Peluh menetes dari dahi Lisa. Tapi perempuan itu tetap menganyunkan pedangnya membelah udara di sekitarnya. Gerakannya kuat dan bertenaga. Terlihat sangat berambisi untuk bisa mengalahkan sesuatu yang sejak awal mengganjal di pikirannya.
Shindong menatap Lisa dari kejauhan. Ia tidak tahu apa yang membuat Lisa latihan pedang sekuat itu. Tapi bisa ia lihat bahwa Lisa sedang dalam masalah. Entah masalah apa tapi Shindong tidak ingin tahu. Menurutnya masalah apapun itu pasti Lisa bisa menghadapinya. Tugasnya hanya mengawasi saja.
Tapi tetap saja Shindong khawatir Lisa akan sakit jika memaksakan dirinya seperti itu terus.
Tang
Lisa tersentak setelah pedangnya ditangkis oleh Shindong. "Ayo lawan aku" kata Shindong dengan senyumnya.
Lisa pun tak mau ambil pusing. Ia kembali mengayunkan pedangnya menyerang Shindong. Dengan tenang Shindong menangkis semua serangan Lisa. Serangan Lisa terlalu mudah ditebak. Bahkan tidak perlu waktu lama, Shindong mengayunkan pedangnya membuat pedang di tangan Lisa jatuh ke tanah.
"Kau mudah sekali ditebak Lisa-ah. Kau memang memberikan kekuatan yang besar di setiap gerakan mu. Tapi gerakan mu terlalu monoton. Sangat mudah ditebak"
Shindong mengambil pedang milik Lisa dan memberikannya kepada perempuan itu. "Cobalah improvisasi gerakan mu Lisa. Tambahkan gerakan-gerakan baru yang tidak terbaca. Atau mungkin jadilah gila dan hilang kendali. Terkadang menjadi hilang kendali itu bagus. Karena ketika kau hilang kendali, kau akan melakukan gerakan-gerakan acak yang justru sulit sekali untuk dibaca. Tapi aku tidak menyarankan itu. Terlalu beresiko"
Lisa mengatur nafasnya yang memburu sambil terus mendengarkan Shindong.
"Bertarung membutuhkan pikiran yang tenang. Kosongkan pikiran mu dan fokuslah pada gerakan mu dan juga lawan mu. Jangan pedulikan yang lain. Karena hal lain itu sangat mengganggu"
Lisa mengangguk mengerti. Shindong pasti sudah tahu kalau Lisa sedang ada masalah yang membuat perempuan itu terus diam dan sibuk dengan pikirannya.
Shindong menepuk bahu Lisa dan mengajaknya masuk ke dalam rumah. Lisa menurut, mereka berdua memasuki rumah. Shindong membuat teh herbal untuk dirinya dan Lisa. Teh yang hangat dan wangi untuk menenangkan tubuh mereka yang tegang.
"Kenapa kau tidak ikut teman-teman mu ke festival?" Tanya Shindong memberikan secangkir teh untuk Lisa.
Lisa hanya diam saja. Ia nampak ragu untuk menjawab.
Shindong tersenyum kecil. "Kau ada masalah?" Lisa tersentak sedikit. Saat itu pula Shindong tahu jika Lisa memang memiliki masalah. "Saya tidak ingin memaksa dan tidak ingin ikut campur. Tapi jika kau butuh teman cerita. Kau bisa bercerita dengan saya. Meskipun umur kita jauh. Tapi saya yakin saya bisa membantu. Pengalaman hidup saya sudah banyak"
Lisa meminum tehnya dengan tenang. Ia menghembuskan nafasnya. "Memang ada yang sedang aku pikirkan" Lisa menatap teh di cangkirnya yang nampak berkilau terkena cahaya matahari. "Aku kembali mengingat Vampire itu. Vampire yang sudah membunuh kedua orang tua ku"
Shindong diam sejenak. Sudah sangat lama Lisa tidak membahas hal ini. Tetapi kenapa sekarang Lisa membahasnya?
"Aku merasa tidak nyaman dengan murid baru di kelas ku. Dia nampak berbeda dari kami. Maksud ku benar-benar berbeda. Auranya dan juga bagaimana ekspresi wajahnya. Ia manusia- tapi ia seperti Vampire.... Vampire mengerikan yang sudah membunuh kedua orang tua ku. Entah kenapa aku merasakan aura itu darinya. Ia nampak sama dengan Vampire itu"
Tangan Lisa tiba-tiba bergetar. Mengingat kejadian delapan tahun lalu dimana ayah dan ibunya meregang nyawa di tangan seorang Vampire dengan mata berkilau indah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moon Class [Hiatus]
Fantasy"Kelas khusus untuk orang-orang khusus" Note : Semua yang ada di cerita ini adalah karangan semata. Ada beberapa nama negara dan kota yang di ambil di dunia nyata. Tapi ini adalah cerita fiksi.