PART 24-KECANGGUNGAN

25 4 0
                                    

Tiga hari kemarin Hansa, Liam, dan Yelena terus berada di rumah duka yang berdampingan dengan rumah sakit, energi Hansa telah terkuras karena berulang kali menangis, sekarang ia baru kembali ke rumahnya, dan ia kembali merasa sepi, sekarang hanya tinggal dirinya yang ada disini.

Terdengar derap langkah kaki memasuki ruang tamu. "Ah dingin sekali udara diluar." Ucap Liam, laki-laki itu telah membawa sekantong penuh belanjaan. Hansa masih saja terdiam, pikirannya kosong.

Liam berjalan mendekati Hansa dan duduk disamping wanita itu. "Aku akan memasak untuk kita." Ucap Liam.

"Kau tidak perlu repot-repot, kau harus beristirahat, pulanglah, aku akan baik-baik saja."

"Kau belum makan dari pagi, kau bisa sakit." Ucap Liam.

"Berhentilah mengkhawatirkan ku, aku tidak ingin dikasihani." Ucap Hansa sambil meneteskan air mata.

Liam menghela nafas, ia tahu bahwa saat ini Hansa pasti sangat sensitif. "Aku pinjam dapurmu ya."

Hansa tidak menjawab, ia hanya tetap menatap lurus kedepan, sekarang apa artinya jika ia hidup, ia sudah tidak memiliki siapa-siapa, ia sendirian, dulu ia selalu bermimpi bekerja kantoran untuk memenuhi semua kebutuhan Ibu dan adiknya tapi sekarang mereka sudah pergi meninggalkan Hansa.

Dengan cekatan Liam membuat masakan, memasak adalah salah satu hobi Liam, ia terbiasa memasak makanannya sendiri jika ia ingin, walaupun di penthouse nya tersedia banyak sekali chef handal yang bisa membuatkannya makanan apapun.

Setelah 30 menit berlalu, Liam sudah menyiapkan banyak sekali hidangan. Saat ia ingin menghampiri Hansa, wanita itu sudah tertidur di sofa, Liam tersenyum saat melihat wajah Hansa yang tenang. Perlahan tangan Liam terulur untuk membetulkan posisi anak-anak rambut yang menutupi dahi Hansa.

"Apa aku begitu cantik sehingga kau memperhatikanku?" tanya Hansa lembut, seketika itu Liam terkejut dan menjatuhkan bokongnya ke lantai.

"Mengapa kau sangat menyeramkan, berbicara sambil menutup mata." Liam memegang dadanya.

Perlahan Hansa membuka matanya. "Aku lapar." Ucap Hansa memegang perutnya, kemudian ia mencium aroma makanan. "Ah enak sepertinya." Ia segera bangun dari tidurnya, tapi kedua tangannya ditahan oleh Liam, kini laki-laki itu bersimpuh di depan Hansa. "Tidak boleh langsung bangun, kau harus berdiam sejenak, sedikit merenggangkan tubuh, agar tubuhmu tidak terkejut karena dipaksa bangun." Ucap Liam.

Mereka saling berpandangan, namun ketukan pintu di depan rumah mereka membuat keduanya saling berpandangan. Hansa segera keluar dan melihat lewat jendela, ternyata para warga. "Kau harus bersembunyi." Ucap Hansa segera mendorong Liam menuju ke kamar mandi.

"Kenapa aku harus bersembunyi?" tanya Liam.

"Apa kata warga jika kau berada dirumahku? Mereka pasti menduga yang tidak-tidak."

"Memang apa yang kita lakukan? Hanya makan malam."

"Ah sudahlah, lebih baik mencegah!" Setelah Liam masuk ke dalam kamar mandi.

Hansa menenangkan diri dan membuka pintu. "Selamat malam." Ucap Hansa, semua warga tersenyum haru.

"Hansa, bagaimana keadaanmu?" Tanya Iris.

"Sudah lebih baik." Jawab Hansa gugup.

"Ah syukurlah, kami disini membawa beberapa bahan makanan." Ucap Matt memberikan beberapa bahan makanan dari warga.

Kemudian Hansa menerimanya, air matanya perlahan menetes. "Ah terima kasih banyak, aku selalu merepotkan warga disini." Hansa menghapus air matanya.

"Astaga, apa yang kau bicarakan, kau itu juga bagian dari Paz Village sekarang." Ucap Lexi.

UNEXPECTED PARTNERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang