HC | 12

47.7K 2.8K 2
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.....

Zira tengah mengemasi barang-barang yang akan ia bawa ke pondok, karena memang saat pergi ke sana hanya sebagian yang ia bawa.

"Gus!" Panggil Zira saat mengetahui kedatangan suaminya itu.

"Emm...Zira boleh minta sesuatu ngga?" Ujarnya pada Zema yang kini ikut membantu mengemasi barangnya.

"Minta apa?" Balasnya yang masih fokus mengemasi barang, Zira ingin mengatakannya namun takut jika suaminya ini tidak setuju.

"Orang-orang pondok udah tau kalau kita nikah?" Tanyanya, mendengar pertanyaan sang istri membuat Zema memberhentikan aktivitasnya.

"Sebagian udah, tapi orang kepercayaan Abah aja. Para santri belum ada yang tau." Jelas Zema, gadis itu bernafas lega. Ia belum siap jika para santri terutama Azizah dan Andina mengetahui pernikahan mereka.

"Boleh dirahasiakan dulu ngga? Saya belum siap Gus!" Pinta Zira.

Zema menoleh ke arah sang istri, keningnya berkerut. "Kenapa harus dirahasiakan?" Tanya Zema, ia hanya penasaran mengapa istrinya ingin menyembunyikan status pernikahannya.

"Ya gapapa, Zira cuma belum siap aja. Pernikahan ini kan awalnya permintaan dari Ummi!" Ujarnya.

"Jadi kamu ngga mau di kenal sebagai istri saya?" Ujar Zema dingin.

"Bukan gitu, maksudnya tuh kasih Zira waktu buat kasih tahu tentang pernikahan ini."

Zema menghela nafas, ia tak habis pikir dengan jalan pikiran gadis itu. Ia hanya khawatir jika semua orang tidak mengetahui status pernikahan mereka, akan terjadi fitnah nantinya jika mereka ketahuan berduaan.

"Saya tidak setuju." Putusnya, ia sangat tidak menyetujui permintaan Zira.

"Gus!" Rengek Zira, ia menekuk bibirnya. Apa salahnya laki-laki itu memberinya waktu, ia hanya belum siap!

"Satu bulan aja deh, setelah itu Gus Zem boleh bilang ke semua orang." Ujarnya, ia berharap kali ini suaminya itu menyetujui permintaannya.

Zema berpikir sejenak, sebelum berkata ia menghela nafasnya. "Ya udah, cuma satu bulan!" Tekannya.

Zira bernafas lega, untung saja suaminya ini menyetujuinya. Gadis itu merasa malu pada kedua teman asramanya apalagi pada para santri, ia baru saja masuk ke pesantren satu minggu yang lalu namun sudah jadi istri Gus saja.

"Saya bawa kopernya ke mobil, kamu siap-siap saja dulu." Zema meraih koper yang tadi gadis itu siapkan, ia hendak melangkah sebelum Zira mengatakan sesuatu.

"Makasih Gus!" Ujarnya tersenyum, melihat senyuman sang istri membuat hati Zema tak tenang. Bagaimana mana tidak? Saat gadis itu tersenyum ia merasa istrinya sangat cantik.

Dan untuk pertama dan terakhir ia hanya memandang wajah Zira sebagai istrinya dan wanita mana pun tak bisa mengalahkan kecantikannya.

🌙

Tepat pukul tengah malam, mereka sampai di pesantren An-Nafi'. Suasananya sangat sepi, namun lagi-lagi membuat Zira merasa lega.

Setidaknya tidak ada yang tahu kedatangan gadis itu, saat ia akan melangkah meninggalkan area ndalem ia dihentikan oleh suara Gus Zem.

"Mau kemana Zira?" Tanya laki-laki itu yang menenteng koper istrinya.

"Zira mau ke asrama." Jawabnya. Zema mendekat ke arah sang istri lalu meraih pergelangan Zira membawanya masuk ke ndalem.

"Malam ini tidur di ndalem!" Perintahnya, Zira membulatkan matanya. Bagaimana ia bisa tidur di ndalem, nanti kalau ketahuan santri lainnya bagaimana?

Zira berusaha melepaskan genggaman suaminya, hingga ia sampai di teras ndalem. "Zira tidur di asrama aja! Nanti kalau ketahuan santri gimana?" Ujar Zira.

"Tenang aja, besok kalau ada yang tanya. Bilang saja kemarin kamu kemalaman sampai di pesantren setelah pulang dari rumah."

"Jadi kamu tidur di ndalem, biar ngga ganggu teman asrama mu."

Penjelasan dari Gus Zem sedikit masuk akal, baiklah untuk malam ini Zira akan tidur di ndalem.

Mereka memasuki ndalem setelah Zema berhasil membuka pintu utama yang memang di kunci dari dalam, untung saja laki-laki itu membawa kunci cadangan.

Zema membawa Zira ke kamar pribadinya, yang memang gadis itu pernah masuki saat kedatangan pertamanya kemari.

"Zira tidur di kamar ini juga?" Tanya gadis itu, ia pikir Zira akan tidur di kamar lain tidak dikamar Gus-nya.

"Terus kalau bukan di sini, dimana lagi?" Balas Zema, ia meletakkan koper gadis itu dan berniat menatanya di lemari yang memang sudah disiapkan oleh laki-laki itu.

Saat akan membuka koper, Zira membulatkan matanya terkejut. "Gus Zem mau ngapain!" Pekiknya lalu menghampiri laki-laki itu dan berusaha menyingkirkan Zema dari kopernya.

"Saya mau menatanya di lemari!" Ujar Gus Zem.

"Biar saya aja, mending Gus tidur dulu sana!" Ketus Zira.

Zema hanya menghela nafas melihat tingkah sang istri, lalu beranjak masuk ke dalam kamar mandi. Gadis itu bernafas lega karena suaminya ini tidak marah, setelah itu ia menata beberapa baju yang ia bawa ke dalam lemari.

Alasan terkejutnya Zira saat Zema membuka kopernya itu, ia takut suaminya ini melihat dalaman yang memang ia bawa tadi.

Selesai menata baju-bajunya dengan rapi, ia memandangi lemari kayu itu. Di sana juga ada baju Zema yang tertata rapi, kini ia sudah satu lemari dengan laki-laki itu.

Cklek

Suara pintu kamar mandi terbuka, memperlihatkan Zema menggunakan celana Jogger dan kaos hitam. Untuk pertama kalinya Zira melihat Gus Zem memakai pakaian yang tak biasa ia lihat.

"Zira!" Zema melambaikan tangannya di depan wajah gadis itu, karena ia melihat istrinya ini tak berkedip sama sekali.

"Eh?" Zira kembali tersadar, sangking terpana-nya dengan sang suami.

"Tidur! Besok bangun, tahajud sama saya!" Laki-laki itu beranjak ke kasurnya, sedangkan Zira masih duduk di tepi ranjang tak berniat menidurkan dirinya.

Zira berbalik, melihat Zema yang sudah memejamkan matanya. Setelah itu ia meletakkan guling di antara keduanya, merasakan pergerakan disampingnya Zema membuka matanya.

Laki-laki itu mengangkat alisnya bertanya, mengapa Zira meletakkan guling diantara mereka?

"Ini pembatas, jangan sampai Gus ngelewatin!" Ujar gadis itu. Zema hanya menghela nafas pasrah, biarkanlah apa yang dilakukan Zira.

Lalu Gus Zem kembali memejamkan matanya, dengan Zira yang membelakanginya.

---

To be continue

HAMASAH CINTA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang