Last Goodbye - 02

172 17 0
                                    

Part 02 - Kesempatan Kedua

Andy Neandro Sebastian

“Aduh!”

Baru beberapa langkah berjalan ke arah belakang sekolah, Samantha yang sedang fokus mengekori Andy tiba-tiba saja dihujani dengan sampah-sampah makanan kering yang entah dari mana asalnya. Ia lalu menatap ke atas, mendapati ada segerombolan anak-anak nakal yang merupakan dalang dari semua ini. Samantha terus menghempas sampah plastik yang menempel di baju serta rambutnya.

Merasa belum puas, Kenzo, Frans, dan Moses kembali melancarkan aksi mereka dengan membuang setumpuk sampah ke arah Samantha hingga membuat pakaian gadis itu menjadi semakin kotor. Suara tawa yang begitu puas kini menghiasi area belakang sekolah. Ketiga orang barusan mulai bergabung dengan seseorang yang sudah berdiri di hadapan Samantha, Andy.

“Woi,” Kenzo lalu menghampiri Samantha yang masih bergeming di tempat. “Lo tahu apa kesalahan lo?”

Kesalahan? Bukan Samantha tidak tahu diri, tapi Samantha berani bersumpah jika ia tidak tahu apa-apa. Ia tengah sibuk menerka apakah memang benar ada suatu hal yang  membuat keempatnya murka. Tapi hasilnya nihil, kepalanya sudah buntu di tengah jalan. Alih-alih mendapat jawaban, Samantha tetap tidak bisa menemukan alasan yang tepat mengapa di hari pertama saja mereka sudah berani menganggu ketenangan hidupnya.

Merasa jika jiwa Samantha masih belum sepenuhnya di sini, Andy lalu melempar berkas fotokopi rapor miliknya dan juga milik Samantha, tepat di hadapan gadis itu. Sadar jika sumber masalah ada pada benda ini, Samantha kemudian membaca hasil akhir nilai rapor yang telah dilingkari dengan pena bertinta merah.

“Lo lihat total nilai dari rapor kita. Jika dibandingkan, lo hampir mengalahkan gue kalau gue enggak unggul di mata pelajaran olah raga,” ujarnya dengan lugas, menghampiri Samantha beberapa langkah dan menatap gadis itu yang masih tak berkutik.

Andy menjongkok, berusaha menyamakan tinggi badannya dengan Samantha sebelum ia tersenyum dengan sinis. “Apa lo lupa kesepakatan kita dua tahun lalu?” tanyanya dengan nada penuh penekanan. “Lo, enggak boleh mengalahkan gue, ingat?”

Samantha tetap tak menjawab. Ia sedang berusaha untuk menjernihkan pikirannya, bersusah payah mengatur napasnya agar ia tidak menangis detik itu juga.

Karena muak dengan tingkah pasif Samantha, Frans melempari sobekan kertas ke arah gadis itu, membuat Samantha langsung menoleh.

“Bengongin apasih? Lo gak dengar apa kata Andy dari tadi?”

“De-dengar. Gu-gue-”

“Kalau ngomong gak usah begitu!” Moses langsung menyahut dengan tidak senang. Samantha lagi-lagi terpojokkan. Di situasi seperti ini, ia harus bisa mengendalikan air matanya agar tidak menetes. Yang jelas, ia merasa ketakutan di sini. “Lo pikir dengan lo bersikap begitu, kami akan lunak dengan sikap lo?”

Andy menyunggingkan senyumannya penuh arti. Ia lalu memberitahu kepada teman-temannya untuk berhenti. “Kalian pergi dulu, ada sesuatu yang harus gue urus dengan anak ini.”

Ketiganya mengangguk paham sebelum ketiganya pergi meninggalkan mereka berdua di sana. Laki-laki itu mulai mendekat, membuat Samantha otomatis berjalan mundur dengan perlahan. Hingga ketika tangan Samantha mulai menyentuh tembok, ia menutup kedua matanya ngeri. Tak ada lagi celah baginya untuk meloloskan diri. Tamatlah sudah riwayatnya hari ini.

Last Goodbye [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang