Bab 41

1.9K 128 0
                                    


Karin perlahan membuka matanya ketika dia melihat atap putih dan tiang infus di samping kirinya. Kepalanya terasa masih sakit, berdenyut-denyut namun meski tubuhnya masih lemas, dia sedikit punya kekuatan untuk sekedar menggerakkan matanya menelusuri sekeliling. Tampak James yang duduk di samping kanan Karin dengan raut khawatir. Lalu di belakang James berdiri Rama yang memakai seragam putih khas dokter, tersenyum memandangnya.

"Akhirnya kau bangun juga," gumam James.

Rama segera memeriksa denyut nadi dan tubuh Karin, lalu memerintahkan seorang perawat untuk mengganti tabung infus yang mulai habis.

"Mana Katon?" Kata pertama yang diucapkan Karin membuat James dan Rama saling pandang lalu tersenyum.

"Dia akan segera ke sini," jawab James.

Setelah selesai memeriksa, Rama pamit pergi karena masih banyak pasien yang harus dia periksa. Maka sekarang hanya ada James dan Karin, yang saling pandang. James menggenggam tangan kanan Karin, mengelusnya lembut.

"Ada satu hal yang belum pernah kuceritakan padamu,"
ucap James. "Dan kurasa kau berhak tahu semuanya,"

"Apa James?" tanya Karin lemas.

Wajahnya yang pucat tampak sedikit tenang saat tahu Jameslah orang pertama yang dia lihat setelah siuman.
James terdiam, berpikir sangat keras.

"Albert ... "

"Ayah? Kenapa dengan ayahku?" sahut Karin tak sabar.

James menghela nafas dan menghembuskannya perlahan. Dia perlu kembali menata hatinya setelah diinterupsi oleh Karin barusan.

"Albert ... sama saja sepertiku, dia dulunya bangsawan iblis yang mengabdi pada keluarga Bagaskara,"

Dada Karin mencelos sangat kuat mendengar ucapan singkat James. Demi mendengar nama ayahnya yang disebut sebagai mantan bangsawan iblis, Karin harus menerima tragedi penculikan yang hampir merenggut nyawanya.

"Sayangnya dia menjalin asmara terlarang dengan anak pertama tuan Bagaskara, Deswita,"

Deswita. Nama yang tidak asing karena Serena pernah mengucapkan nama itu pada Karin. Namun Karin tak menyangka, cerita dibaliknya sungguh membuat jantungnya seakan berhenti bekerja. Meski tubuhnya saat ini bagai dilempari granat berkali-kali, Karin memilih diam dan mempersilahkan James melanjutkan ceritanya.

"Tuan Bagaskara tak pernah melarang, meski seluruh bangsawan menghina mereka. Tapi Tuan ingin Albert memiliki keturunan dari warga manusia Alfansa," lanjut James dengan wajah yang berubah sedih.

"Albert sangat mencintai Deswita, meski tahu kalau bangsawan iblis wanita ditakdirkan tak akan bisa memberinya keturunan,"

Karin masih diam mendengarkan cerita James, dengan dada yang saat ini berdegup amat kencang.

"Tapi bukan berarti aturan itu mengikat. Ada satu cara agar mereka bisa memiliki keturunan dan hidup bersama," jelas James.

"Mereka harus bersedia tinggal di Alfansa sebagai manusia, namun konsekuensinya, mereka tak akan lagi abadi,"

"T-tapi James, ayahku menikah dengan ibuku," Karin menolak untuk menerima cerita itu.

James menatap Karin dengan senyum getir. "Itulah permasalahannya," timpal James.

"Albert dan Deswita memutuskan menjadi manusia, namun tiba-tiba Laksita datang dan mencintai Albert hingga mau melakukan apapun, termasuk menjebak Albert agar mau menidurinya,"

Tangan Karin mendadak gemetar. Semua cerita yang keluar dari mulut James bagaikan bola api yang menghancurkan bayangannya tentang kisah cinta kedua orang tuanya.

"Deswitalah yang mendesak Albert untuk menikahi Laksita ... " lanjut James, tak peduli dengan perubahan reaksi dari Karin.

"Itulah kenapa, Tuan Katon sangat murka dan ingin membalas Albert dengan menikahimu,"

Tak terasa air mata sudah menggenang di mata Karin, menunggu untuk tumpah. James kembali memegang tangan Karin untuk menenangkannya.

"Albert melakukan semua hal sekuat tenaganya untuk melindungimu, meski dia sudah tak punya kekuatan layaknya bangsawan iblis. Dia mencintaimu lebih dari apapun,"

* * *

Albert memandang pias wanita yang berdiri beberapa ratus meter darinya. Wanita itu juga sama diam, menatap Albert dengan raut hampir menangis. Kemudian perhatiannya teralihkan pada seorang anak perempuan yang sedang asyik bermain dengan seekor anjing hitam besar. Wanita itu seketika menjatuhkan keranjang buah yang sedang dia pegang, dan berlari cepat menghampiri si anjing.

"Cerberus?!!" serunya kaget, seakan tahu nama anjing itu. Kemudian dia beralih ke Albert yang ada di sampingnya. "Sejak kapan?!!"

"Katon ... " jawab Albert lesu.

Wanita itu mengatupkan kedua tangan pada mulutnya, bergumam tak percaya.

"Kenapa Katon melakukan ini?"

"Dia ... ingin menghukumku," sahut Albert pelan. "Aku memang bersalah sudah meninggalkanmu sendirian di dunia manusia ini,"

Air mata tumpah ruah tanpa halangan, mengaliri pipi wanita itu. Dia segera mengusapnya dan meraba leher belakang anak perempuan yang masih asyik bermain dengan cerberus. Setelah cukup lama meletakkan tangannya di leher belakang anak itu, dia menangis tersedu, tak peduli siapapun akan memperhatikannya.

"Maafkan aku, Deswita," ucap Albert.

"Namun sekarang, aku harus menyerahkan jiwa ragaku untuk menjaga keselamatan Karin, anakku. Kuharap kamu bisa menjaga dirimu sendiri ... "

Albert mengajak anaknya pergi, meninggalkan Deswita yang masih menangis keras sambil bersimpuh memeluk lututnya. Dadanya terasa sangat sakit, bersatu dengan rasa sakit di hati dan fisiknya.

The Devil's Love Trap [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang