Last Goodbye - 13

83 8 0
                                    

Part 13 - Tidak Asing

Aroma menyengat khas dari rumah sakit adalah hal pertama yang bisa Andy kenali setelah terbangun dari pingsannya. Ia membuka mata secara perlahan, hingga samar-samar, Andy bisa melihat seisi ruangan yang tampak begitu asing. Monitor guna mendeteksi detak jantung terdengar semakin jelas pada indra pendengarannya. Lalu kemudian, pandangannya kini tertuju pada Shenna yang kemudian mendekatinya dan menyentuh jari-jemari Andy dengan erat.

“Andy? Andy!” panggil Shenna setengah panik. Setelah menunggu selama 4 jam di rumah sakit, Shenna akhirnya bisa bernapas dengan lega melihat anaknya telah siuman. “Astaga! Mama khawatir banget tahu! Kamu kenapa bisa sampai begini sih? Ditelepon juga gak diangkat-angkat. Kemana aja kamu?”

“Baru bangun udah diserbu pertanyaan,” Andy tiba-tiba berucap pelan. “Udah kayak Dora aja.”

Shenna hampir saja kelepasan untuk memukul lengan Andy yang masih terbaring di rumah sakit. Untung saja ia masih bisa menahan diri dengan baik.

“Bang?” bukan cuman Shenna, ternyata Maudy juga berada di sini. Gadis itu mulai memperhatikan Andy dengan mata yang sembab. Sepertinya anak itu baru saja menghentikan tangisannya. “Kebiasaan lama, bikin panik satu keluarga!”

“Jangan keluar malam-malam lagi, Dek. Kamu membuat satu keluarga khawatir tahu gak!”

Ucapan Maudy barusan sempat mengingatkan Andy akan suatu hal. Andy seketika menutup kedua bola matanya. Tangannya bergerak menyentuh kepalanya yang telah diperban. Bahkan satu badannya terasa sangat kaku untuk digerakkan. Separah ini kah kecelakaan yang menimpa dirinya tadi sore?

“Pusing?” Shenna lagi-lagi panik sendiri dan bergegas keluar untuk memanggil dokter. Seperti biasa, Shenna bersikap jauh lebih protektif setelah kematian putra sulungnya. Ia tidak mau kejadian yang sama terulang kembali. Makanya, ia tidak bisa tenang sebelum Andy benar-benar sembuh total. “Mama panggil dokter dulu.”

“Ma,” panggilan lembut dari Andy membuat Shenna berhenti melangkah dan kembali menatap Andy dengan lekat. “Aku gak apa-apa.”

Shenna kemudian menghembuskan napasnya dan mengangguk pelan, berusaha mengatur alur pernapasannya yang tampak baru saja istirahat dari lari marathon. “Ok. Kalau ada apa-apa, langsung bilang ke Mama, ya?”

Andy akhirnya mengangguk paham.

“Oh iya,” Andy berusaha bangkit dan mencoba bersandar pada bantal empuk di belakang, menyadari jika ada sesuatu yang kurang. “Papa di mana?”

Shenna sempat menunjukkan raut wajah sedih. Ia tahu Andy pasti akan menanyakan keberadaan Rudy yang sampai sekarang belum muncul juga. Shenna sudah mengabari Rudy mengenai kecelakaan yang dialami Andy tadi. Tapi alih-alih khawatir, nada bicara Rudy tampak tak begitu peduli. Shenna hanya bisa menggeleng kepalanya di sepanjang telepon, heran dengan sikap Rudy yang terlampau cuek dengan kondisi anak-anaknya. Tapi jika sudah menyangkut nilai, Rudylah yang akan menjadi orang pertama untuk mengintrogasi anak-anaknya.

 “Papa kamu masih lembur,” kata Shenna tak tega. “Katanya, ada rapat dadakan.”

Pemuda itu mengangguk, menyudahi percakapannya dengan Shenna yang masih setia berdiri.

Bahkan di saat seperti ini, Papa masih lebih mentingin pekerjaannya.

Pandangan Shenna mulai mengarah pada Maudy yang sedari tadi tampak termenung sambil memeluk perutnya. Ia lalu menatap jam dinding di kamar inap, kemudian menghela napasnya berat lalu menghampiri si bungsu.

“Nak?” panggil wanita itu dan kemudian memberikan sejumlah uang kepada Maudy. Ia jadi merasa bersalah karena sempat melupakan makan malam Maudy. “Kalau kamu lapar, beli aja makan malam dari luar. Sudah jam berapa ini? Kamu gak boleh sampai lupa makan lho.”

Last Goodbye [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang