38. moon and back.

874 33 15
                                    

Azzam mengucek matanya terbangun mendengar azan subuh, tumben ia tidak menemukan istrinya di kamar, apakah ia sedang sibuk di dapur? Zafran juga masih terlelap.

"Sayang? Kamu dimana?" Suara Azzam menggema di seluruh ruangan mencari zelmira, ia jadi panik memutasi seluruh ruangan dan taman belakang.

"Kamu dimana nduk?" Azzam menghembuskan nafas kasar tak menemukan perempuan yang ia cari.

Tangannya mengotak Atik laptop mencari rekaman cctv di depan rumah, tapi nihil kamera itu sudah mati sejak kemarin pagi. Azzam kelimpungan mencoba menelfon hp zelmira, tapi hpnya berdering di atas nakas kamar.

"Kang!" Azzam berteriak ketika beberapa pengurus keluar dari masjid selesai jamaah.

"Nggih, nopo Gus?"

"Anterin saya ke ruang pemantauan cctv, yang lain tolong panggil mbak Dina ke ndalem ya tolong jagain zaf, ini akses masuk pondok putri" Azzam memberikan kartu jaminan masuk pondok putri.

Dengan nafas memburu ia melihat rekaman cctv dari gerbang utama semalam, tidak ada yang mencurigakan hanya beberapa mobil keluar masuk itu pun mobil yang ia kenal.

"Njenengan nggak lihat orang mencurigakan masuk?" Azzam bertanya pada beberapa pengurus dibelakangnya yang ikut melihat rekaman.

"Mboten Gus,"

"Paling malem mobil keluar ini siapa? Pasti diperiksa kan?" Azzam menunjuk mobil merah yang keluar dari area pondok.

"Oh niku mbak Zahra, Gus. Katanya ada keperluan sama njenengan saya langsung bukain gerbang,"

Azzam mengangguk lalu mencatat plat nomor mobil itu, menghubungi temannya untuk turut mencari.

Matahari baru saja terbit sinar jingga menyilaukan matanya tapi ia masih sibuk dengan telfon di telinganya, Azzam mencoba menghubungi orang tua Zahra, katanya anak itu masih tertidur setelah pulang sekitar jam 3 pagi acara di luar kota.

"Oh nggih, terimakasih budhe" Azzam menutup telfon itu.

Di lain tempat, zelmira duduk tersungkur dengan tangan dan kaki terikat. Ia mencoba berteriak tapi mulutnya dilakban, keadaan juga tidak memungkinkan pasti Arfan membawanya di tempat sepi.

Tenggorokannya terasa kering, ia hanya bisa meneteskan air matanya tanpa berbuat apa-apa. Tempat ini juga kotor dan berdebu.

Ia tersentak melihat laki-laki bercelana jeans sobek-sobek ini masuk mengamatinya, senyum miringnya menunjukkan lesung pipinya mengejek.

Arfan menarik kasar lakban yang tertempel dibibir zelmira, membuat zelmira meringis karena sudut bibirnya berdarah karena tarikan kasar itu.

"TOLONG!"

Arfan tertawa renyah. "Tidak ada siapapun disini, hanya kita berdua."

"JANGAN DEKET-DEKET!!" Zelmira was-was melihat Arfan mendekatinya dan berjongkok dihadapannya.

"Kamu yakin pangeranmu akan datang menyelamatkanmu? Salah satu harapan yang menyelamatkanmu adalah aku."

Zelmira menggeleng.

"Kenapa menggeleng? Seyakin itu Azzam akan datang?" Arfan menyentuh pucuk kepala zelmira, wanita itu langsung memberontak sekuat tenaganya.

"Aku bisa saja menodaimu disini, aku ingin melihat kamu berteriak dibawahku. Tapi ada yang lebih menarik jika Azzam melihat istrinya melakukan itu bersamaku disini,"

"GILA! tolong lepaskan aku! Lebih baik aku mati daripada melakukan itu denganmu!"

"Aku kasih waktu untuk menjawab sampai matahari terbenam, jika masih menolak membusuklah disini selamanya." Arfan beranjak lalu menutup pintu itu rapat entah berapa kunci dan gembok di balik pintu itu, yang jelas tidak sembarang bisa mendobraknya.

Gus AzzamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang