Karin tapi tak hendak berdiri. "Kenapa aku harus percaya padamu?"

Rama tersenyum. Kemudian dia mengeluarkan ponselnya. "Kamu ingin aku menghubungi James?"

Karin mengangguk. Lalu sedetik kemudian Rama sudah terhubung dengan James lewat telepon.

"Dia akan segera datang," ucap Rama. "Tapi aku akan menunggu di sini hingga dia datang,"

* * *

Erna berteriak sekerasnya di atas rooftop saat jam istirahat. Hari ini Karin membawa dua penjaganya, Aldo dan Rama, lelaki tampan yang membuat para gadis iri. Karin sudah aman, bahkan siapapun yang hendak bicara dengan Karin harus melalui kedua orang itu. Tak dipungkiri Erna mulai merasa cemas, karena enam bulan telah berlalu dan dia tak kunjung mendapatkan pengganti calon suami. Pikiran kalut mulai merasuki kepalanya, merasa benci pada Karin yang dikelilingi para lelaki.

"Berisik!" Hendery tiba-tiba muncul sambil memakan sebuah apel.

Erna seketika menoleh ke belakang dan kaget bukan main saat melihat Hendery. "Kenapa di sini?" tanyanya.

"Inikan tempat persembunyianku," jawab Hendery santai.

"Kamu sudah tidak pernah ke sekolah," timpal Erna. "Tidak takut sama bodyguard Karin?"

Seperti biasa Hendery menyeringai. "Karin menggali lubangnya sendiri kalau sampai mereka tahu tentangku,"

Erna mendengus kesal dan kembali memandang hamparan lapangan bola di bawahnya.

"Apa yang kamu pikirkan?" tanya Hendery.

"Kamu kan bisa baca pikiranku!"

Hendery menggeram. "Kututup pikiranmu dariku, kamu sudah lupa?!"

Erna melirik Hendery sekilas. "Karin dan aku sama-sama dicampakkan. Tapi kenapa banyak sekali yang melindunginya? Sedangkan aku di sini benar-benar sendirian,"

Hendery balik melirik Erna, namun cukup lama. "Kamu iri?"

Erna menghirup nafas dalam-dalam. "Siapa yang tidak iri sama dia? Bahkan setiap malam, Tanya selalu merencanakan pembunuhan untuk Karin,"

Hendery menyunggingkan senyum di satu sudut bibirnya. "Kamu mau kerjasama denganku?"

"Kerjasama apa?" balas Erna cepat.

Hendery mendekatkan bibirnya ke telinga Erna. "Bekerjasama melenyapkan Karin,"

The Devil's Love Trap [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang