Part 49 - Berjuang
•
Hari ini adalah hari Minggu. Biasanya di Minggu pagi, Maudy akan menyambut kedatangan Samantha yang mampir untuk mengajarnya dan menghabiskan waktu untuk saling berbagi cerita satu sama lain. Maudy dan Samantha telah menargetkan sesuatu di atas kalender masing-masing, berharap jika Maudy bisa lulus pada ujian sekolah dasar dengan nilai terbaik, berharap jika Samantha bisa masuk ke perguruan tinggi favoritnya nanti, Universitas Gadjah Mada. Semua kerja keras telah Maudy kerahkan. Ia terus mengusahakan yang terbaik agar keluarganya, terutama Rudy bisa bangga dengan dirinya.
Tapi hari ini, keadaan justru berangsur berubah. Samantha sudah tidak pernah lagi datang ke rumah Samantha sejak dua minggu yang lalu. Maudy sempat kesulitan untuk menghubungi Samantha untuk sekadar menanyakan kabar pada orang itu. Tapi sepertinya, nomor telepon Samantha sudah lama tidak aktif. Bahkan di beberapa media sosial lain, akun Samantha telah lenyap dari dunia maya usai kasus pembunuhan Andrian tersebar di media sosial.
Maudy khawatir dengan kondisi Samantha. Ia hanya bisa berharap jika Samantha tidak apa-apa.
Suara denting garpu dan piring terdengar memenuhi udara. Keempat anggota keluarga yang duduk melingkar tengah menikmati sarapan pagi ala kadarnya. Tidak ada perbincangan yang terdengar. Semuanya hanya diam sambil memakan makanan masing-masing yang ada di depan mereka. Mungkin sesekali, Rudy akan menimpali pertanyaan kepada anak-anaknya mengenai nilai dan rencana kuliah sebelum berakhir dengan anggukan kecil. Setelah itu, diam kembali mendominasi. Kejadian yang dialami oleh Samantha secara tidak langsung ikut berdampak pada suasana hati pada keluarga Andy.
“Oh iya,” Rudy kembali bersuara sembari mengunyah roti tawar di mulutnya. “Bulan ini sudah bulan Desember. Mungkin sekitar 3-4 bulan lagi, Andy akan lulus dari sekolah. Gimana kalau kita ke London untuk melihat universitas sana?”
“Pengumumannya belum keluar Pa,” jawab Shenna kemudian. “Infonya baru keluar di Januari besok.”
Rudy terkekeh pelan mendengar ucapan Shenna. “Bahkan tanpa melihat hasilnya pun, Papa yakin kalau anak kita bakal diterima di universitas itu. Kita bisa survei dari jauh-jauh hari untuk melihat penginapan di sana, atau kebutuhan-kebutuhan apa saja yang akan dibelikan untuk kuliah di sana. Akhir bulan ini kebetulan Ayah akan melakukan perjalanan bisnis ke New York dan London. Gimana kalau kita sekalian jalan-jalan?”
Penyataan yang diakhiri dengan tanda tanya itu tak memberikan Andy pilihan lain selain mengangguk kepalanya pelan. “Boleh Pa.”
“Kalau kamu Maudy?”
“Salju sudah pasti turun di sana,” Maudy tiba-tiba ikut menimpali dengan riang. “Waktu terakhir kali ke London, kayaknya udah lama banget. Aku cerita banyak ke Kak Samantha-”
Untuk sejenak, Maudy tiba-tiba menghentikan ucapannya ketika ia secara tak sengaja membawa nama Samantha di percakapan ini. Gadis itu dengan sigap me-rem mulutnya dan menatap wajah kedua orang tuanya secara bergantian. Oh tidak, Maudy bisa merasakan jika akan ada sesuatu yang terjadi setelah ini.
“Papa sudah pernah bilang,” kini, nada suara Rudy telah berubah usai mendengar nama Samantha. “Jangan pernah membicarakan nama anak itu lagi di sini. Papa tidak mau jika kamu harus terbawa pengaruh buruk sama orang itu.”
Mendengar teguran dari sang Ayah, Maudy hanya bisa menundukkan kepalanya takut. Andy tidak banyak berkomentar. Laki-laki sempat melirik sekilas ke Maudy sebelum ia kembali menyantap sarapannya.
“Sayang,” panggil Shenna dengan pelan, berusaha menengahi percakapan ini dengan bijak. “Berita itu udah 18 tahun lamanya, kamu sendiri juga tahu ‘kan kalau selama Samantha ngajar di sini, Samantha tidak pernah-”
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Goodbye [TAMAT]
Teen Fiction[PART MASIH LENGKAP, NO PRIVATE-PRIVATE!!] • [15+] Sebagai salah satu anak dari korban broken home, Samantha tidak keberatan jika ia harus menjalani kehidupan dengan berbagai rintangan yang terus mengujinya. Apapun itu akan Samantha lewati, asalkan...