Part 52 - Redup
•
Seorang bocah berusia 10 tahun terbangun dari bunga tidurnya. Menyadari jika ada sesuatu yang membuat tubuhnya gatal, ia segera bangkit dan menoleh ke sekeliling. Hamparan rumput hijau adalah satu-satunya hal yang bisa ia lihat sejauh mata memandang. Tidak ada hal menarik yang bisa ia lihat selain rumput dan angkasa yang sudah berganti menjadi langit sore. Bocah itu hanya menatap bingung. Ia mulai sibuk menerka apa yang membuatnya bisa terjebak di tempat seperti ini. Meski bocah itu berusaha untuk mengingat apa yang sebenarnya terjadi, usahanya tetap tak membuahkan hasil.
“Kotak biru? Kotak foto-foto polaroid itu?”
Andy kecil terlampau semangat usai menyadari sebuah kotak biru kecil yang berada tak jauh dari tempat ia berdiri. Andy senang ketika apa yang ia harapkan pada saat itu bisa terwujud dalam waktu sekejap. Andy seperti memiliki kekuatan super di taman hijau ini!
“Ini gila!” seru bocah itu riang, mengeluarkan satu per satu hasil jepretan yang tidak asing baginya. “Foto-fotonya masih ada semua!”
Andy sibuk membolak-balikkan foto polaroidnya dengan bahagia hingga kemudian, senyuman dari anak itu mulai memudar. Ia merasa seperti ada sesuatu yang kurang.
“Seandainya,” ujarnya dengan nada berharap. “Ada Bang Edy di tempat ini.”
“Kamu manggil Abang?”
Tangan-tangan kecil Andy mulai menurunkan kumpulan polaroidnya usai mendengar suara yang tidak asing berada di hadapannya. Andy terkejut bukan main. Sosok abang yang selama ini ia tunggu-tunggu akhirnya muncul. Andy yang sudah merindukan sosok abangnya sejak lama mulai berlari menuju ke pelukan Edy.
“Bang Edy! Kok lama banget sih bangun dari tidurnya?”
Edy yang mendengarkan celotehan bocah itu hanya bisa menggeleng kecil. Ia kemudian mengacak-acak rambut Andy sambil tersenyum, berusaha menutupi kesedihan yang tersirat begitu jelas melalui sorot matanya.
“Maafkan Bang Edy ya,” ujar pemuda itu kemudian. “Gara-gara Abang, kamu harus melewati banyak hal.”
“Kalau Abang merasa bersalah, sekarang kita main bareng yuk!”
”Tapi abang gak bisa.”
Andy seketika cemberut mendengar penuturan dari Edy. “Kok gak bisa sih? Kenapa gak bisa?”
“Abang,” Edy sempat menjeda kalimatnya sejenak, sebelum kemudian ia melanjutkan kalimatnya. “Mau pergi ke suatu tempat. Abang cuman bisa mampir sebentar.”
“Aku mau ikut Abang!” jawab Andy dengan polos, sementara Edy justru menggeleng pelan.
“Kamu gak boleh ikut,” Edy mulai melepaskan gendongannya pada Andy, membiarkan anak itu berjalan mengikuti jejaknya. “Hanya orang-orang tertentu yang bisa pergi tempat itu.”
“Abang mau diobati ya?”
Edy mengangguk dua kali sambil menahan air matanya agar tidak jatuh. Rasanya terlalu sulit untuk mengungkapkan perasaan sebenarnya kepada Andy. “Iya.”
“Kalau gitu, aku bakal tunggu Abang sampai sembuh, baru kita main bareng lagi ya?”
“Boleh kok.”
“Tunggu!” Andy berusaha berjalan dan mencegat Edy yang ingin pergi menuju suatu tempat. Muncul cahaya terang yang berada di sekeliling tubuh Edy. Ia tidak rela untuk meninggalkan abangnya. Padahal ‘kan, mereka baru bertemu beberapa menit. “Abang janji dulu sama aku, kalau Abang bakal ke sini lagi!” ujar bocah itu sambil menunjukkan kelingkingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Goodbye [TAMAT]
Jugendliteratur[PART MASIH LENGKAP, NO PRIVATE-PRIVATE!!] • [15+] Sebagai salah satu anak dari korban broken home, Samantha tidak keberatan jika ia harus menjalani kehidupan dengan berbagai rintangan yang terus mengujinya. Apapun itu akan Samantha lewati, asalkan...