(1) tiba-tiba

16.2K 293 5
                                    

Mentari telah menyapa fajar, malam yang pekat dan dingin mulai berlalu bersamaan dengan suara adzan merdu di masjid pesantren, suara gemericik air mulai terdengar di tempat wudhu di barengi dengan celoteh-celoteh ketika mengantri.

"Le, udah bangun belum?" Tanya umi, wanita paruh baya istri dari pemilik pesantren ini.

"Udah kok mi," jawab laki laki yang sedang menyugar rambutnya di depan cermin lalu memakai kopyahnya dengan rapi.

10 menit kemudian ia keluar dari kamar sambil memakai Koko putih beserta sarung hitam, wangi maskulinnya menyeruak.
Terlihat abahnya menunggu di depan ndalem, seraya membenarkan sorbannya yang tampak miring.

"Ngapunten bah, Azzam agak lama" ucapnya berjalan di samping abahnya.
Abah hanya menganggukan kepalanya, Azzam membantu menuntun abahnya dan memegang punggung itu dengan pelan.

Jalanan berpaving itu di lalui dengan singkat, karena memang masjid utama hanya berjarak 50 meter saja dari ndalem.

Setelah sholat subuh, abah memberikan tausiyah pendek kepada santri santri, yakni tentang manfaat sholat berjamaah.
Lalu di susul kajian oleh ustad dan ustadzah yang piket pada hari yang sudah di tentukan, pengajian berlangsung selesai sholat subuh sampai pada jam 06:00.

Umi sibuk memasak dengan aisyah, dan ada beberapa santri yang menyapu halaman ndalem dan membersihkan ruang tamu.
Setelah masakan matang dan di siapkan di meja makan semua pun berkumpul.

"Mi, Azzam dimana?" Tanya Abah.

"Ndak tau bah, mungkin baca buku di kamarnya, biar umi suruh Aisyah panggil dulu" titah umi sambil menyendokkan nasi ke piring Abah.

"Ngapunten nggih, Azzam terlambat" Seru Azzam sambil duduk di kursi meja makan.

"Lain kali jangan gitu dong, di tungguin juga" omel Aisyah ke Azzam.

"Sudah sudah" ujar umi menengahi
Sedangkan Azzam yang tampak melirik tajam ke aisyah.

"Zam, selesai makan ikut Abah ke kamar nggih" ucap abahnya nampak serius.

"Nggih ba"

Setelah menyelesaikan sarapannya Azzam membawa piring-piring kotor ke dapur, kemudian di cuci oleh Aisyah.

"Zam, bukannya hidup seperti kita menulis coretan di buku tebal, jika halaman itu penuh kita membuka halaman baru lagi, begitu terus menerus.."

"Kita mungkin bisa membuka halaman lama, tapi bukan lagi untuk menulisnya, tapi untuk membacanya sebagai pelajaran ataupun kenangan" lanjut abah menatap putranya yang duduk di ubin kamarnya. Putranya itu tertunduk khidmat menatap ujung kaki abahnya yang duduk di atas kursi kayu berwarna coklat tua.

"Intinya Abah ingin membantumu untuk membuka lembar lembarmu yang baru, tapi yaa ada syaratnya le.."

"Nopo bah??" Suara Azzam menyahut.

"Syaratnya ya kamu harus siap mencintainya, apapun keadaannya. Saat kamu siap menikahinya kamu harus siap mencintai, menafkahi, membimbing dan memahami istrimu. Pertanyaannya, kamu sudah siap tidak untuk memulai ini lagi? Tanpa takut trauma itu?" Tanya Abah hati hati mengelus bahu anak yang ia besarkan selama 27 tahun itu.

"Kulo pikir pikir nggih bah... Azzam ke madrasah dulu" jawab Azzam kemudian pergi meninggalkan kamar abahnya dengan perasaan bingung.

Azzam ia adalah anak Kiai Hasan ahmad shaggaf, beliau mempunyai pondok pesantren di Jawa timur.

Setelah pernikahan yang di rencanakannya batal, Akankah Azzam menerima perjodohan yang di rencanakan Abah dan uminya?

Bagaimana saya bisa memulai kembali bah?
Luka dari mantan tunangan saya masih membekas disini ba, sangat sakit.

                            ***

Wanita cantik ini sibuk membenarkan khimarnya di depan cermin bersiap untuk pergi ke kajian di masjid kota, beberapa pengurus pondok pun ikut karena ini kajian besar yang mengundang beberapa kiai dan habaib.

"Aduh kayaknya disini aja mbak, di depan panggung sudah penuh pol," zelmira tampak memperhatikan area yang sudah ramai kaum hawa.

"Yaudah Ning, dipinggiran sini juga kedengaran pengajiannya" salah satu pengurus pondok itu menurut dan segera menyiapkan alas untuk mereka duduk dan mulai mendengarkan MC yang memandu acara.

30 menit membosankan karena banyak sambutan dari ketua panitia dan penyelenggara, zelmira izin pamit sebentar dengan mbak Fida sekedar membeli camilan dan es di seberang jalan raya.

"Ning nggak kesusahan bawa es segitu banyak?" Fida tampak khawatir melihat ningnya yang kesulitan membawa es gelasan yang lumayan banyak untuk mbak pengurus pondok yang lain.

"Santai mbak, kalau jatuh ya takdir mbak" zelmira tertawa kecil mengetawakan perkataannya sendiri.

Semula keadaan tampak aman, tiba saat ia berjalan melewati parkiran, tanpa perkiraan zelmira salah satu gelas es itu tumpah mengenai seorang pemuda yang baru turun dari mobil Alphard putih.

"Ya Allah!" Mbak Fida terkejut setengah mati melihat sosok yang di tabrak ningnya.

"Mampus aku mbak, baru saja omong tadi sudah jadi kenyataan" zelmira bergumam pelan.

Zelmira mengorek tasnya mengambil sapu tangan kecil pengganti tisu yang ia tinggalkan di tempat duduk tadi.

"Ngapunten sing kata nggih, tidak sengaja tadi gelasnya merosot. Saya mau bertanggung jawab mengganti-"

"Tidak perlu mbak, saya juga tadi munculnya dadakan" lelaki itu juga nampak bersalah.

"Setidaknya bawah sapu tangan ini sebagai permintaan maaf saya nggih, Kulo pamit" setelah mengatakan itu zelmira meninggalkan lelaki yang termenung memandangi sarung tangan merah jambu di tangannya.

"Rek tak kandani, Ning mira abis nabrak Joko ganteng, kayaknya bukan sembarangan" mbak Fida tampak laporan pada teman-teman pengurus.

"Hust" Mira memperingati mbak Fida agar segera tutup mulut dan memperhatikan acara di depan yang sudah mulai.

"Monggo Kiai Hasan untuk segera memulai pengajiannya" MC mempersilahkan.

"Mertuaa" kaum hawa di depan tampak histeris ketika Kiai Hasan sudah duduk di mimbar ceramah.

"Waduh rek mantuku sing ndi Iki, kok semua teriak mertua" kiai Hasan bercanda.

"SAYA!!"

"nggih mpon, saya kenalkan dengan anak saya laki laki ini nggih, sudah lulus kuliah, kerjaan mapan, istri belum ada alias jomblo" kiai Hasan merangkul anak lelakinya, di sambut gelak tawa penonton.

"Siapa yang mau jadi menantu saya?"

"Kuloo!!!!" Mbak Fida teriak sangat keras. Zelmira menggeleng astaghfirullah melihat tingkahnya.

"Namanya Azzam, sudah lulus S2 tapi belum lulus tes mertua" kiai Hasan menggoda anak lelakinya yang malu-malu.

Zelmira terpaku menatap lelaki di panggung itu, menoel mbak Fida yang berfikir sama dengannya.

"Gus Azzam Ning," Fida berbisik.

Ingatan zelmira teringat pada pembicaraan abinya, tampak tak asing nama itu di telinganya, meskipun ia tahu Azzam sering fyp di tiktok dan di bikin berbincangan oleh santriwati di pondok.

Tak terasa kajian selesai pada pukul 23:56, segera zelmira bergegas menuju mobil bersama rombongan. Sebelum menaiki mobil mata zelmira dan azzam bertemu sesaat, mereka merasa sesuatu yang aneh padahal ia tidak mengenal satu sama lain.






Bagaimana kisah ini berlanjut, silahkan baca part selanjutnya. Enjoy ya🌷😚 kasih feedback yaa biar semangat ngetikkk)(⁠◍⁠•⁠ᴗ⁠•⁠◍⁠)⁠❤

Gus AzzamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang