Last Goodbye - 14

72 9 0
                                    

Part 14 - Kunjungan Pertama

Kamis tanggal 4 Desember. Di beberapa negara terutama negara subtropis, mungkin orang-orang tengah menanti turunnya salju di bulan ini. Tapi bagi Andrian, tanggal tersebut tidak lebih dari sekedar hari-hari biasa. Andrian hanya memainkan peran sebagai seorang pria paru baya yang menjalani rutinitas membosankan, lambat, dan begitu statis.

Langit begitu cerah begitu ia tiba di lokasi. Andrian sempat melihat beberapa pekerja di bagian pintu utama tengah sibuk memasang kamera pengawas di langit-langit bangunan, hingga jalur pintu masuk terpaksa dipindahkan ke gerbang selatan. Dan siapa sangka, perjalanan yang memakan waktu 15 menit dari tempat tinggalnya itu berhasil membuat hidup Andrian seketika, berubah.

Andrian tersentak, memperhatikan sosok wanita yang berdiri di hadapannya dengan tatapan tidak percaya. Bagaimana mata mereka saling bertemu, bagaimana keduanya sama-sama terkejut dengan, pertemuan yang sangat amat kebetulan, seolah takdir ingin mempertemukan mereka berdua kembali setelah berpisah dalam waktu yang lama. Pertemuan yang mungkin tidak diharapkan oleh salah satu pihak atau bahkan keduanya, kini terulang kembali dengan nasib yang sudah berbeda.

Miranda berhenti melangkah ketika ia hampir menabrak salah satu pria dari arah berlawanan, hingga wanita itu segera membungkukkan badannya dan meminta maaf, sembari memperhatikan orang yang ada di hadapannya itu. Hening, keduanya bergeming untuk beberapa saat. Senyuman yang ada pada wajah Miranda saat itu perlahan memudar, saling menatap satu sama yang lain dan berandai-andai, perubahan apa yang telah terjadi pada hidup mereka masing-masing setelah keduanya pisah.

“Miranda?”

Andrian masih sempat mengira jika ia baru saja berhalusinasi. Bahkan saking terkejutnya, pria itu kemudian mundur beberapa langkah, mengerjap beberapa kali untuk memastikan wajah Miranda yang tak banyak berubah itu. Andrian tahu hidup Miranda sudah sangat sempurna dibanding dengan keadaannya dua belas tahun yang lalu. Pernak-pernik yang dipakai, tas bermerek di tangan kanannya, suara hak tinggi ketika wanita itu berjalan, bahkan yang paling mencolok, potongan rambut sebahu yang selalu ia pertahankan dari dulu. Andrian akui, Miranda tampak sempurna hari itu.

Sementara di sisi Miranda, wanita itu segera membuang wajahnya. Kedatangannya di sini bukan bermaksud untuk menemui Andrian dan masih banyak hal lain yang harus ia urus. Dengan langkah cepat, ia berjalan melewati sosok pria yang masih berdiri mematung di sana.

“Maaf, saya bukan orang yang-”

“Saya tahu kamu Miranda,” potong pria itu kemudian, masih tak menyangka jika Miranda akan berpura-pura tidak mengenalinya. “Apa, kamu tidak tahu bagaimana rindunya anakmu? Kamu, kenapa bisa begitu tega meninggalkan Samantha yang tidak tahu apa-apa?”

Sial, Miranda sudah tak lagi bisa mengelak. Dirinya tertangkap basah, merutuki kesalahannya mengapa ia bisa bertemu dengan pria tak berguna itu di sini. Jika saja ia tidak menunda rapat perusahaannya tadi, mungkin dirinya bisa mencegah agar pertemuan ini tidak pernah terjadi. Miranda mengira jika mantan suami dan anaknya masih menetap di Jakarta.

“Dengar, saya tidak tahu kenapa kamu bisa ada di sini dan tujuan saya datang ke sini hanya untuk urusan bisnis,” tegasnya kali ini, berusaha untuk mengakhiri pertemuan ini secepat mungkin. “Tolong, jangan saling menganggu kehidupan satu sama lain, kita sudah menjadi orang asing, paham?”

Asing? Sebenci itukah kamu dengan anak suamimu?”

“Saya-” ponsel milik Miranda berbunyi ketika di tengah-tengah perdebatan kecil mereka. Miranda segera menjauh, seharusnya ini bisa digunakan sebagai alasan agar ia bisa menghindari Andrian.

Last Goodbye [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang