60 || Enampuluh

4.8K 678 163
                                    

Holaaa, aku upp! SELAMAT, KOMENTAR LUMAYAN RAME.

Ramein part adalah sebuah kunci untuk membuka part berikutnya. Jadi komen sebanyak-banyaknya!

I don't need reading ''next thorr" "Lanjut kakakk" "Next kakk" Or something else yang monoton. Aku butuh penyemangat:((

So happy reading<3

•••••

Jet pribadi mewah dengan lambang burung gagak berlidah pedang di bagian ekor itu kini mendarat di landasan terpencil. Beberapa kendaraan pribadi berjejer menyambut kedatangan ketua mereka yang terbang dari Indonesia.

Puluhan anggota mafia dengan kemeja hitam mereka kini menunduk hormat pada pimpinan mereka yang sedang menggending seorang anak kecil dengan seragam olahraga berwarna kuningnya. Tak lupa pria yang merupakan kaki tangan pria blonde itu menenteng tas beruang mini yang diduga milik anak itu.

Di waktu yang tepat, Hesa terbangun ketika merasakan guncangan dari pria yang sedari awal menggendong dirinya. Ia meliarkan pandangannya mendapati dirinya sedang berada di tempat antah beranta bersama orang-orang asing nan menyeramkan. Pakaian mereka mirip dengan paman-paman bodyguard yang ada di rumah sang kakek, tapi perawakan mereka sangat bengis seakan ia bisa saja di kunyah oleh rahang keras para pria di sana.

Hesa mengangkat kepalanya menatap Dimitri yang sedang mengeluarkan aura Alphanya. Mata setajam pedang milik pria itu menatap Hesa sekilas kemudian tersenyum miring.

"Bow down, he'll be my successor!"sergah Dimirti dengan lantang membuat Hesa tersentak dan mengalungkan tangan mungilnya di leher pria itu. Wajah suntuk dengan mata merah karena habis menangis itu menjadi pemandangan baru bagi para bawahan Dimitri, sebab baru kali ini pria itu membawa makhluk kecil yang memiliki ekspresi beragam.

[Tunduklah, dia akan jadi penerusku!]

Perintah itu menjadi pengingat mereka hingga mereka langsung berlutur dengan satu kaki sebagai tradisi penghormatan kepada pemimpin atau yang mereka hormati.

Dimitri kemudian masuk kedalam BMW x6M yang sudah di sediakan bawahannya. Ia menghiraukan Hesa yang sedang bingung, yang bocah itu tahu adalah dirinya akan di bawa pulang. Tapi kenapa disaat hari menjelang sore, dirinya belum tiba di rumah. Ditambah jalanan yang mereka lewati sangat asing, tidak ada ruko-ruko atau bahkan motor bebek yang berlalu lalang, jalanan terasa sangat lenggang dengan udara yang cukup dingin. Tidak terik sperti layaknya Surabaya.

"Da-daddy..."panggil Hesa dengan lirih. Anak itu merasa asing dengan panggilannya terhadap pria yang memangkunya.

Dimitri melirik bocah yang ada di pangkuannya. Hesa memilih menunduk karena takut. Cukup lama untuk Dimitri menunggu suara lembut keluar dari anak tirinya ini.

"Kita dimana?"tanya Hesa, suaranya setengah berbisik. Bocah itu takut, sungguh. Tapi tak ada yang mampu ia lakukan selain diam agar tidak disakiti. Begitulah cara bocah itu melindungi diri.

"Moscow, at our house. Biasakan untuk berbahasa inggris jika di sini baby! No one understands what you say, if you speak Indonesian,"ucap pria itu, datar.

"Tapi Esa belum bisya bahasa ingglis, Esa paham syedikit. Tapi ndak paham banyak-banyak,"Dimitri pun begitu, butuh jeda untuk dirinya mencerna perkataan Hesa dengan beberapa bahasa campuran daerah.

"You must take private lessons, Did you hear that Crist?"ucapnya retoris yang diangguki oleh pria yang sedang mengemudi. Crist, satu-satunya tangan kanan Dimitri.

【 𝙃𝙚𝙨𝙖 】Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang