23 || Duapuluh Tiga

13.6K 1.1K 116
                                    


Sorry for typo
••••

Row, row, row your boat~~

Treasure's down the stream~~

Up, down, up, down~~

Let's all row and sing~~

Nyanyian menggema di kamar luas Jemiel, bocah kecil yang tengah asik menonton di I-pad sang kakak. Kedua tangannya penuh dengan coklat pun dengan sekitar mulutnya.

"Esa haus,"cicit bocah itu.

Hesa kemudian turun dari kasur tinggi tersebut hingga menghasilkan bunyi. Ia berjalan menuju pintu untuk keluar, namun kenop pintu tersebut cukup tinggi ditambah Jemiel semat mengunci pintu tersebut.

Duk! Duk! Duk!

"Bukaa, Esa mauw minum!"pekiknya sembari menggedor pintu dengan cukup kuat berharap ada seseorang yang mendengarnya.

"Esa mauw minum,"lirihnya sambil duduk bersandar pada daun pintu. Maniknya mulai berkaca-kaca dengan menengadah.

"Hiks... hiks... Mami hiks..."isakan samar-samar keluar dari bibir mungil Hesa.

Sementara itu, Jemiel masih belum menyadari jika Hesa tengah menangis. Pemuda itu sibuk mengeringkan rambutnya yang masih basah. Setelah di rasa sudah tidak menetes, pemuda dengan t-shirt putih dan traning parasut branded itu keluar dari wardrobe nya. Alisnya mengkerut ketika mendapati bocah kecil tengah menangis sambil jongkok bersandar di daun pintu.

"Kenapa?"tanya Jemiel datar, pemuda itu sudah berdiri di hadapan Hesa.

Hesa langsung mengusap air mata nya lalu berdiri menatap pemuda tinggi di depannya dengan kepala yang mendongak.

"Minum hiks... Pintunya di kunci hiks.. hiks.. Esa mauw Mami.."cicit Hesa dengan kedua matanya yang masih basah.

Jemiel berjongkok menyamakan tinggi badannya pada anak kecil kesayangan sang Mami. Di tatapnya lamat wajah sembab Hesa dengan tatapan datar.

"Kau bisa bilang pada ku kan? Kenapa harus menangis?!"sentak Jemiel dengan raut datarnya. Hesa hanya bisa mencebikan bibirnya dan mulai menangis.

"Kakak selam hiks... Ndak macam Abang Jenan hiks... Esa ndak syuka hiks... hiks... Mamiaaaa hiks... huaaaa,"anak itu menangis semakin keras membuat Jemiel gelagapan.

Keningnya mengkerut ketika bocah di depannya itu membandingkan nya dengan Jenan. Kesal, perasaan yang membuncah di hatinya di tambah Hesa menangis sangat keras membuat telinga nya pengang.

"Jangan menyebutkan nama Jenan saat bersama ku! Apa yang ia punya sampai kau selalu menempel padanya!"Jemiel meremat bahu kecil Hesa. Tidak terlalu kuat memang, namun mampu membuat Hesa terkejut dan sempat terdiam meski air matanya masih terus mengalir.

"Jenan itu hanya sepupu mu! Dia tidak begitu spesial sampai sampai kau berani membandingkan aku dengan nya! Apa hebatnya Jenan!"

"Aku bisa berikan apapun lebih dari yang Jenan berikan! Jadi jangan pernah menyebutkan namanya jika sedang bersama ku!"sentak Jemiel membuat Hesa hanya bisa menangis dalam diam dengan nafas yang sesenggukan.

Pemuda itu kemudian menghela nafasnya kasar, ia menggendong Hesa lalu mendudukan nya di tepi kasur. Ia mengambil tisu basah di laci nakas dan membersihkan dengan pelan tangan serta wajah Hesa yang kotor terkena coklat.

Hesa masih terus terisak menatap kegiatan sang kakak. Dia haus dan lelah menangis, tapi dia tidak bisa berhenti menangis karena takut pada Jemiel. Baginya Jemiel itu seperti Sehran, menyeramkan.

【 𝙃𝙚𝙨𝙖 】Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang