Last Goodbye - 43

38 3 0
                                    

Part 43 - Kejadian 'Terencana'

“Cepetan itu sebelum ditinggal sama Abangmu! Masa hasil tes untuk masuk ke sana bisa-bisanya gak valid? Untung kamu diberi kesempatan untuk ngulang hari ini! Hadeh, Maudy, Maudy.”

Di situasi seperti ini, wajar jika Maudy panik setengah mati mengingat tes potensi akademik untuk masuk ke SMP favoritnya dinyatakan tidak valid pagi ini. Tapi percayalah, karena Rudy yang bersikap terlalu berlebihan, kecemasan yang dirasakan Maudy bertambah semakin besar. Pria itu terus berjalan mondar-mandir di lorong ruang tamu ketika menerima pesan dari pihak sekolah mengenai hasil tes Maudy tempo hari. Rudy bersikap seolah-olah ialah yang harus menderita usai menerima kabar buruk itu.

“Ya, mana aku tahu Pa,” ujar Maudy sambil menggerutu dengan nada kesal. Ia sedang menahan air matanya agar tidak jatuh saat itu juga. Maudy ketakutan dan cemas di saat yang bersamaan. Maudy tidak sempat mempersiapkan apa-apa, bahkan membuka buku saja tidak. Seharusnya Maudy diberi kesempatan untuk belajar dan mempersiapkan diri jauh-jauh hari.

Shenna membawakan botol minum dan memasukkannya ke dalam ransel Maudy. Mendengar ocehan dari suaminya sedari tadi, ia segera menyela dengan nada tidak suka. Shenna berharap jika Rudy bisa berhenti bersikap kekanak-kanakkan di depan putri bungsunya itu. Lama-lama, Shenna jadi muak mendengar kalimat yang terus diulang secara berkala.

“Kamu yang tenang, Maudy masih memiliki kesempatan untuk masuk ke SMP favoritnya.”

“Tahu apa kamu soal pendidikan?” seru Rudy tidak senang. “Kalau sampai tes yang dijalani Maudy tidak valid, besar kemungkinan jika Maudy tidak akan lulus untuk tahap beasiswa! Rekan kerjaku semua menyekolahkan anak-anaknya di sekolah itu. Apa yang akan aku katakan kepada mereka kalau Maudy gagal?” sambung Rudy dengan napas menggebu-gebu. Pria itu segera menatap Maudy yang sudah memakai sepatunya dengan baik.

“Kamu tahu ‘kan kalau Papa berharap banyak pada sekolah itu?” pandangan Rudy kini beralih pada Maudy sambil mengucapkan kalimatnya barusan dengan nada datar.

“Kamu jangan menambah beban pikiran Maudy,” ujar Shenna yang lagi-lagi menimpali ucapan suaminya dengan tidak suka. Shenna tahu jika maksud Rudy itu baik, tapi please deh! Bukannya tambah tenang, yang ada Rudy justru membuat anaknya tambah panik.

Shenna mulai menghampiri Maudy yang telah menyelesaikan aktivitasnya. Wajah Maudy terlihat sedih.

“Mama yakin kamu pasti bisa kok,” ujar Shenna sembari mengecup kening putrinya. “Jangan mikirin kata-kata Papa. Kalau kamu gagal di sini, masih ada banyak peluang lain untuk mencapai ke SMP favorit. SMP bukan cuman ada satu di tempat ini, banyak yang bisa kamu tuju. Jangan sedih ya?”

Maudy mengangguk kepalanya berkali-kali sambil tersenyum kepada sang ibu walau hatinya berkata lain. Maudy menganggap jika ia tidak boleh menghancurkan kepercayaan yang diberikan oleh Rudy begitu saja. Sebagai seorang anak, Maudy pasti ingin memberikan yang terbaik agar kedua orang tuanya bisa bangga.

Peep... peep...

Tak lama kemudian, Andy kembali mengklakson mobilnya untuk memberi tanda kepada Maudy.

“Makasih Ma, Maudy berangkat dulu ya!” tak lama, senyuman Maudy kini mengembang. Bocah itu tidak ingin jika perasaan sedih yang ia rasakan akan memengaruhi tes masuknya kembali. Maudy mulai melambaikan tangannya kepada Rudy dan Shenna yang masih berdiri di depan pintu. “Dah dah!”

Shenna membalasnya dengan baik, sementara Rudy hanya mengangguk kepalanya beberapa kali untuk memberi tanda jika Rudy mendengarkan kalimatnya barusan. Gadis itu menutup pintu mobil dengan napas gusar. Maudy segera memasangkan seatbelt-nya sembari memasang wajahnya kusut. Helaan napas berat kini terdengar begitu jelas. Ia sedang tak berminat untuk melakukan apa-apa sekarang.

Last Goodbye [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang