Hujan yang turun membasahi Kota Arnoida malam itu tidak membuat Hansa gentar, tangannya ia kepalkan kuat-kuat, ia menjatuhkan payungnya di depan sebuah bangunan yang telah ia tinggali selama kurang lebih 3 tahun terakhir.
Semua mata tertuju pada Hansa, bersiap mengeluarkan senjata api masing-masing. "Hansa kau ini orang dalam pencarian." Ucap salah seorang anggota SUKA. Mata hansa tertuju pada satu ruangan yang terbuka, matanya melihat nama Max tertera disana, tanpa menggubris tatapan orang-orang ia maju lebih dekat dengan ruangan itu. "Max, aku datang." Ucap Hansa.
Tak lama Max keluar dari ruangannya dengan senyuman lebar. "Ah rekanku! Ayo kita masuk dan bicarakan apa yang bisa aku bantu." Max memeluk Hansa, awalnya wanita itu tersenyum, namun sedetik berikutnya, tubuh Max ia jauhkan, kemudian Hansa meninju perut Max berulang kali dan menampar laki-laki itu. Semua orang terkejut dan semakin mengarahkan senjata api pada Hansa.
"BAJINGAN! BRENGSEK! PEMBUNUH! ORANG TAK PUNYA HATI! IBLIS!" teriak Hansa tidak berhenti.
"Hentikan Hansa, atau kami tidak segan melepaskan tembakan." Ucap salah seorang anggota.
Air mata Hansa menetes, bagaimana mungkin Max bisa menjadi musuh dalam selimut, laki-laki dihadapannya ini membunuh Ibu dan Adiknya.
"Bangun kau!" Hansa menarik kerah kemeja Max, tangan Max terangkat memberikan pertanda agar tidak ada satu pun anggota SUKA yang bergerak.
"Kau sudah tahu? Ah jadi kau ke sini hanya untuk memukulku? Kau tidak butuh bantuan?" tanya Max mengusap wajah Hansa.
Hansa melepaskan tangan Max dengan kasar dan meludah ke wajahnya. "Lebih baik aku membusuk di penjara daripada meminta bantuanmu!" Hansa mendorong tubuh Max sampai laki-laki itu hampir saja terjatuh, kini tangan Max menjambak rambut Hansa.
"Hei manis, mengapa kau jadi begini pada rekan kesayanganmu? Baiklah kalau kau ingin membusuk di penjara, aku kabulkan." Tangan Max kini memencet kedua pipi Hansa sehingga wanita itu kesakitan, ditambah rambutnya masih dijambak.
"Lepaskan dia sekarang atau nyawa semua orang disini jadi taruhannya!" seru seorang pria yang kini berada di ambang pintu.
Max terkekeh. "Wah priamu datang juga, aku benci melihat adegan romansa seperti ini, seolah aku penjahatnya."
"Argh..." Jambakan Max pada rambut Hansa semakin menjadi.
Liam yang geram segera maju dan menendang Max dengan gerakan cepat, ia mengambil tangan Hansa, membuat gadis itu berada di belakangnya.
"Aku tidak suka milikku disentuh oleh orang lain." Ucap Max.
"Aku tidak segan merebutnya kembali." Ucap Max lagi.
"Hentikan omong kosongmu, aku akan senang menyaksikan kehancuran Galaxy." Balas Liam.
Tawa Max begitu menggelegar. "Kau terlalu percaya diri, aku justru lebih senang melihat kehancuran kau dan perusahaanmu, jadi aku peringatkan jangan pernah menyentuh wilayahku, disini kau tidak punya kuasa atas apapun, jangan berlagak menjadi pahlawan dengan menolong Hansa."
"Sebaliknya jika Hansa menurut, tentu dia akan aman disampingku saat ini, jadi semua pilihan ada pada kalian."
"Aku tidak sudi berada di sampingmu!" tegas Hansa.
"Kau dengar ini baik-baik, aku sudah memutuskan untuk maju maka tidak ada kata mundur, dan Hansa akan tetap bersamaku, aku akan melindunginya dari iblis macam kau." Liam segera menggandeng tangan Hansa dan menuju keluar gedung SUKA.
Tangan Liam terulur mengambil payung hitam yang dikenakan Hansa tadi, kemudian tangan Liam berangsur lepas dari tangan Hansa setelah sadar ia telah menggenggam tangan Hansa karena sedari tadi wanita itu diam saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNEXPECTED PARTNER
Romance[ ADULT ROMANCE, CEO, AGENT, AND ACTION] Paz Village merupakan desa yang diperebutkan oleh perusahaan-perusahaan besar yang ada di kota Arnoida entah apa daya tariknya sehingga pemerintah turut ikut campur. Sehingga permasalahan ini semakin rumit ba...
