Part 37 - Tentang Freya
•
"Bu Tia ini ada-ada aja, masa kita disuruh nyari tanaman dulu di taman sekolah?"
Samantha mendumel pelan sembari mencari ke sana-kemari untuk menemukan tanaman yang baru muncul tunas. Dirinya bersama Andy ditugaskan untuk mencari tanaman yang termasuk ke dalam kelompok monokotil dan dikotil untuk keperluan praktik. Lima belas menit telah dilalui dengan tangan kosong. Andy kemudian menggeleng pelan mendengar Samantha yang dari tadi terus mengomel. Rupanya Samantha sangat mirip dengan Freya, sama-sama rewel.
"Ya gak apa-apa, itung-itung olahraga. Lo pasti di rumah cuman sibuk belajar, gak bagus tuh cuman duduk diam yang diperhatiin cuman buku."
Setelah Andy dan Samantha dinyatakan lolos seleksi, mereka berdua diberikan jadwal untuk belajar mata pelajaran IPA sampai hari-h tiba. Setiap hari mereka harus mengorbankan waktu belajarnya setengah hari untuk latihan soal. Bahkan beberapa guru menerapkan sistem praktikum terlebih dahulu untuk melatih nilai praktik mereka berdua pada ilmu pengetahuan sains.
"Olahraga sih olahraga, tapi gak gini juga keles. Kalau mau bawa tanaman 'kan bisa dikasih tahu awal-awal."
Andy kemudian mengangkat polybag-nya sambil terkekeh. Cuaca memang sedang terik-teriknya, pakaian yang dikenakan mereka berdua juga bukan baju olah raga. Mau gerak dikit pun, badan akan tetap keringatan sana-sini. Mungkin hanya ini alasan paling masuk akal mengapa Samantha sangat sensi hari ini.
Laki-laki itu terus menasihati Samantha layaknya seorang ayah dan anak, dan jelas hal itu membuat Samantha semakin kesal. "Gimana dong? Bisa-bisa agenda kegiatan kita hari ini cuman disuruh nyari tanaman," gadis itu mulai cemberut, merasa jika usahanya dari tadi masih tak membuahkan hasil.
"Gue udah selesai."
"Hah?" Samantha menatap dua polybag milik Andy yang sudah terisi penuh dengan masing-masing tanaman berbeda. "Kok lo udah selesai aja?"
"Kerja tuh pake tangan, bukan pake mulut Tha," ujar Andy sambil nyengir.
"Dasar!" Samantha lalu melempar gumpalan tanah yang ada pada tangannya dengan kecepatan kilat. Beruntung, Andy bisa segera menghindar sebelum tanah yang dilempar Samantha mendarat di pakaiannya. "Jadi lo ngambil tanaman apa?"
"Cabe untuk kelompok dikotil, pandan untuk kelompok monokotil," jawab Andy. "Lo?"
"Gue ngikut aja deh dari pada gak nemu apa-apa di sini."
"Paling lo disuruh bawa dua lagi besok," cerca Andy kemudian, teringat dengan pesan Bu Tia sebelum mereka disuruh untuk turun ke lapangan.
"Yaudahlah," Samantha mencoba untuk berdiri setelah berjongkok. "Gue udah-Eh!"
BRAK!
"Aduh!"
Samantha terpeleset ketika ia berusaha untuk berdiri di atas pohon besar untuk berteduh. Karena kakinya sudah mati rasa, Samantha jadi kehilangan keseimbangan untuk berdiri dengan benar. Akibatnya, tangan dan lututnya harus bersilahturami langsung dengan aspal.
"Pft! HAHAHAHA!"
Suara nyaring dari pemuda itu kini terdengar memenuhi area taman sekolah. Bukannya menolong, Andy justru menertawakan Samantha yang sudah mengeluh kesakitan. Ia kemudian menghampiri Samantha yang sudah memberikannya tatapan tajam ke arahnya.
"Masa berdiri aja bisa sampai jatuh?" Andy menarik lengan Samantha agar bisa berdiri.
Samantha langsung meringis perih ketika sadar Andy telah mencengkram pergelangan tangan Samantha. "Sakit woi!" gadis itu langsung menepuk pundak Andy kuat. Samantha tidak sadar jika pergelangan tangannya harus terluka karena kejadian tadi. "Ck, ah! Gue badmood hari ini!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Goodbye [TAMAT]
Teen Fiction[PART MASIH LENGKAP, NO PRIVATE-PRIVATE!!] • [15+] Sebagai salah satu anak dari korban broken home, Samantha tidak keberatan jika ia harus menjalani kehidupan dengan berbagai rintangan yang terus mengujinya. Apapun itu akan Samantha lewati, asalkan...