66 || Enampuluh Enam

3.1K 698 92
                                    

Halooo

Hehe aku sibuk banget jadi gak sempet buka wattpad. Semangat buat kalian yang ada di semester akhir...

Happy reading:)

Sorry for typo

•••••

Pintu kamar dibuka oleh Jihan, di dalam kamar yang masih gelap itu ia dapat melihat dua orang yang ia sayangi masih terlelap dengan damai. Hesa yang tidur sambil memeluk boneka kelinci milik Jemiel, sedangkan tubuh mungil itu tenggelam dalam pelukan sang ayah. Sepertinya mereka berada dalam dimensi mimpi yang sama.

Jihan tersenyum lembut, ia mendekati ranjang luas yang ditiduri sang suami dan juga sang anak. Mengelus rambut berantakan sang anak dengan pelan, ia raba kening serta leher sang anak memastikan suhunya. Dua hari sejak mereka pulang dari rumah sakit, Hesa jadi sering demam tinggi. Puncaknya semalam anak itu menggigil namun keringat dingin membanjiri sekujur tubuhnya, suhunya mencapai 41°.

Merasakan pergerakan didekatnya, Sehran terbangun dengan tangan yang semakin menarik Hesa kedalam pelukannya. Wajah cantik istrinya menjadi pandangan yang pertama ia lihat.

"Morning, Honey.."sapa Sehran dengan gumaman. Suara seraknya terdengar sangat sopan di telinga.

"Morning, Papi. Kamu gak kerja hari ini?"tanya Jihan yang dijawab gelengan oleh Sehran.

"Yaudah gih bersih-bersih, sarapan udah siap."ucap Jihan pelan, ia membawa Hesa untuk berbaring di posisi tengah agar saat Sehran pergi, Hesa tidak terganggu.

"Udah gak panas?"tanya Sehran sambil membuka sedikit tirai gorden.

"Sudah lumayan turun, hari ini kayaknya kita check ke klinik aja ya? Kasihan adek dari kemarin suhunya naik turun terus,"ucap Jihan, tangannya tak berhenti mengelus pipi sang anak yang masih betah dalam tidurnya.

Sehran mengangguk setuju, pria itu kemudian masuk ke kamar mandi. Bersamaan dengan itu, Hesa menggeliat kecil dan membuka matanya perlahan. Jihan tersenyum lembut dan mencium pipi putranya.

"Pagi, Sayang... Adek pusing tidak nak?"sapa Jihan dengan berbisik.

"Mami.."Hesa memanggil dengan suara lirih dan serak khas bangun tidur. Mata anak itu menyipit melihat ibunya yang setiap pagi sudah cantik dan menawan.

"Adek ikut sarapan dengan yang lain tidak?"tanya Jihan sambil mengelus surai Hesa yang sudah panjang layaknya wolf cut hair.

Hesa mengangguk, bocah itu mengalungkan tangannya pada leher sang ibu kemudian menenggelamkan wajahnya ke ceruk leher setelah tubuhnya masuk pada pelukan Jihan.

"Kita cuci muka dibawah ya?"dengan pelan Jihan mengangkat Hesa dan menyamankan posisi gendongannya.

Ketika keluar dari kamar ternyata Jemiel berada di depan kamar mereka untuk menemui Hesa. Remaja itu sudah rapi dengan seragam sekolah dan juga tas yang tersampir dibahu kirinya.

"Wah ada kakak nih ternyata,"ucap Jihan yang mengelus lembut surai Jemiel.

Jemiel tersenyum lebar, ia mencium surai Hesa karena wajah adiknya itu tidak dapat ia lihat.

"Mau digendong Kakak?"tawar Jemiel dengan lembut.

"Adek belum mandi Kakak,"ucap Jihan dengan nada menirukan cara bicara Hesa.

"Gakpapa, tetep wangi kok. Wangi bayi,"ucap remaja itu sambil terkekeh.

Hesa mengintip sekilas, masih dengan wajah yang ia sembunyikan diceruk leher sang ibu. Namun perlahan kedua tangannya yang semula memeluk leher ibunya kini terangkat menandakan bahwa ia mau di gendong Jemiel.

【 𝙃𝙚𝙨𝙖 】Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang