Bab 20

2.1K 122 4
                                    


Katon menyelipkan jari jemarinya ke sela jari Karin sambil memandangi wajah sendu gadis itu. Katon sangat tahu isi hati Karin, karena tak butuh hitungan menit baginya untuk menerka apa yang sedang dipikirkan Karin.

"Ayo pulang," ucapnya.

Karin diam memandangi mata Katon yang telah berubah warna menjadi hijau zamrud, menandakan kalau suasana hatinya sedang baik. Tapi bukan itu yang diinginkan Karin.

"Untuk apa kamu kemari?" Dia tak membalas genggaman tangan Katon, namun juga tak menepisnya. Dia lebih terkesan pasrah.

"Aku ingin kita pulang. Kenapa kamu di sini bersama Hendery?"

"Mereka temanku,"

"Tapi motif Hendery lebih dari itu,"

"Apa urusanmu?" Pertanyaan Karin sukses menghunus benak Katon. "Kenapa kamu tidak pergi saja bersama Stefani?"

Masih banyak sekali aduan yang ingin Karin lontarkan saat itu juga pada Katon, tapi separuh bagian dari dirinya menahan. Dia tidak ingin tampak seperti yang paling terluka di sini, setidaknya dengan berbagai penderitaan yang telah terjadi padanya.

"Tapi kamu tetap calon pengantinku,"

Karin tertawa getir, "Bukankah kamu sudah mencampakkanku?" tanyanya.

"Siapa yang bilang?"

Katon, entah kenapa dia tampak sangat terkejut. Bukankah harusnya dia tahu gosip itu sudah beredar sangat luas dan sudah banyak lelaki, termasuk Hendery yang berusaha merebut hati Karin.

"Aku tidak tahu apa motifmu, tapi aku akan pulang bersama Erna dan Hendery," Karin sudah akan melaju pergi namun Katon memegangi tangannya sangat kuat.

Mata Katon berubah hitam legam. "Ayo. Pulang. Bersamaku," Katon menekan kata demi kata yang dia ucapkan dengan nada pelan dan berat. Kalau sudah begini, tak ada yang bisa dilakukan Karin selain menurut.

"Brengsek ... " Hendery bergerak maju saat melihat Katon menarik paksa tangan Karin.

Namun Erna mencegahnya. "Jangan," cegah Erna, menahan tangan Hendery. "Ini urusan mereka berdua. Biar bagaimanapun Katon tetap calon suami Karin,"

Hendery melotot, "Tapi kamu juga lihat, kan, dia memaksa Karin?" Hendery menunjuk pada sikap Katon yang menarik tangan Karin menuju mobilnya sendiri.

Erna mengangguk sambil menautkan alis. "Iya, tapi tato Katon masih ada di badan Karin, kan? Kamu tidak bisa berbuat apa-apa,"

Hendery mendekatkan wajahnya pada Erna. Kelewat dekat sampai Erna jengah dibuatnya. "Kamu tidak tahu siapa Hendery. Aku pasti mendapatkan apa yang kumau," ucapnya pelan di dekat telinga Erna.

Erna hanya nyengir, bulu kuduknya berdiri. Hendery sangat lihai menyebarkan hawa dingin yang menusuk pada lawan bicaranya saat dia marah. Dan sekarang Erna yang menjadi sasarannya.

"Mereka pergi ... " Erna berusaha mengalihkan pembicaraan, menunjuk mobil Katon yang melaju kencang dengan Karin ikut serta di dalamnya.

Hendery hanya terdiam, mendengus kesal kemudian berjalan menuju tepi pantai. Dia duduk memeluk lutut, membiarkan deburan ombak menghantamnya. Ini semua adalah pantai yang dibuat Hendery berdasarkan imajinasi Karin, tapi gadis itu justru pergi lebih dulu bersama orang lain.

"Kamu benar-benar mencintai Karin?" Erna ikut bergabung di sebelah Hendery. Pakaiannya sudah basah kuyup karena bermain air sebelumnya, jadi tak ada masalah jika dia harus ikut duduk diguyur ombak bersama Hendery.

Hendery mendadak merebahkan diri, "Kamu tahu motifku, kan? Aku hanya ingin Katon kalah,"

"Tapi kenapa kamu kecewa?"

Dengan isyarat mata, Hendery meminta Erna ikut rebahan di sampingnya. Meski ragu, gadis itu nyatanya manut saja dan ikut merebahkan dirinya di atas pasir pantai yang basah.

"Sebenarnya dunia kami tidak benar-benar seperti ini," ucap Hendery, "Apa yang kamu lihat hanyalah dunia yang kami buat untuk warga Alfansa yang ada di sini," jelas Hendery sambil menatap jauh ke garis pantai yang ada di ujung sana. "Dan pantai ini hanyalah pantai yang kubuat berdasarkan imajinasi Karin,"

"Jadi kamu kecewa karena sudah terlanjur membuat pantai ini?"

Hendery menggeleng, "Aku tidak menyangka Katon bisa menembusnya,"

"Maksudmu?"

"Berarti dia tidak pernah benar-benar melepaskan Karin," jawab Hendery. "Aku penasaran apa motifnya hingga sengaja membuat Karin cemburu seperti itu,"

* * *

Karin hanya diam di sepanjang perjalanan mereka kembali ke asrama. Bahkan ketika James membuka percakapan dengannya, Karin hanya menjawab singkat tanpa ada niat untuk menambah obrolan. Begitu pula dengan Katon, dia juga memilih diam, memalingkan wajahnya dari Karin dengan menatap pias pemandangan di luar kaca mobil. Hingga tak terasa mereka sudah ada di depan pintu gerbang asrama Karin. Tanpa pamit Karin keluar dari mobil, menutup pintu dengan keras.

"Karin ... " panggil Katon. Dia berjalan menghampiri Karin. "Apa kamu sungguh ingin aku meminta maaf?"

Karin membelalak, "Tidak usah minta maaf jika terpaksa. Kamu berhak berhubungan dengan siapapun, karena kita belum menikah,"

"Tapi aku tidak suka melihat Hendery ada di dekatmu,"

Karin tertawa sinis, "Terus apa yang kamu lakukan dengan Stefani?"

"Dia tidak punya motif apapun, jangan samakan dengan Hendery,"

Karin semakin kesal, tapi malas berdebat lagi dengan Katon setelah lelaki itu kembali membela Stefani di depannya. Dia memilih pergi, bahkan ketika Katon menahan tangannya, Karin berani menepisnya.

"Karin, kubilang berhenti," pinta Katon dengan nada agak tinggi.

Karin tetap berjalan cepat menjauh dan menuju gerbang masuk asramanya. Namun entah bagaimana, Katon sudah ada di belakangnya menarik kuat tangan Karin hingga gadis itu tak bisa bergerak maju. Dia menggapai wajah Karin dengan kedua tangannya, dan sedetik kemudian mencium bibir gadis itu. Ciuman yang kasar, tapi tak ada yang bisa dilakukan Karin. Semakin dia berontak, semakin terasa sakit sehingga lebih baik dia mengizinkan Katon melumat habis bibirnya itu.

Tapi di balik itu semua, tanpa mereka sadari sosok Stefani mengamati mereka dari jarak beberapa ratus meter. Sebagai salah seorang keturunan Maura yang kuat, mudah bagi Stefani untuk mengawasi musuhnya meski dia berada cukup jauh dari mereka.

The Devil's Love Trap [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang