46 || Empat Puluh Enam

9.5K 1K 182
                                    

Haii, apa kabar hehe...

Maaf ya aku up nya lama. Sebenarnya aku habis kena musibah, aku habis kecopetan dan handphone ku hilang.

Jadi sebagian draft cerita yang aku bikin itu banyak yg hilang, butuh waktu lama buat memulihkan semuanya termasuk draft yang sekarang aku up ini.

Jadi untuk minggu ini mungkin aku cuma bisa up dikit banget karena ya aku harus tulis ulang dan idenya juga gak bisa sama kayak draft awal.

So... Doakan semoga draft ku bisa kembali seperti semula.

Untuk malam ini, enjoy your reading ya.

Sorry for typo

•••••

Kabut embun masih menyelimuti bumi, namun Hesa sudah terbangun di tengah kedua kakaknya yang masih bergelung dalam selimut. Bocah itu memang tidur dengan Jemiel dan Jenan semalam, remaja dengan piyama serupa layaknya anak kembar itu bahkan tak terusik ketika ada pergerakan dari Hesa yang turun dari tempat tidur.

Dengan semangat bocah itu berlari menuju kamar kedua orang tuanya. Namun ketika pintu itu terbuka, Hesa memandang ranjang kedua orang tuanya dengan wajah bingung. Kamar masih gelap ditambah kedua orang tuanya masih terbalut selimut tebal dengan Jihan yang tidur di pelukan Sehran.

"Mami...?"cicit Hesa.

Sehran yang pada dasarnya peka terhadap suara langsung bangkit ketika mengenali suara kecil si bungsu. Meski begitu ia tetap dengan cekatan menjaga agar tubuh Jihan tetap tertutup selimut.

"Papi ndak pakai baju? Kenapa? Ndak dingin?"tanya Hesa saat melihat Sehran yang shirtless.

Sehran berdhem menghilangkan rasa gugupnya, "Tidak, kenapa bangun sepagi ini? Haus?"tanya pria itu ketika tubuhnya berhasil sejajar dengan Hesa.

Hesa menggeleng pelan,"Syudah pagi, Esa mauw sekolah. Kenapa Mami belum bangun? Mami capek ya?"

"Kau bangun terlalu pagi. Hari ini hari sabtu, sekolahmu libur sampai besok,"bocah itu menatap Sehran dengan mata membulat lucu.

"Loh? Kok libul? Telus Alden syama Liyuka tauw ndak kalau sekolah na libul?"

Sehran terkekeh pelan, pria itu mengusap lembut pipi Hesa, "Tentu saja, hari Sabtu dan Minggu adalah weekend. Waktunya berlibur dan istirahat."ucapnya.

"Tapi na Esa masih mauw sekolah~"lirih bocah itu.

Wajah Hesa langsung terlihat murung, ia menabrakan jidatnya di dada bidang sang ayah. Membuat pria itu mengelus rambut belakang si bungsu.

"Tidur lagi? Hem?"Hesa menggeleng dengan cepat, bocah itu mengalungkan tangannya di leher sang ayah meminta di gendong.

"Adek mauw syusyu boleh ndak?"mata sayu itu menatap tepat ke netra tajam milik Sehran.

"Sure.. Why not baby. Sebelum itu ayo cuci muka?" Hesa mengangguk semangat kemudian mereka pergi ke kamar mandi.

"Adek tunggu di sini sebentar, Papi mau ambil baju dulu,"Sehran mendudukkan Hesa di dekat wastafel kamar mandi kemudian kembali ke kamarnya.

Mengambil baju adalah alibi, karena alasan utama adalah memberi tahu Jihan tentang keberadaan putra bungsu mereka. Mengapa harus? Tentu saja agar Jihan segera merapikan dirinya setelah kegiatan wajib mereka semalam. Untungnya Hesa tidak melihat hal-hal aneh atau bahkan banyak bertanya.

【 𝙃𝙚𝙨𝙖 】Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang