Last Goodbye - 28

54 5 0
                                    

Part 28 - Bimbang

Andrian baru diperbolehkan untuk pulang setelah masa inapnya berakhir sesuai dengan anjuran sang dokter. Artinya, hari ini adalah hari terakhir masa inap Andrian. Samantha yang mampir kembali menjenguk ayahnya kini membawa Andrian untuk berjalan, mengelilingi rumah sakit yang super megah ini. Jalan dan area sekitarnya dipenuhi dengan para pasien beserta orang-orang terdekat mereka. Samantha bersyukur sebab masih ada orang yang setia menemani mereka dalam keadaan suka maupun duka. Setidaknya, mereka tidak bernasib sama dengan Samantha ‘kan?

“Datang-datang ngajak orang buat jalan keliling rumah sakit,” celutuk Andrian sambil menoleh ke sampingnya dengan heran. Sadar jika raut wajah Samantha yang sedikit berubah dari waktu ke waktu, Andrian berusaha untuk membuat suasana hati Samantha bisa lebih baik. Tapi rasanya, semua usaha yang diberikan masih tak cukup mempan untuk membuat putri sulungnya bahagia.

Langkah Samantha tiba-tiba berhenti di tengah jalan, refleks membuat Andrian ikutan menghentikan langkahnya.

“Duduk di sana yuk!”

Dan usai lima belas menit tak menanggapi ucapan Andrian sedari tadi, Samantha kemudian menunjuk ke salah satu bangku dengan pohon rindang di bawahnya. Andrian tak banyak bicara, mengiyakan tawaran Samantha begitu saja tanpa banyak mengeluh. Mereka kemudian berjalan menuju bangku panjang itu dan duduk.

“Ayah tahu gak?” tidak ada angin tidak ada hujan, Samantha tiba-tiba membuka balon percakapannya dengan Andrian. “Dulu, aku pernah benci banget sama Ayah.”

Andrian memilih untuk diam, membiarkan Samantha melanjutkan kalimatnya sampai habis.

“Ayah tahu kenapa? Karena aku ngira, Ayahlah orang yang membuat hubungan aku dengan Ibu semakin, buruk,” sambung gadis dengan sedih, mengira jika ia telah melakukan kesalahan besar di masa lalu. “Karena aku ngira, seandainya Ayah gak pernah datang di kehidupan aku, mungkin Ibu masih ada sampai sekarang.”

Perlahan, pria yang masih duduk diam mendengarkan cerita Samantha mulai menoleh, sadar jika suara Samantha mulai terdengar parau, berusaha menahan isak tangisnya yang tertahan di tenggorokan.

“Tapi rupanya, aku salah. Kalau Ayah gak datang menemui Ibu hari itu, mungkin aku udah gak ada di sini kali ya?” Samantha kemudian tertawa miris sebelum ia meneteskan air matanya. Astaga, Samantha benar-benar payah jika topik pembicaraannya sudah menyangkut masalah keluarga. “Kadang aku bertanya-tanya, apasih salah aku sampai-sampai Ibu mau ninggalin aku? Apa karena aku hadir, Ibu jadi benci sama aku? Padahal ‘kan, aku gak minta untuk dilahirin.”

Hati Andrian tersayat, kalimat yang diucapkan oleh Samantha terasa begitu menyakitkan. Ia kemudian menunduk malu, merasa gagal menjadi sosok ayah yang seharusnya bisa menjadi pelindung bagi putrinya.

“Kalau suatu saat Ayah ninggalin aku seperti Ibu ninggalin aku, sepertinya aku gak akan bisa sanggup hidup di dunia ini.”    

“Samantha,” Andrian menyela, tak ingin jika pikiran buruk itu akan membuat Samantha semakin merasa sedih. “Ayah udah bilang ‘kan? Ayah gak akan pernah ninggalin kamu.”

“Aku tahu Ayah gak akan pernah ninggalin aku,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca. “Tapi Tuhan tahu, Yah.”

Hening kemudian, Andrian tidak tahu apa yang harus ia katakan kepada Samantha, membiarkan obrolan dari orang-orang yang berlalu lalang menjawab pernyataan dari gadis itu.

Pria itu kemudian menghembus napasnya dengan berat sebelum ia melanjutkan perkataannya. “Kamu ingat tidak ada yang mustahil di dunia ini? Maka kalimat itu akan berlaku untuk siapa saja tak terkecuali ‘kan?” tanya Andrian lembut, berusaha menenangkan perasaan Samantha agar bisa membaik. “Ayah pasti akan sembuh kok.”

Last Goodbye [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang