Part 21 - That Special Person
•
CEKLEK!
Tangan Moses bergerak untuk membuka salah satu kamar ruangan inap, membiarkan tubuhnya langsung disambut baik dengan udara dingin yang tak terhitung berapa derajat celcius-nya. Laki-laki itu terdiam cukup lama sebelum ia melangkah ke dalam dengan perlahan, menuju ke salah satu ranjang tempat di mana seseorang sedang tertidur pulas selama hampir dua tahun lamanya. Monitor guna mendeteksi detak jantung kemudian terdengar semakin jelas. Laki-laki itu akhirnya duduk di samping gadis itu sambil tersenyum, berusaha menutupi perasaan sedihnya.
“Zia,” panggilnya dengan pelan. “Abang datang lagi nih. Maaf ya, akhir-akhir ini Abang sibuk banget. Kamu gak marah ‘kan?”
Laki-laki itu memandangi wajah Zia dengan sangat lekat. Ia mulai menbelai rambut sang adik yang sering disapa ‘Zia’ dengan lembut, sembari menahan air matanya agar tidak menetes pada saat itu juga. Seingatnya, terakhir kali ia bisa mendengar suara Zia sebelum kejadian mengenaskan itu terjadi, sebelum kejadian itu juga yang berhasil merenggut nyawa kedua orang tuanya.
Karena faktanya, dari dulu sampai sekarang, ia hanya bisa memendam perasaan bersalah itu seorang diri, tanpa ada seorang pun yang tahu, termasuk Samantha.
“Zia, ini udah dua tahun lho,” suara Moses mulai bergetar, menatap iba dengan nasib yang menimpa saudari perempuannya. “Kamu gak capek nih tidur mulu? Gak mau ya ngelihat Abang lagi? Padahal Abang kangen sama kamu.”
Tangan Moses kemudian menggenggam erat jari jemari Zia, tak ingin jika ini adalah kali terakhirnya ia menggenggam tangan adik kecilnya itu.
“Jangan nyusul Papa Mama, ya? Abang... gak siap,” setetes air mata akhirnya mengalir begitu saja dan entah kenapa, kalimat itu tiba-tiba meluncur dari mulutnya. Tapi satu hal yang pasti, ia benar-benar rindu dengan sosok Zia yang ceria. Moses sudah berada di tahap akhir dalam ambang keputusasaan. Antara menyerah atau terus berjuang, Moses sendiri ragu untuk memilih di antara dua pilihan yang menyulitkan itu. “Kamu harus bangun, ya? Hanya kamu satu-satunya keluarga yang Abang miliki, Zia.”
“Zia anak kuat ‘kan? Zia pasti bisa kok ngelewatin semua ini,” ia segera menghapus air matanya dengan telapak tangan kemudian tersenyum seolah ia baik-baik saja. “Zia, tolong jangan pernah ninggalin Abang.”
Gue mohon, tolong jangan ambil nyawa Zia. Cukup Papa dan Mama yang ninggalin gue. Jangan Zia lagi. Tuhan, gue mohon.
Moses menunduk, ingatan tentang kecelakaan itu kemudian terlintas di kepalanya. Memori yang masih membekas dengan jelas, kini berputar seolah ia sedang berada di dimensi waktu yang berbeda.
“Mama dan Papa lagi di perjalanan!” suara Zia yang tengah asyik melakukan panggilan suara terdengar jelas ketika Moses menelepon keluarganya, hendak menanyakan kabar pasti agar mereka tidak melewatkan turnamen perlombaan basket sekolah yang akan dimulai. “Macetnya parah banget bang!”
“Bilang ke Abangmu, kita bentar lagi sampai ya,” samar-samar, Moses juga bisa mendengar suara ayahnya. Zia mengangguk sambil menyunggingkan senyuman, bersiap untuk menyampaikan pesan itu kepada Moses.
“Tuh dengar! Papa bilang bentar lagi nyampe kok! Zia tutup dulu ya teleponnya, bye!”
Sambungan itu kemudian terputus tepat ketika wasit mulai menyuruh anggota tim untuk masuk ke dalam lapangan, membuat Moses yang kala itu masih berpikir jika keluarganya dalam perjalanan terpaksa mengikuti arahan dari sang wasit. Laki-laki itu bermain tanpa ada seorang pun yang mendukungnya, bahkan Samantha yang dulu masih menjadi pacarnya berhalangan untuk hadir. Moses tidak bisa memaksa, prioritas utama Samantha adalah memastikan keselamatan Andrian yang kondisinya semakin memburuk waktu itu. Sesekali ia menerawang ke arah kursi penonton, berharap jika keluarganya bisa segera mengisi bangku-bangku kosong yang masih tersisa di stadiun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Goodbye [TAMAT]
Teen Fiction[PART MASIH LENGKAP, NO PRIVATE-PRIVATE!!] • [15+] Sebagai salah satu anak dari korban broken home, Samantha tidak keberatan jika ia harus menjalani kehidupan dengan berbagai rintangan yang terus mengujinya. Apapun itu akan Samantha lewati, asalkan...